
Ada beberapa filsuf muslim yang cukup terkenal, salah satunya adalah Al Farabi. Kecerdasannya dalam memahami dan menulis ulang filsafat Yunani klasik membuatnya mendapatkan julukan The Second Master atau Guru Besar Kedua. Supaya kamu bisa mengenal sosoknya lebih dekat, simak biografi Al Farabi yang sudah kami siapkan di artikel ini.
- Nama Asli
- Abu Nasir Al Farabi
- Nama Terkenal
- Al Farabi, Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzalah Al Farabi, Alpharabius, Al Farabi, Farabi, Abunasir
- Tempat, Tanggal Lahir
- Faryab, 870 Masehi
- Meninggal Dunia
- 950 Masehi
Al Farabi merupakan salah satu cendekiawan muslim yang terkenal hingga ke negara Barat. Pada biografi di artikel ini, kamu bisa mengenal sosok Al Farabi dan pemikiran-pemikirannya.
Banyak orang yang mempelajari filsafat mengenal sosok Al Farabi sebagai filsuf Islam pertama yang sanggup mendalami filsafat Yunani klasik dari Aristoteles dan Plato. Ia juga berhasil menggabungkan filsafat dari kedua filsuf tersebut dengan ilmu agama Islam. Bahkan oleh bangsa Arab, ia dikenal sebagai salah satu filsuf terbaik di dunia dan dijuluki sebagai Guru Besar Kedua setelah Aristoteles.
Menariknya, Ibnu Sina baru berhasil memahami filsafat Aristoteles melalui buku Al Farabi yang berjudul Tahqiq Ghardh Aristhu fi Kitab ma Ba’da Ath-Tabi’ah. Sebelumnya, ia sudah berusaha mempelajari buku Metafisika miliki Aristoteles, tapi nggak bisa memahami isinya. Secara nggak langsung, hal tersebut menunjukkan kecerdasan Al Farabi dalam memahami dan menjelaskan ulang menggunakan bahasanya sendiri.
Semakin penasaran dengan sosok filsuf Islam pertama dan disegani yang satu ini? Tanpa menunggu waktu lama, langsung cek biografi Al Farabi di artikel ini, yuk! Di sini, kamu nggak hanya bisa membaca seputar kehidupan pribadinya, tetapi juga hasil-hasil pemikirannya. Selamat membaca!
Kehidupan Pribadi Al Farabi
Membicarakan seputar kehidupan pribadi Al Farabi dalam biografi ini bisa dibilang merupakan tantangan tersendiri. Penyebabnya adalah karena ada banyak teori mengenai kehidupan pribadinya. Diperkirakan, kebanyakan biografinya tidak ditulis semasa ia masih hidup atau oleh orang terdekatnya.
1. Teori seputar Asal Usul dan Nama Asli
Asal usul Al Farabi terbagi menjadi beberapa teori. Salah satu teori berasal dari ahli sejarah Arab bernama Ibnu Abi Syaibah dan Muhammad Ibnu Mahmud Al Sahruzi yang menyebutkan kalau sang filsuf berasal dari Persia.
Ahli sejarah lain yang bernama Ibnu Khallekan menyatakan kalau Al Farabi lahir di desa kecil bernama Wasij di Turki. Teori yang satu ini dituliskan dalam Encyclopedia Britannica.
Di sisi lain, Ibnu An Nadim menyebutkan kalau Al Farabi aslinya berasal dari Faryab, Turkmenistan (sekarang bernama Kazakhstan). Teori yang satu ini mendapatkan dukungan kuat dari penjelasan Yahya Ibnu Adi, salah satu murid terdekatnya.
Tak hanya seputar asal usulnya, namanya pun disebutkan berbeda-beda pada beberapa sumber. Di antara namanya adalah Abu Nasir Al Farabi, Abu Nasr Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Uzalah Al Farabi. Di dunia Barat, ia juga dikenal dengan nama Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, atau Abunasir.
Selain seputar namanya, informasi tentang tahun kelahirannya dan asal usul kedua orang tuanya pun berbeda-beda. Pada beberapa sumber, ia disebutkan lahir pada tahun 870 Masehi atau 257 Hijriah, sementara di sumber lainnya ia lahir tahun 872 Masehi atau 259 Hijriah.
Seputar ayahnya, beberapa sumber menyebutkan kalau sang ayah adalah tentara Turki keturunan Persia. Akan tetapi, ada juga sumber yang menuliskan kalau sang ayah berasal dari Turki, sama seperti sang ibu.
2. Pengetahuan yang Dipelajari
Al Farabi terkenal memiliki kecerdasan tinggi sejak masih muda. Ia bisa menguasai setiap topik yang ia pelajari dengan mudah, mulai dari tata bahasa, sastra, aritmetika dasar, hingga ilmu agama (fikih, tafsir, hadis, dan Alquran).
Dalam buku berjudul Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, Munawir Sjadzali menyebutkan kalau Al Farabi fasih berbicara dalam tujuh puluh bahasa sejak masih muda. Namun, ia paling sering menggunakan empat bahasa, Arab, Persia, Turki, dan Kurdi.
Saat hijrah ke Harran, ia lebih mendalami ilmu filsafat dan logika Aristotelian. Ia bahkan termasuk muslim pertama yang mempelajari teks dasar logika Aristotelian berjudul Analitica Posteriora.
Mulai tahun 910 Masehi, ia mulai tertarik untuk mempelajari kehidupan manusia dan alam semesta. Ia pun semakin sering membaca karya-karya Plato dan Aristoteles seputar ilmu filsafat kuno.
Saat itu, ada banyak orang yang membanding-bandingkan dan mencari perbedaan pendapat dari kedua filsuf besar tersebut. Menariknya, Al Farabi justru bisa menggabungkan keduanya. Tak hanya itu, ia juga menggabungkan kedua ilmu filsafat tersebut dengan pengetahuan yang didapatkan dari Alquran.
Untuk dapat menggabungkan ilmu tersebut, Al Farabi tidak melakukannya sendiri. Ia mendapatkan bantuan dari gurunya, seorang filsuf terkenal bernama Abu Bishr Matta Ibnu Yunus yang berasal dari Baghdad.
Baca juga: Biografi Laksamana Malahayati, Pahlawan Asal Aceh yang Menjadi Laksamana Wanita Pertama di Dunia
Perjalanan Pengembaraan
Agar dapat memenuhi rasa ingin tahunya yang besar, Al Farabi sering kali melakukan perjalanan hingga ke beberapa negara, seperti Bukhara, Baghdad, Suriah, dan Mesir. Kalau kamu ingin mengetahui seputar perjalanan yang dilakukan Al Farabi, kami akan sedikit membahasnya di biografi ini.
Hijrah pertamanya yang dilakukannya adalah ke Bukhara setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Faryab. Bukhara dipilih karena kota tersebut tengah menjadi pusat pendidikan dan agama bagi Dinasti Samaniyah. Di sana, ia mulai mendalami budaya serta filsafat Persia, ilmu fikih, mempelajari musik, dan beberapa ilmu lainnya.
Beberapa tahun kemudian, ia hijrah ke Baghdad untuk mempelajari bahasa Arab dari Abu Bakar Al Saraj dan mendalami filsafat dari Abu Bishr Matta Ibnu Yunus. Tahun 920 Masehi, ia mengembara ke Kota Harran di sebelah utara Suriah. Saat itu, Harran telah menjadi pusat kebudayaan Yunani di Asia.
Tak lama berada di Harran, Al Farabi kembali ke Baghdad demi semakin mendalami ilmu filsafat dan ilmu logika. Namun, karena adanya situasi politik yang memburuk di Baghdad, ia pindah ke Aleppo pada tahun 942 Masehi.
Empat tahun kemudian, Al Farabi kembali mengembara ke Damaskus dan bertemu dengan Saif Al Daulah Al Hamdani, seorang Kepala Distrik Aleppo yang terkesan dengan kecerdasannya. Bahkan, saking terkesannya, laki-laki yang berasal dari Persia itu ditawari untuk tinggal bersama di istana Saif Al Daulah Al Hamdani dan diangkat sebagai penasihat. Menariknya, selama menjadi penasihat istana, Al Farabi tetap hidup sederhana dan menyumbangkan gajinya untuk orang-orang yang lebih membutuhkan.
Pemikiran-Pemikiran Al Farabi
Sumber: Wikimedia Commons
Hal selanjutnya yang perlu kamu baca di biografi Al Farabi ini adalah seputar hasil-hasil pemikirannya. Karena dengan kecerdasannya, ia memiliki banyak pemikiran yang terkenal hingga sekarang. Kalau penasaran dengan beberapa pemikirannya, kamu bisa mengetahui sedikit di ulasan ini.
1. Filsafat Dasar
Menurut Al Farabi, ilmu filsafat adalah Al Ilmu birmaujudaat bima hiya Al Maujudaat (ilmu yang menyelidiki hakikat dari segala hal). Oleh karena itu, ia mengungkapkan kalau setiap orang perlu mempelajari ilmu filsafat.
Kaum muslimin pun tak perlu khawatir kalau ilmu filsafat akan bertentangan dengan ilmu agama. Al Farabi telah berhasil membuktikan kalau dasar-dasar ilmu filsafat dan ilmu agama Islam itu saling mendukung, bahkan dapat digabungkan.
Dua filsuf yang paling mempengaruhi Al Farabi adalah Aristoteles dan Plato. Menariknya, ketika kebanyakan filsuf lain akan membanding-bandingkan filsafat yang diutarakan oleh kedua filsuf besar tersebut, ia justru berhasil menggabungkannya. Karena keberhasilan itu, ia dikenal sebagai filsuf sinkretisme.
2. Metafisika
Sebenarnya, metafisika masih cabang ilmu filsafat yang membahas tentang hubungan antara hal-hal yang tak terlihat dengan kenyataan. Biasanya yang menjadi topik bahasan adalah seputar jiwa dan tubuh manusia. Pada ilmu ini, Al Farabi banyak menghubungkan ilmu filsafat dengan ketuhanan.
Ia merujuk ke pemikiran Aristoteles dan Neo Platonisme yang menyebutkan tentang Tuhan sebagai Al Maujud Al Awwal (sebab pertama bagi segala yang ada). Pemikiran tersebut sejalan dengan ajaran agama Islam tentang sifat keesaan Allah Swt.
Ia juga menyebutkan kalau untuk membuktikan keberadaan Tuhan, ada dua dalil yang bisa menjadi dasar. Dalil pertama adalah Wajib Al Wujud yang berarti ada bentuknya, muncul dengan sendirinya, juga memiliki bentuk sama dan satu. Dalil kedua adalah Mumkin Al Wujud yang bermakna bahwa bentuknya tak akan berubah kalau tidak ada wujud yang menguatkan.
Baca juga: Biografi Pangeran Antasari, Pahlawan Banjar yang Berusaha Mengusir Belanda dari Kampung Halamannya
3. Negara
Pemikiran Al Farabi seputar kenegaraan banyak dipengaruhi oleh Plato, Aristoteles, dan Ibnu Rabi. Salah satu pendapat utamanya adalah tentang manusia sebagai makhluk sosial yang cenderung hidup bermasyarakat dan tak akan bisa memenuhi kebutuhannya sendiri.
Seperti yang disebutkan dalam bukunya yang berjudul Al Madinah Al Fadhilah (Kota atau Negara Utama), masyarakat itu ibarat tubuh manusia. Jika ada salah satu bagian organ tubuh yang sakit atau terluka, maka dapat mempengaruhi organ tubuh lainnya.
Dengan perumpamaan tersebut, setiap manusia dalam tatanan masyarakat haruslah mendapatkan peran yang tepat dan sesuai dengan kemampuannya. Seperti halnya seorang kepala negara yang memiliki peran penting seperti halnya jantung dalam tubuh.
Masih dalam buku yang sama, Al Farabi juga menyebutkan kalau negara yang baik itu dapat diibaratkan seperti tubuh manusia sehat yang tumbuh dan berkembang dengan baik. Kebalikannya, negara yang rusak itu sama seperti orang sakit yang perlu segera diobati.
Selain tentang sistem kenegaraan, ia juga memiliki sebuah pemikiran seputar orang-orang yang berhak memimpin sebuah negara. Menurutnya, orang-orang yang berhak memimpin negara hanyalah filsuf, raja, dan nabi. Di sisi lain, seandainya tiga orang tersebut tidak ada, ia menyebutkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin.
Syarat-syaratnya adalah tidak cacat fisik, memiliki intelektualitas yang tinggi, memiliki daya pemahaman yang baik, mencintai pendidikan, pandai mengemukakan pendapat, tidak serakah seputar makanan, minuman, dan wanita. Kemudian, seorang pemimpin juga harus mencintai kejujuran dan membenci kebohongan, tidak mementingkan kekayaan dan kesenangan duniawi, berjiwa besar, membenci kezaliman, mencintai keadilan, serta menegakkan keadilan.
4. Musik
Selain pemikiran seputar filsafat dan negara, Al Farabi juga terkenal karena pemikirannya seputar musik. Bahkan, ia banyak dikenal sebagai seniman yang pandai memainkan alat musik dan membuat instrumen musik baru. Salah satu karyanya seputar musik adalah buku berjudul Al-Musiqa.
Tidak seperti beberapa teori yang menyebutkan kalau musik itu dilarang dalam agama Islam, ia justru menyebutkan kalau musik itu penting bagi para muslimin. Menurutnya, musik berguna untuk membuat para pendengarnya merasa tenang dan nyaman. Selain itu, musik juga memiliki manfaat dalam memengaruhi moral, mengendalikan amarah, menyembuhkan penyakit, dan membesarkan spiritualitas.
Baca juga: Biografi Ratna Sari Dewi Soekarno, Istri Presiden Pertama Republik Indonesia yang Penuh Kontroversi
Buku, Risalah, dan Karya-Karya
Hasil-hasil pemikiran yang sudah kamu baca di atas dapat ditemukan dalam karya-karya Al Farabi. Selain karya seputar filsafat, ia juga banyak menuliskan seputar ilmu bahasa, matematika, kimia, astronomi, musik, fikih, ilmu alam, militer, dan kenegaraan.
Sayangnya, tidak banyak orang yang mengetahui karya-karyanya, apalagi yang hanya berupa risalah atau karangan pendek. Beberapa karya Al Farabi bisa kamu ketahui di biografi ini.
Salah satu karyanya yang paling terkenal dan menggabungkan pemikiran Plato dan Aristoteles adalah Al Jam’u Baina Ra’yay Al Hakimain Aflathun wa Aristhu. Kemudian, ada juga karya terkenal lain yang berjudul Tahqiq Ghardh Aristhu fi Kitab ma Ba’da Ath-Thabi’ah yang membahas tentang tujuan dan maksud dari buku Metafisika karya Aristoteles. Karya tersebut yang membuat Ibnu Sina akhirnya dapat memahami ilmu filsafat dari Aristoteles.
Karya selanjutnya adalah Ihsa Al-Ulum wa At-Ta’rif bi Aghradita yang membahas tentang berbagai macam ilmu. Beberapa di antaranya adalah ilmu bahasa, matematika, logika, fisika politik, hukum, ketuhanan, dan gabungan ilmu fikih (hukum Islam) dengan aqidah (ilmu kalam).
Beberapa karya lainnya adalah Syarah Risalah Zainun Al-Kabir Al-Yunani, At-Ta’liqat, Risalah fima Yajibu Ma’rifat Qabla Ta’allumi al-Falsafah, Kitab Tahshil As-Sa’adah, Risalah fi Itsbat Al-Mufaraqah, Uyun Al-Masa‘il. Kemudian ada juga Ara’ Ahl Al-Madinah Al-Fadhilah, Maqalat fi Ma’ani Al-Aql, Fushul Al-Hukm, Risalat Al-Aql, As-Siyasah Al-Madaniyah, Al-Masa’il Al-Falsafiyah wa Al-Ajwibah Anha, dan masih banyak lagi.
Baca juga: Biografi Ernest Douwes Dekker, Keturunan Indonesia-Belanda yang Cinta Mati Pada Tanah Air
Meninggal Dunia
Sumber: Wikimedia Commons
Setelah membaca tentang kehidupan pribadi dan karya-karya juga hasil pemikirannya, hal terakhir yang perlu kamu ketahui di biografi Al Farabi ini adalah tentang akhir hayatnya. Meskipun sebenarnya, tidak banyak informasi yang bisa didapatkan tentang hal ini.
Pada bulan Desember 950 Masehi atau Rajab 339 Hijriah, Al Farabi menghembuskan napas terakhirnya di Damaskus, Suriah. Saat itu bertepatan dengan masa pemerintahan Khalifah Al Muthi’.
Makamnya berada di luar gerbang Al Bab Al Saghir di bagian selatan Kota Damaskus. Pada upacara pemakamannya, Saif Al Daulah Al Hamdani sendiri yang memimpin dan menyampaikan pidato.
Baca juga: Biografi Ibnu Rusyd, Filsuf Muslim Asal Kordoba yang Menafsirkan dan Merangkum Karya Aristoteles
Inspirasi yang Bisa Didapatkan dari Biografi Al Farabi
Jadi bagaimana? Apakah kamu sudah semakin mengenal sosok Al Farabi melalui biografi di artikel ini? Apakah kamu jadi semakin mengerti latar belakang kehidupan dan karya-karya yang sudah ia buat? Kira-kira, inspirasi dan motivasi apakah yang sudah kamu dapatkan?
Al Farabi memiliki semangat belajar yang sangat tinggi sejak masih muda. Ia sering melakukan perjalanan ke beberapa kota demi mendapatkan ilmu terbaik yang ingin ia pelajari.
Kalau kamu sedang ingin mempelajari suatu ilmu, semangat belajar Al Farabi bisa menjadi inspirasi untukmu. Jangan takut untuk melakukan perjalanan jauh dari rumah demi mendapatkan pendidikan yang kamu inginkan.
Kalau masih ingin mencari biografi tokoh-tokoh inspiratif selain Al Farabi, cek kanal Tokoh di KepoGaul.com ini. Kamu bisa mendapatkan biografi presiden pertama Indonesia, pahlawan emansipasi wanita, perdana menteri pertama Indonesia, dan masih banyak lagi. Selamat membaca!