
"Aku ini binatang jalang. Dari kumpulannya terbuang". Saat membaca sepenggal bait dari puisi tersebut, mungkin kamu bisa menebak siapa penyairnya. Ya, siapa lagi kalau bukan Chairil Anwar. Lantas, siapa sebenarnya penyair ini? Bagaimana kehidupannya di masa lalu? Kalau kamu penasaran, simak artikel tentang biografi Chairil Anwar ini, yuk!
- Nama
- Chairil Anwar
- Tempat, Tanggal Lahir
- Medan, 26 Juli 1922
- Meninggal
- Jakarta, 28 April 1949
- Warga Negara
- Indonesia
- Profesi
- Penyair
- Pasangan
- Hapsah Wiraredja (m. 1946–1948)
- Anak
- Evawani Alissa
- Orang Tua
- Toeloes (Ayah) dan Saleha (Ibu)
Pemuda bohemian dan pejuang kemerdekaan, begitulah Chairil Anwar dikenal oleh para sastrawan di era 40-an. Melalui tulisan-tulisannya yang realistis dan sarat akan perjuangan, ia akan selalu dikenang masyarakat. Tak ayal jika puisi-puisi dan biografi Chairil Anwar ini kerap muncul di buku-buku pelajaran Sejarah.
Chairil Anwar adalah sastrawan berdarah Minangkabau yang dikenal dengan sikapnya yang urakan dan berjiwa bebas. Raga penyair ini memang sudah tak bernyawa lagi, tapi tidak untuk kisah hidup dan karya-karyanya.
Selamanya, nama Chairil Anwar akan terus tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai sastrawan pelopor Angkatan ’45 yang turut berjuang melawan penjajah melalui puisi-puisinya. Buat yang belum tahu, Angkatan ’45 adalah periodisasi dalam sastra Indonesia yang lahir pada masa pendudukan Jepang. Selain Chairil Anwar, beberapa sastrawan lain yang tergolong dalam angkatan tersebut adalah Asrul Sani, Rivai Apin, Idrus, Achdiat Karta Mihardja, Trisno Sumardjo, dan Utuy Tatang Sontani.
Adalah Aku, salah satu puisi perjuangan Chairil yang terbilang paling populer di antara karya-karyanya yang lain. Bahkan, ia mendapat julukan si Binatang Jalang yang mana di ambil dari penggalan bait puisi Aku.
Sebutan tersebut sepertinya sudah mendarah daging pada diri Chairil Anwar. Sebab semasa hidupnya, ia memang dikenal memiliki sifat yang nakal, urakan, dan hobi kelayapan.
Tak perlu berlama-lama lagi, kalau kamu sudah penasaran dengan informasi seputar penyair ini, mending simak langsung biografi Chairil Anwar ini, yuk! Mulai dari ulasan mengenai kehidupan pribadi hingga akhir hayatnya, semua telah kami rangkum. Selamat membaca!
Kehidupan Pribadi
Hal pertama yang akan dibahas pada artikel tentang biografi Chairil Anwar ini adalah kehidupan pribadinya. Kamu tentu sudah penasaran banget sama bagaimana masa mudanya Chairil Anwar, kan? Yuk, simak ulasannya di bawah ini!
1. Lahir dari Keluarga Bangsawan
Penyair berdarah Minangkabau ini lahir di Medan, 26 Juli 1922. Ia adalah anak satu-satunya dari pasangan Toeloes dan Saleha. Kehidupan keluarga Chairil terbilang cukup mapan dan mereka tergolong dalam keluarga bangsawan.
Pasalnya, sang ayah bekerja sebagai seorang pegawai negeri pada pemerintah kolonial. Ayahnya juga pernah menjabat sebagai Bupati Indragiri, Riau. Itu berarti, keluarganya kala itu cukup disegani oleh orang-orang di sekitarnya.
Selain sang ayah, Chairil juga memiliki paman yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri pertama di Indonesia. Bisa menebak siapa orang yang dimaksud? Ya, siapa lagi kalau bukan Soetan Sjahrir.
2. Pendidikan
Lahir dari keluarga bangsawan, membuat Chairil bisa menempuh pendidikan di sekolah-sekolah elit pada masa itu. Saat SD, ia bisa bersekolah di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), yakni sekolah yang dikhususkan untuk anak-anak para bangsawan.
Lulus SD, ia melanjutkan pendidikannya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). MULO sendiri adalah sekolah menengah pertama yang didirikan pada zaman pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.
Meskipun masih SMP, penyair ini sering membaca-baca buku Hogere Burgerschool disingkat HBS atau setara dengan SMA. Sayangnya, saat berusia 18 tahun, ia memutuskan untuk tak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Baca juga: Biografi & Profil Cut Nyak Dien
3. Migrasi ke Jakarta
Memasuki usia ke-19, tepatnya di tahun 1941, keluarga Chairil Anwar mengalami keretakan, di mana kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai. Saleha, ibunya, memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Chairil yang memiliki jiwa petualang, memilih untuk ikut sang ibu.
Meskipun sudah tak hidup bersama lagi, Toeloes masih kerap mengirimkan uang untuk menghidupi mantan istri dan anak satu-satunya. Sayangnya, pada 5 Januari 1949, Toeloes meninggal karena dibunuh oleh tentara Belanda.
Saat tinggal di Jakarta, Chairil pernah mencoba bekerja sebagai penyiar radio milik Jepang. Nggak cuma itu saja, ia juga pernah bekerja di bawah naungan Hatta. Akan tetapi, semua pekerjaan itu tak lama ia lakoni. Pasalnya, Chairil adalah tipikal pria yang bebas dan tak suka diatur-atur. Jadi, ia tak cocok bekerja sebagai karyawan.
4. Menikah dengan Hapsah Wiriaredja
Meskipun memiliki jiwa yang bebas, penyair asal Medan ini ternyata bisa menjalani ikatan pernikahan, lho. Pada tahun 1946, tepatanya di tanggal 6 September, ia menikahi pujaan hatinya yang bernama Hapsah Wiriaredja. Sebelum memutuskan menikah, mereka sempat berpacaran selama kurang lebih 3 bulan.
Kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempuan cantik yang diberi nama Evawani Alissa. Akan tetapi, baru dua tahun mengarungi bahtera rumah tangga, Hapsah menceraikan Chairil.
Hal utama yang memicu perceraian rumah tangga mereka adalah masalah keuangan. Sebenarnya, saat awal menikah, Chairil bekerja menjadi editor di sebuah percetakan. Menjadi karyawan, jiwa bebas Chairil pun berontak. Akhirnya, ia memutuskan untuk tak bekerja di percetakan lagi.
Setelah itu, hari-hari Chairil Anwar lebih sering diisi dengan membaca dan kelayapan. Kehidupan keluarganya jadi serba kekurangan karena ia tak memiliki penghasilan tetap. Pada akhirnya, pada tahun 1948, pernikahan mereka berakhir.
Kiprah di Dunia Sastra
Setelah membahas seputar kehidupan pribadinya, kini saatnya mengulik kiprahnya di dunia sastra. Di artikel biografi Chairil Anwar ini, telah kami rangkum perjalanan perjalanan kariernya di bidang sastra.
Kepopuleran Chairil Anwar di dunia sastra tak lepas dari peran sahabatnya, Hans Bague Jassin alias H.B. Jassin. Di kalangan para sastrawan, Chairil dikenal sebagai pemuda bohemian karena sering berpindah-pindah tempat tinggal.
Ia sering tinggal dan numpang makan di tempat kawan-kawannya. Bisa dibilang, kehidupan laki-laki yang urakan ini cukup semrawut. Ia juga sering mengunjungi lingkungan seniman di Pasar Senen dan mengunjungi teman-temannya yang bekerja di Balai Pustaka. Soalnya, lokasi Pasar Senen dan Balai Pustaka memang berdekatan, jadi Chairil selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi teman-temannya.
Salah satu kawannya yang sering dikunjungi adalah H.B. Jassin. Pada saat itu, jabatan Jassin adalah Wakil Pemimpin Redaksi Pandji Poestaka. Dengan jabatan yang lumayan tinggi, membuat Jassin memiliki wewenang tinggi di Pandji Poestaka.
Ia kerap mengusulkan puisi-puisi Chairil untuk diterbitkan di Pandji Poestaka. Adalah Nisan, puisi pertama Chairil bertema kematian yang diterbitkan di tahun 1942. Mulai saat itu, nama Chairil Anwar mulai dikenal oleh masyarakat.
Pada tahun 1945, Jassin menjadi Wakil Pemimpin di Redaksi Pantja Raja. Di redaksi tersebut, puisi-puisi Chairil juga sering diterbitkan. Beberapa di antaranya adalah “Betina”-nya Affandi, Buat Album D.S., Catetan Tahun 1946, dan lain-lain.
Salah satu alasan Jassin menyukai dan menerbitkan puisi-puisi karya sahabatnya adalah karena style penulisan Chairil yang unik dan realistis. Oleh karenanya, Jassin tak hanya menerbitkan puisi Chairil, tapi juga menobatkannya sebagai pelopor Angkatan ’45.
Puisi-Puisi karya Chairil Anwar
Kamu masih semangat untuk menyimak biografi Chairil Anwar ini, kan? Nah, salah satu topik yang mungkin paling seru untuk dibahas adalah puisi-puisi karya Chairil Anwar. Apa sajakah itu? Berikut beberapa judul puisi yang pernah ditulisnya.
Baca juga: Biografi & Profil BJ Habibie
1. Sajak tentang Perjuangan
Meskipun hidupnya urakan, badannya ceking, dan hobinya kelayapan, Chairil Anwar bukanlah seorang pengecut. Ia memiliki jiwa yang nasionalis dan turut berjuang dalam merebut kemerdekaan Indonesia.
Mungkin ia tak melawan penjajah dengan badannya yang kurus kering itu. Tapi, bentuk perjuangan Chairil Anwar adalah lewat puisi-puisi yang ditulisnya. Pada zaman dulu, seniman-seniman memang kerap membuat karya propaganda untuk melawan para penjajah.
Banyak orang mungkin bertanya-tanya, kapan tahun perjuangan Chairil Anwar. Ia berjuang lewat puisinya pada tahun 1943. Kala itu, ia menulis puisi berjudul Siap Sedia yang berisi bait-bait penyemangat untuk para pahlawan.
Isi dari puisi tersebut dianggap anti-Jepang, sehingga pada bulan Juli 1943, Chairil sempat ditahan oleh sekutu Jepang. Tak hanya ditahan, ia juga disiksa oleh Kempeitai alias polisi militer Jepang yang terkenal sadis. Bisa kamu bayangkan, tubuh kurus kering diinjak-injak oleh penjajah? Pasti rasa sakitnya bukan main.
Selain Siap Sedia, ia juga menulis puisi perjuangan berjudul Aku yang mengisahkan tentang keberanian dalam berjuang walaupun ada banyak risiko yang menghadang. Pada tahun 1945, nama Chairil makin populer karena puisi tersebut diterbitkan oleh majalah Timur.
Penggalan bait yang paling mengena adalah “aku ini binatang jalang, dari kumpulannya terbuang,” yang membuatnya mendapat julukan si Binatang Jalang. Ditambah sifat Chairil yang urakan dan nakal, membuat julukan itu semakin melekat pada dirinya.
Selain Siap Sedia dan Aku, ia juga menulis puisi tentang perjuangan lainnya. Salah satunya adalah Krawang-Bekasi yang menyiratkan tentang perjuangan para pahlawan merebut kemerdekaan Indonesia. Karya tersebut juga mengisahkan tentang beratnya memperjuangkan kemerdekaan yang hendak diproklamirkan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945.
Krawang-Bekasi pertama kali diterbitkan di majalah Mimbar Indonesia pada 20 November 1948. Beberapa puisi perjuangan lainnya adalah Diponegoro (1943), Persetujuan dengan Bung Karno (1948), Prajurit Jaga Malam (1948), dan lain-lain.
2. Sajak tentang Cinta
Artikel yang membahas biografi Chairil Anwar ini bakalan kurang menarik jika tak membahas karyanya yang menyinggung soal asmara. Selain mahir dalam merangkai kata menjadi puisi perjuangan, ia juga piawai dalam membuat puisi romantis. Bisa dibilang, ia adalah seorang pujangga cinta.
Beberapa sajak tentang cinta yang ditulisnya berdasarkan pengalamannya sendiri, lho. Salah satu contohnya adalah puisi berjudul Ajakan yang ia tulis pada bulan Februari 1943. Puisi tersebut ditulis untuk seorang wanita cantik yang ia puja, yakni Ida Nasution. Ia menggambarkan wanita itu sebagai cahaya yang menerangi hidupnya.
Chairil Anwar juga menulis puisi untuk Sri Ajati. Siapakah wanita tersebut? Kalau menyimak artikel tentang biografi Chairil Anwar ini dari awal, mungkin kamu masih ingat kalau ia pernah menjadi penyiar radio.
Nah, Sri Ajati adalah satu rekan kerjanya. Ia menulis puisi dengan judul Hampa yang secara terang-terangan menyebutkan nama perempuan yang dipuja Chairil. “Kepada Sri. Sepi di luar,” begitu kiranya awal bait dari puisi Hampa.
Beberapa puisi romantis karya Chairil Anwar lainnya adalah Senja di Pelabuhan Kecil (1946) yang ditulisnya untuk Sri Ajati, Buat Gadis Rasid (1948) yang ia tulis untuk Gadis Rasid, Dengan Mirat (1946)puisi untuk Sumirat, dan lain-lain. Kok, nggak ada nama Hapsah selaku mantan istrinya, ya?
Meskipun Hapsah adalah satu-satunya wanita yang ia pinang, hampir tak ada satu pun puisi untuknya. Hasan Aspahani yang pernah menulis buku tentang biografi Chairil Anwar pernah menemukan sebaris sajak berjudul Buat H yang katanya ditulis untuk Hapsah. Sajak itu ia temukan di dalam buku kerja Chairil yang berisi karya-karyanya yang belum selesai.
Koleksi Puisi yang Telah Diterbitkan
Pada tahun 1956, H.B. Jassin menulis buku berjudul Chairil Anwar: Pelopor Angkatan 45. Dalam buku itu, ia menyebut jika sahabatnya telah menghasilkan 94 karya pada periode 1942–1349 yang terdiri dari 70 sajak asli, 4 saduran, 10 sajak terjemahan, 6 prosa asli, dan 4 prosa terjemahan.
Karya-karya asli Chairil Anwar diterbitkan dalam versi koleksi. Kira-kira, apa sajakah itu? Anda bisa menyimak beberapa versi koleksi puisi milik Chairil Anwar di bawah ini!
Baca juga: Biografi & Profil RA Kartini
1. Deru Tjampur Debu
Pada tahun 1949, penerbit Pembangunan mencetak koleksi penyair si Binatang Jalang ini dengan judul Deru Tjampur Debu. Dalam koleksi puisi itu, ada 27 puisi karya Chairil Anwar, salah satunya adalah Aku.
Selain Aku, beberapa sajak-sajak lainnya yang diterbitkan dalam koleksi puisi ini adalah Buat Album D.S, Catetan Tahun 1946, Cerita Buat Dien Tamaela, dan lain-lain. Pada tahun 2008, Deru Tjampur Debu diterbitkan ulang oleh penerbit Dian Rakyat menjadi sebuah buku berjudul Deru Campur Debu yang dihiasi dengan gambar ilustrasi.
2. Kerikil-Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus
Masih di tahun 1949, penerbit Pustaka Rakjat juga mencetak koleksi puisi Chairil dengan judul Kerikil-Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus. Buku yang berisi koleksi puisi ini terdiri dua bagian.
Untuk yang bagian pertama terdiri dari 32 puisi, sementara yang kedua berisi 11 puisi. Adalah Ajakan, Bercerai, Cerita, dan Dendam, tiga contoh sajak yang termasuk dalam koleksi puisi Kerikil-Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus. Puisi Aku juga diterbitkan dalam koleksi puisi ini.
3. Tiga Menguak Takdir
Selain penerbit Pembangunan dan Pustaka Rakjat, Balai Pustaka juga menerbitkan puisi-puisi Chairil Anwar. Pada tahun 1950, Balai Pustaka menerbitkan Tiga Menguak Takdir.
Koleksi puisi tersebut diberi awalan judul “Tiga” karena tak hanya berisi karya-karya Chairil Anwar saja, melainkan dua penyair lainnya, yaitu Rival Apin dan Asul Sani. Di dalam Tiga Menguak Takdir terdapat 10 puisi karya Chairil. Tiga contohnya adalah Derai-Derai Cemara, Krawang-Bekasi, dan Sajak buat Basuki Resobowo.
Baca juga: Biografi & Profil Chairul Tanjung Lengkap
Fakta-Fakta Menarik
Di artikel biografi ini, telah kami rangkum 5 fakta menarik seputar Charil Anwar. Apa sajakah itu? Mending simak langsung ulasan singkatnya di bawah ini, yuk!
1. Sosok di Balik Slogan “Boeng Ajo Boeng!”
Saat Indonesia belum merdeka, seniman-seniman menjadikan seni sebagai alat propaganda untuk memperjuangkan kemerdekaan. Berbeda dengan Chairil yang memperjuangkan kemerdekaan lewat puisi, Affandi berjuang merebut kemerdekaan melalui sebuah gambar.
Ia pernah menggambar poster propaganda berupa seorang pemuda yang melepas rantai sembari memegang bendera merah putih dengan slogan “Boeng Ajo Boeng!” yang sama artinya dengan “Bung Ayo Bung!”.
Nah, slogan tersebut ternyata ide dari Chairil Anwar. Sudah tahu dari mana ide itu datang? Menurut sejarawan JJ Rizal, slogan tersebut ternyata terinspirasi dari ucapan-ucapan wanita penghibur yang biasa mangkal dan menawarkan dirinya di Pasar Senen.
2. Pelopor Puisi Modern di Indonesia
Tahukah kamu kalau puisi-puisi Chairil Anwar itu sempat berkali-kali ditolak oleh penerbit? Dulu, sebelum akhirnya diterbitkan di banyak majalah, puisi karya Chairil memang kerap mendapat penolakan. Alasannya, puisi-puisinya dinilai terlalu individualistis dan kebarat-kebaratan, sehingga dianggap menyimpang dari standar pembuatan puisi pada era 40-an.
Namun, Jassin kala itu tak sependapat dengan orang-orang yang menyebut puisi sahabatnya tak sesuai standar. Baginya, puisi-puisi Chairil Anwar itu memiliki gaya yang menarik. Baginya, puisi karya Chairil Anwar merupakan pelopor puisi modern di Indonesia. Pendapat-pendapat tersebut Jassin ungkapan dalam bukunya yang berjudul Chairil Anwar: Pelopor Angkatan 45 (1956)
Baca juga: Biografi & Profil Ki Hajar Dewantara
3. Si Binatang Jalang yang Benar-Benar Nakal
Alasan kenapa Chairil mendapat julukan si Binatang Jalang selain karena dari puisi Aku, ternyata juga dari sikapnya yang super nakal. Emang senakal dan seberapa jalangnya, sih? Jadi, gaya hidup Chairil itu bebas dan suka seenaknya sendiri.
Bahkan, ia pernah mengambil dan menggadaikan barang-barang temannya tanpa izin. Tak hanya itu, ia juga sering mengunjungi lokalisasi di kawasan Pasar Senen. Ia juga kerap merayu gadis-gadis penjaga toko buku agar bisa membaca buku dengan gratis setiap hari.
4. Memahami Beberapa Bahasa Asing
Sebelumnya, di artikel yang membahas biografi Chairil Anwar ini telah disebutkan bahwa ia suka membaca buku. Bahkan, ketika duduk di bangku SMP ia kerap membaca-baca buku tingkat SMA.
Nah, buku yang ia baca ternyata tak hanya yang lokal, tapi juga mancanegara. Oleh karena itu, ia paham beberapa bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Jerman, dan Belanda. Tak heran kalau ia sempat menerjemahkan beberapa karya dalam bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia.
5. Pernah Dituduh Plagiat
Pada tahun 1949, Chairil Anwar pernah dituding melakukan tindakan plagiat. Puisinya yang berjudul Krawang-Bekasi sempat dinilai memiliki kesamaan dengan tulisan The Dead Young Soldiers karya seniman asal Amerika, Archibald MacLeish.
H.B. Jassin selaku sahabatnya tak menelan mentah-mentah anggapan tersebut. Ia coba membandingkan sendiri karya Chairil dengan tulisan Archibald. Setelah itu, ia membuat esai berjudul Karya Asli, Saduran, dan Plagiat dalam majalah Mimbar Indonesia.
Dalam esai tersebut, Jassin tak menyatakan bahwa Chairil itu seorang plagiat. Menurutnya, memang ada beberapa bagian puisi Krawang-Bekasi yang mirip dengan The Dead Young Soldiers. Tapi, gaya penulisan Krawang-Bekasi tetap ada ciri khas penulisan sahabatnya di dalamnya.
Akhir Hayat Chairil Anwar
Pada tahun 1948, Chairil Anwar dan Hapsah Wiriaredja memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka. Setelah perceraian itu, kehidupan si Binatang Jalang ini semakin berantakan.
Dalam dunia sastra, ia tak lagi produktif dalam berkarya. Selain itu, kesehatannya juga semakin memburuk. Mungkin karena kebiasaan merokoknya, ia terkena penyakit paru-paru akut, yaitu tuberkulosis. Tak hanya itu, ia juga terkena penyakit infeksi pada usus atau sering disebut disentri.
Dikarenakan penyakit itu terus menggerogoti tubuhnya, ia sampai harus dilarikan ke rumah sakit CBZ, kini rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Hingga akhirnya, pada 28 April 1949, Chairil Anwar meninggal karena tak sanggup lagi melawan penyakit yang menggerogoti tubuhnya itu.
Mungkin ia lebih sering dikenal sebagai pria urakan yang kerap berulah, tapi kepergiannya tetap meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi orang-orang di sekitarnya. Di dunia sastra era 40-an, ia dikenang sebagai pemuda bohemian yang memiliki jiwa bebas.
Raganya memang sudah tak lagi hidup di muka bumi ini. Tapi, ia tak benar-benar pergi. Melalui karya-karyanya ia akan selalu dikenang. Oleh karenanya, tanggal kematiannya, 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional.
Baca juga: Biografi & Profil Jokowi
Pelajaran Apa yang Bisa Kamu Ambil setelah Membaca Biografi Chairil Anwar?
Demikianlah ulasan singkat mengenai biografi Chairil Anwar, mulai dari kehidupan pribadi, kiprahnya di dunia sastra, hingga akhir hayatnya. Kamu sudah cukup puas dengan informasi yang telah kami rangkum, kan?
Semoga dari artikel biografi ini, kamu bisa mencontoh beberapa hal dari Chairil Anwar. Salah satunya adalah selalu membaca buku untuk menambah ilmu. Mungkin sikapnya terlihat urakan, tapi ia cukup cerdas karena gemar membaca.
Tak hanya itu saja, ia juga memiliki jiwa yang nasionalis karena ikut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Walaupun kini Indonesia telah merdeka, setidaknya kamu bisa turut menjaga dan melestarikan kebudayaannya.
Nah, apabila ingin membaca informasi mengenai tokoh-tokoh lainnya, kamu bisa kepoin KepoGaul.com. Di sini ada biografi dan profil dari Bung Tomo, Soeharto, Moh Hatta, Jendral Sudirman, dan lain-lain. Selamat membaca!