
Dihormati kawan adalah hal yang biasa, tapi dihormati lawan merupakan hal yang luar biasa. Karena kegigihan dan keberaniannya melawan penjajah, Sultan Hasanuddin dijuluki Ayam Jantan dari Timur oleh orang-orang Belanda di Batavia. Simak sejarah dan biografi lengkap Sultan Hasanuddin di artikel ini.
- Nama
- Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape
- Tempat, Tanggal Lahir
- Gowa, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631
- Meninggal
- 12 Juni 1670
- Warga Negara
- Indonesia
- Pasangan
- I Bate Daeng Tommi, I Mami Daeng Sangnging, I Daeng Talele, I Hatijah I Lo’mo Tobo
- Anak
- Karaeng Galesong, Sultan Amir Hamzah, Sultan Muhammad Ali
- Orangtua
- Sultan Malikussaid (Ayah), I Sabbe To’mo Lakuntu (Ibu)
Jika mengingat pelajaran di masa sekolah dasar, apakah kamu ingat dengan nama Ayam Jantan dari Timur? Nama tersebut merupakan julukan yang diberikan oleh orang-orang Belanda untuk menghormati keberanian dan kegigihan Sultan Hasanuddin. Dalam artikel biografi ini kamu akan tahu sejarah dan jasa-jasa Sultan Hasanuddin.
Sultan Hasanuddin sendiri merupakan pahlawan nasional yang berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan. Ia merupakan tokoh kebanggaan yang sangat dicintai masyarakat setempat, bahkan sampai berabad-abad setelahnya.
Tidak hanya melawan penjajah, ia juga merupakan seorang negarawan yang handal. Pada masa pemerintahannya, ia berhasil membuat ekonomi masyarakat Gowa meningkat pesat melebihi masa pemerintahan raja-raja sebelumnya.
Penasaran dengan biografi dan sejarah perjuangan Sultan Hasanuddin dalam melawan penjajah? Simak kisahnya sampai selesai di artikel ini. Semoga setelah membacanya, kamu terinspirasi dengan keberanian sang Ayam Jantan.
Kehidupan di Dalam Kasultanan Gowa
Membahas biografi dan sejarah Sultan Hasanuddin tentu tidak lengkap jika belum tahu latar belakangnya. Tidak hanya keluarga, kamu juga perlu tahu bagaimana kondisi masyarakat dan politik di Kasultanan Gowa.
1. Berdirinya Kasultanan Gowa
Kerajaan Gowa terbentuk dari gabungan sembilan chiefdom (kelompok masyarakat dengan tingkatan) yang ada di pesisir pantai Sulawesi Selatan. Sembilan chiefdom ini kemudian menamai dirinya Bate Salapang lalu memperluas wilayahnya dengan diplomasi dan paksaan terhadap chiefdom lain di sekitarnya. Hingga pada tahun 1300, Tumanurung diangkat menjadi raja pertama dan Bate Salapang berubah menjadi Kerajaan Gowa.
Kerajaan Gowa terus berkembang dan memperluas wilayah hingga mampu menguasai pesisir selatan Pulau Sulawesi. Pada masa pemerintahan raja ke-9, Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna, mereka berhasil menjalin persekutuan dengan Kerajaan Tallo. Terutama dalam hal pertahanan dan perdagangan.
Pada pemerintahan raja ke-14 tepatnya tahun 1600, Sultan Alaudin secara resmi mengubah Gowa menjadi kerajaan Islam. Demi memperluas wilayah, pengaruh politik, dan menyebarkan agama, Sultan Alaudin pun mulai menaklukkan kerajaan di sekitarnya.
Tiga kerajaan yang berhasil ditaklukkan Sultan Alaudin adalah Bone, Soppeng, dan Wajo. Keluarga raja dari kerajaan tersebut kemudian ditangkap dan dibesarkan sebagai tawanan kerajaan. Mereka diberi kehidupan yang layak, pendidikan, dan pekerjaan di wilayah istana, hanya saja tidak bisa meninggalkan wilayah Gowa.
Salah satu tawanan kerajaan dari masa Sultan Alaudin ini adalah pangeran Kerajaan Bone, Arung Palakka (Aru Palakka). Aru dipekerjakan sebagai pelayan di kediaman penasihat raja, Karaeng Pattigaloang. Dalam biografi dan sejarah Sultan Hasanuddin, diceritakan bahwa ia dan Aru merupakan teman seperguruan.
Baca juga: Mengenang Sosok Penyair yang Dijuluki Si Binatang Jalang Lewat Biografi Chairil Anwar Ini
2. Keluarga Sultan Hasanuddin
Menurut sejarah dan liputan biografi dari YouTube Arsip Nusantara, Sultan Hasanuddin merupakan raja Kerajaan Gowa yang ke-16. Ia memiliki nama asli Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape. Nama Sultan Hasanuddin merupakan pemberian dari Syeikh Sayyid Jalaludin bin Ahmad Bafaqih Al-Aidid, guru sekaligus pemuka agama pada saat itu.
Ayahnya merupakan raja Gowa ke-15 yang bernama I Manuntungi Daeng Mattola atau lebih dikenal dengan nama Sultan Malikkusaid. Ibunya merupakan seorang putri dari bangsawan Laikang, I Sabbe To’mo Lakuntu. Ia memiliki seorang saudari kandung bernama I Patimang Daeng Nisaking Karaeng Bonto Je’ne dan dua saudara tiri Karaeng Bonto Majanang dan Karaeng Tololo.
Jika Anda lihat biografi dan catatan sejarah, Sultan Hasanuddin memiliki empat orang istri dan tiga orang anak. Tapi menurut penuturan penjaga makam raja pada video milik Arsip Nusantara, I Mallombasi sebenarnya memiliki delapan istri dan lebih banyak anak.
Empat istri yang tercatat adalah I Bate Daeng Tommi, I Mami Daeng Sangnging, I Daeng Talele, dan I Hatijah I Lo’mo Tobo. Sementara tiga anaknya Karaeng Galesong, Sultan Amir Hamzah, dan Sultan Muhammad Ali. Istri dan anak-anak lainnya tidak tercatat karena secara status sosial dan adat tidak bisa mewarisi tahta kerajaan.
3. Masa Muda
Sumber: Wikimedia Commons
Banyak sumber sejarah dan biografi menyebutkan bahwa sejak kecil Sultan Hasanuddin lebih unggul dalam pelajaran dibanding saudara dan teman-teman seperguruannya. Ia juga sangat pandai bergaul dengan masyarakat, terutama pedagang. Tidak hanya pedagang lokal, ia juga pandai bergaul dengan pedagang dari Arab, India, Inggris, Portugis, dan Belanda yang kerap singgah di Makassar.
Memang, pada saat itu Makassar merupakan rute terbesar perdagangan di daerah Indonesia Timur. Banyak pedagang rempah-rempah merapat ke tempat itu setelah mengambil barang dari Kepulauan Maluku. Karena itu, Kerajaan Gowa sudah menjalin hubungan diplomasi dengan kerajaan-kerajaan di Eropa.
Karena kemampuan negosiasi dan wawasan I Mallombasi yang luas, Sultan Malikkusaid kerap membawanya untuk misi kerajaan. Tidak hanya masalah perundingan izin dan perniagaan, ia juga kerap diajak mengikuti misi diplomasi.
Selain belajar ilmu tata negara dan menemani ayahnya dalam misi kerajaan, I Mallombasi juga disibukkan dengan belajar agama. Ia belajar ilmu Islam di sebuah masjid di Bontoala, Makassar, Sulawesi Selatan. Karena mendalami agama sejak usia belia, ia pun tumbuh menjadi pemuda yang islami.
Perjuangan Sultan Hasanuddin Melawan VOC
Dalam artikel biografi dan sejarah ini, paling ditunggu adalah kisah Sultan Hasanuddin dalam memerangi para penjajah. Wajar saja, sebab tak mungkin ia dinobatkan menjadi pahlawan nasional jika hanya berdiam di rumah. Simak kisah lengkap di bawah ini sampai selesai.
1. Awal Mula Konflik dan Naik Tahta
Jika membaca ulang buku sejarah atau biografi Sultan Hasanuddin, kamu akan menyadari bahwa konflik dengan VOC sudah terjadi sejak zaman kakeknya menjadi raja. Hanya saja, perang besar baru meletus pada saat Sultan Malikkusaid berkuasa.
Pencetus kemarahan Sultan Malikkusaid adalah sikap VOC yang ingin memonopoli rempah dari Maluku. Mereka tidak hanya memaksa petani menjual barang dengan harga yang ditetapkan sendiri, tapi juga menebang pohon pala dan cengkih di beberapa tempat untuk membuat stok terbatas dan harga barang tetap tinggi.
Saat perang dengan VOC akhirnya pecah, Sang Ayam Jantan ditunjuk menjadi panglima pertahanan karena kemampuan strateginya. Menurut biografi Sultan Hasanuddin, saat itu usianya baru menginjak 21 tahun. Tapi usia muda tidak menjadi masalah, selama dua tahun menjadi panglima tak ada sedikit pun wilayah Gowa yang berhasil diduduki VOC.
Pada 1652, Sultan Malikkusaid gugur dalam pertempuran. Sebelum wafat ia bertitah agar menjadikan I Mallombasi sebagai penerus tahta kerajaan, sebab menurutnya Gowa lebih membutuhkan sosok raja yang berani.
Titah itu disetujui oleh para penasihat dan keluarga kerajaan lainnya tanpa ada drama pangeran berebut tahta. Meski memang secara adat I Mallombasi sebenarnya tidak bisa menjadi raja karena status ibunya yang lebih rendah dari ayahnya. Maka diusia 23 tahun, I Mallombasi pun resmi dinobatkan menjadi raja ke-16 Kasultanan Gowa.
Baca juga: Biografi Martha Christina Tiahahu, Salah Satu Pahlawan Nasional Muda yang Gugur di Medan Perang
2. Memukul Mundur VOC
Hubungan kedua belah pihak dalam perang di Sulawesi Selatan semakin memanas. Penyelesaian masalah lewat perang bersenjata memakan banyak waktu dan korban. Pasalnya, kekuatan militer Belanda dan Kerajaan Gowa relatif seimbang.
Tidak hanya perang bersenjata yang tak kunjung usai, resolusi konflik melalui diplomasi pun sering berujung buntu. Beberapa kali pihak Belanda mengirim utusan untuk melakukan perundingan damai. Tapi usulan selalu ditolak karena syarat yang hanya memperbolehkan Belanda membeli rempah dari Maluku.
Dalam biografi Sultan Hasanuddin, ia sempat menjelaskan pada Belanda jika memonopoli sesuatu adalah hal yang buruk. Sebab menurutnya bumi dan lautan merupakan ciptaan Allah, jadi bertani dan berdagang dengan memanfaatkan keduanya merupakan hak semua orang.
Tapi Belanda tidak mau menerima hal tersebut, sehingga beberapa kali timbul konflik. Sultan Hasanuddin juga bukan orang yang takut dengan Belanda, karena itu ia tidak pernah mundur dalam setiap pertikaian. Karena strategi perangnya yang terkenal agresif, I Mallombasi berhasil memukul mundur VOC dari Sulawesi Selatan pada tahun 1660.
3. Julukan Sang Ayam Jantan dari Timur
Sumber: YouTube – Arsip Nusantara
Setelah berhasil memukul mundur pasukan VOC dari Sulawesi Selatan, I Mallombasi memutuskan untuk menjadikan Makassar rute perdagangan bebas. Hasilnya, ekonomi rakyat meningkat pesat karena semakin banyak transaksi dan pedagang yang singgah. Masa itu pun dianggap oleh masyarakat sebagai masa keemasan Kesultanan Gowa.
Berkat kemahiran berperang, keberanian, serta kepiawaian mengatur kerajaannya, nama Hasanuddin pun tersebar hingga Batavia. Orang-orang Belanda yang tinggal di Batavia pun mulai menjulukinya De Haantjes van Het Osten atau Ayam Jantan dari Timur. Menurut sejarah dan biografi Sultan Hasanuddin, julukan itu merupakan bentuk kekaguman Belanda karena keberaniannya melawan.
Baca juga: Biografi Abdul Haris Nasution, Jenderal Angkatan Darat yang Dianggap Saingan Politik oleh Soeharto
Kekalahan Sultan Hasanuddin
Sumber: Wikimedia Commons
Pada tahun 1666, Laksamana Belanda Cornelis Speelman membawa armada ke Sulawesi Selatan untuk kembali mencoba mengambil alih Gowa. Meski upayanya menduduki Gowa belum berhasil, ia berhasil menduduki kerajaan-kerajaan di sekitarnya.
Jika kamu ingat penjelasan sejarah Gowa dalam biografi Sultan Hasanuddin ini, Sultan Malikkusaid memperluas wilayah dengan menaklukkan tiga kerajaan. Hal tersebut dimanfaatkan oleh VOC dengan memecah belah kerajaan-kerajaan itu.
Pada 1667, mulailah muncul gerakan pemberontak di Kerajaan Gowa yang berasal dari Bone dan Soppeng. Pemimpin gerakan tersebut adalah Arung Palakka, teman seperguruan Hasanuddin. Arung Palakka yang kalah kemudian kabur ke Buton, lalu ke berlayar Batavia untuk mencari bantuan.
Meski pengkhianatan berhasil diatasi dan situasi dalam kasultanan kembali normal, kekuatan militer Gowa berkurang drastis. Tidak hanya karena korban saat membasmi pemberontakan, tapi juga pasukan yang berasal dari Bone dan Soppeng berbalik melawan.
Speelman tidak diam saja, ia mengerahkan pasukan Belanda untuk menyerbu Somba Opu. Akhirnya, setelah berperang selama 16 tahun, Sultan Hasanuddin pun dapat dikalahkan. Untuk mengakhiri perang, dibuatlah Perjanjian Bungaya pada November 1667.
Dalam biografi diceritakan bahwa dua tahun setelah Perjanjian Bungaya, Sultan Hasanuddin sempat melakukan perlawanan. Hal itu dilakukannya sebagai bentuk kecewa dengan isi perjanjian yang terlalu merugikan penduduk. Sayangnya, upaya tersebut gagal dan pasukan berhasil dibubarkan.
Baca juga: Biografi Ibnu Sina, Bapak Kedokteran Modern yang Ideologinya Menjadi Kontroversi
Turun Tahta dan Wafat
Sumber: YouTube – Arsip Nusantara
Dari sejarah dan biografi yang dituturkan penjaga makam, Sultan Hasanuddin mundur dari jabatannya sebagai raja pada 1669 karena sakit. I Mallombasi lalu memutuskan untuk menjadi guru agama Islam untuk anak-anak muda. Tahta kerajaan diteruskan oleh anak laki-lakinya, Sultan Amir Hamzah yang saat itu berusia 13 tahun.
Setahun kemudian, tepatnya pada 12 Juni tahun 1670, ia meninggal saat masih berusia 39 tahun. Ia diberi gelar Tumenanga Riballa Pangkana yang artinya raja yang meninggal di atas istananya. Ia lalu dikebumikan di komplek makam raja di Katangka, Somba Opu, Sulawesi Selatan. Untuk menghormati jasanya, di atas makam Hasanuddin dipasang lambang ayam jantan.
Sultan Hasanuddin merupakan figur yang sangat disegani dan menginspirasi masyarakat tidak hanya di Sulawesi Selatan, tapi juga Indonesia. Untuk menghormati jasanya, Presiden Soeharto mengangkatnya sebagai Pahlawan Nasional pada 1973.
Nama dan lukisan wajahnya juga sering muncul di beberapa hal. Mulai dari perangko, stadion, jalan, universitas, hingga nama bandar udara internasional di Makassar.
Baca juga: Biografi Tung Desem Waringin, Sang Motivator Kondang Pencetak Rekor MURI
Semoga Kamu Terinspirasi setelah Membaca Biografi Sultan Hasanuddin Ini
Demikian sejarah singkat dan biografi Sultan Hasanuddin, Sang Ayam Jantan dari Timur. Semoga setelah membaca kisah perjuangannya kamu terinspirasi dan termotivasi untuk selalu berani melawan ketidakadilan.
Memang, zaman sekarang sudah tidak lagi ada penjajah yang menindas dengan kejam. Tapi yang namanya kejahatan bisa beragam bentuknya, melawan pun juga tidak harus dengan cara berkelahi. Bisa dengan opini, sindiran, protes, atau gerakan masyarakat.
Jika kamu menyukai kisah-kisah para pahlawan, jangan lupa kunjungi artikel tokoh lainnya. Mulai dari Sultan Ageng Tirtayasa, Laksamana Malahayati, hingga KH. Agus Salim dapat kamu baca dan pelajari.