
Selama Belanda menjajah Indonesia, ada banyak sekali perlawanan yang dilakukan oleh rakyat pribumi, salah satunya oleh Pangeran Antasari. Sejak tahun 1800-an, ia berusaha mengusir Belanda yang sudah mengacak-acak tanah kelahirannya, Banjar. Kisah lebih lengkapnya bisa kamu dapatkan di biografi Pangeran Antasari yang sudah kami siapkan di bawah ini.
- Nama Asli
- Gusti Inu Kartapati
- Nama Terkenal
- Pangeran Antasari
- Tempat, Tanggal Lahir
- Kayu Tangi, 1809
- Meninggal Dunia
- 11 Oktober 1862
- Pasangan
- Ratu Antasari (Ratoe Idjah) binti Sultan Adam, Nyai Fatimah
- Anak
- Panembahan Muhammad Said, Sultan Muhammad Seman, Putri Kaidah, Putri Hasiah
- Orang Tua
- Pangeran Masohut/Mas'ud (Ayah), Gusti Khadijah binti Sultan Sulaiman (Ibu)
Sejarah mencatat, jauh sebelum perjuangan menuju kemerdekaan, ada banyak sekali pahlawan-pahlawan lokal Indonesia yang berusaha mengusir penjajah dari kampung halamannya, contohnya seperti Pangeran Antasari. Sepak terjangnya itu bisa kamu ketahui dari biografi Pangeran Antasari ini.
Pada tahun 1859, Belanda berusaha memecah belah suku-suku di Banjar agar Nusantara bisa dikuasai dengan mudah. Salah satu cara yang mereka gunakan untuk memecah belah adalah dengan melakukan politik Devide et impera atau politik adu domba.
Perpecahan tersebut membuat usaha Pangeran Antasari mengusir pemerintah Belanda menjadi lebih sulit. Ia harus berusaha melawan para penjajah dan menyatukan suku-suku bangsanya sendiri dalam waktu yang bersamaan.
Semakin penasaran dengan perjuangan dan kehidupan pribadinya? Langsung simak biografi Pangeran Antasari yang sudah kami siapkan di bawah ini, yuk! Selamat membaca!
Kehidupan Pribadi Pangeran Antasari
Sebelum membaca tentang perjuangan Pangeran Antasari dalam memperjuangkan Banjar pada biografi ini, pertama-pertama kamu perlu mengetahui kehidupan pribadinya terlebih dahulu. Di bawah ini, kamu bisa membaca tentang masa kecilnya dan keluarganya.
1. Masa Muda
Meskipun dikenal dengan nama Pangeran Antasari, laki-laki yang lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar ini memiliki nama asli Gusti Inu Kartapati. Tahun kelahirannya masih simpang siur, yaitu antara tahun 1797 atau 1809.
Ia merupakan keturunan langsung dari penguasa Kesultanan Banjar yang memiliki pengaruh dari Kalimantan Selatan hingga Kalimantan Timur bagian selatan. Kakeknya adalah Pangeran Amir yang gagal naik takhta karena campur tangan Belanda.
Ayahnya bernama Pangeran Masohut (Mas’ud) dan ibunya bernama Gusti Khadijah binti Sultan Sulaiman. Ia juga memiliki seorang adik perempuan bernama Ratu Sultan Abdul Rahman, yang nantinya menikah dengan seorang pangeran Banjar bernama Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam.
Meskipun berdarah biru, Pangeran Antasari dididik untuk tumbuh berbaur dengan pedagang dan petani di luar lingkungan istana. Ia juga sering mendalami agama dari ulama-ulama. Nggak heran kalau ia tumbuh menjadi sosok yang memiliki jiwa sosial tinggi dan berpengetahuan agama luas.
Sejak kecil, Pangeran Antasari selalu diajari untuk tidak pernah percaya pada pemerintah Belanda. Alasannya adalah insiden kegagalan Pangeran Amir yang gagal naik takhta bertahun-tahun yang lalu.
2. Kehidupan Pernikahan
Pangeran Antasari memiliki dua orang istri, yaitu Ratu Antasari (Ratoe Idjah) binti Sultan Adam dan Nyai Fatimah yang merupakan adik dari Tumenggung Surapati. Dari dua pernikahan tersebut, ia memiliki delapan putri dan dua putra.
Sayangnya, tidak banyak informasi yang bisa didapatkan seputar nama-nama anak Pangeran Antasari. Beberapa nama yang cukup dikenal hanyalah Panembahan Muhammad Said, Sultan Muhammad Seman, Putri Kaidah, dan Putri Hasiah.
Panembahan Muhammad Said dan Sultan Muhammad Seman adalah putra-putra Pangeran Antasari yang nantinya akan meneruskan perjuangan ayahnya dalam melawan kolonial Belanda. Selain itu, setelah sang ayah meninggal dunia, Sultan Muhammad Seman menggantikan posisinya sebagai pemimpin Kesultanan Banjar dengan gelar Tuan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Muhammad Seman.
Baca juga: Biografi Moh Yamin, Sosok Penting di Balik Sumpah Pemuda dan Pancasila
Perang Banjar
Sumber: Wikimedia Commons
Hal selanjutnya yang perlu kamu ketahui pada biografi Pangeran Antasari ini adalah seputar terjadinya Perang Banjar. Pada perang tersebut, Pangeran Antasari memiliki peran yang sangat penting. Ingin tahu seperti apa perannya?
1. Penyebab Perang Banjar
Awal mula peperangan ini terjadi karena pemerintah Belanda dengan sengaja mendukung Sultan Tamjidillah II untuk naik takhta pada tahun 1857. Padahal, Sultan Tamjidillah II tidak disukai oleh rakyat Banjar karena terlalu memihak Belanda dan sering kali merugikan masyarakat.
Selain memaksakan kekuasaan, Belanda juga membuat banyak keluarga di Banjar terpecah belah dan bermusuhan. Usaha tersebut banyak dikenal dengan istilah Devide et impera atau politik adu domba.
Pangeran Antasari tentu saja tidak menginginkan perpecahan itu terjadi pada orang-orang di kampung halamannya. Ia langsung mengumpulkan beberapa kepala daerah dan sepakat untuk mengangkat senjata mengusir Belanda dari Banjar. Kepala daerah yang ia ajak di antaranya adalah Tumenggung Singapati, Kyai Adipati Mangkunegara, Demang Leman, Kiai Serta Kara, Tumenggung Surapati, dan Cakrawati.
2. Terjadinya Perang Banjar
Sumber: Wikimedia Commons
Setelah berhasil meyakinkan para kepala daerah untuk melawan Belanda, Pangeran Antasari memulai perlawanan itu pada tanggal 25 April 1859. Bersama prajuritnya, ia menyerang tambang batu bara milik Belanda yang terletak di Pengaron, salah satu kecamatan di Banjar.
Semangat perlawanan yang dikobarkan oleh Pangeran Antasari pada rakyat Banjar sempat membuat Belanda merasa kewalahan. Pihak pemerintah Belanda kemudian berusaha menyuap dan memberi hadiah padanya agar berhenti melakukan perlawanan. Namun, sang pangeran tak menghentikan usahanya untuk melawan Belanda.
Bahkan, ia mulai menyerang pos-pos penjagaan Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Tanah Laut, Tabalong, Riam Kanan, dan sepanjang sungai Barito hingga Puruk Cahu. Meskipun berhasil menyerang dan merebut pos-pos penjagaan juga benteng pertahanan Belanda, mereka tak bisa merebut pasokan persenjataan.
Untuk mengatasi masalah persenjataan dan makanan yang mulai menipis, Pangeran Antasari menulis surat pada beberapa kerabatnya di Kerajaan Kutai. Surat yang dibuat pada tanggal 18 Februari 1860 itu dikirimkan pada Pangeran Purbasari, Pangeran Nata Kusuma, Pangeran Anom, dan Kerta.
Dengan bantuan tersebut, ia semakin membakar api semangat rakyatnya. Pada tanggal 26 Desember 1859, ia berhasil memimpin pasukannya untuk meledakkan dan menenggelamkan kapal Onrust milik Belanda.
Peledakkan tersebut membuat 10 perwira, 40 marinir, dan 43 anak buah kapal di dalamnya tewas. Beberapa di antaranya adalah Letnan Van der Velde, Letnan Banger C., Letnan I Van Perstel, dan Letnan II Frederick Hendrik Van der Kop.
Penyerangan itu membuat pemerintah Belanda marah dan membuat keputusan untuk menghapus Kesultanan Banjar secara resmi pada tanggal 11 Juni 1860. Mereka juga mengirim seorang Residen dari Hindia Belanda sebagai pemimpin Banjar yang baru. Keputusan itu membuat semangat juang pasukan Antasari semakin terbakar dan melanjutkan perlawanan itu hingga ke Kalimantan Tengah.
Sayangnya, ketika pasukan Belanda mendapatkan bantuan persenjataan modern pada tanggal 9 Agustus 1860, pasukan Antasari mulai terdesak. Pusat pertahanan rakyat Banjar sampai harus dipindahkan ke Muara Teweh. Untungnya, hingga akhir tahun 1861 mereka masih berhasil melindungi benteng Tundakan dan Mount Tongka.
3. Akal-Akalan Belanda untuk Melemahkan Pangeran Antasari
Karena upaya untuk mengalahkan dan menjatuhkan pasukan Antasari sering kali mengalami kegagalan, Belanda berusaha mengajak sang pangeran berunding. Melalui perundingan itu, Belanda menjanjikan hidup mewah dan terjamin selama Pangeran Antasari berhenti melakukan perlawanan.
Apakah ia menerima tawaran dari Belanda? Jelas aja nggak! Ia bahkan menulis surat pada Letnan Kolonel Gustave Verspijck pada tanggal 20 Juli 1861. Surat tersebut berisi tentang pernyataan kalau ia nggak akan pernah meminta ampun dan akan terus berjuang hingga Belanda pergi dari tanah kelahirannya.
Masih belum berhenti menyerah, Belanda lalu menawarkan imbalan sebesar 10.000 gulden untuk siapa saja yang bisa menangkap dan membunuh Pangeran Antasari. Namun, tidak ada orang yang pernah menerima tawaran tersebut.
Akhir tahun 1862, Pangeran Antasari berencana melakukan serangan besar-besaran di sebuah benteng milik Belanda. Sayangnya, saat itu tengah ada wabah cacar yang menyebar di Kalimantan dan ia menjadi salah satu korban.
Dampak dari peperangan tersebut adalah pemerintah Belanda tak akan memberikan pengampunan pada beberapa golongan di Banjar. Golongan tersebut adalah Kiai Djaya Lalana, Amin Oellah, Demang Lehman, Goesti Kassan, Soero Patty, dan Pangeran Antasari beserta keturunannya.
Baca juga: Biografi Wikana, Tokoh Kemerdekaan Indonesia yang Terlupakan dari Sejarah
Menjadi Pemimpin Kesultanan Banjar
Sumber: Instagram – kesultananbanjar_official
Di tengah-tengah upayanya memimpin peperangan, ia diangkat sebagai pemimpin untuk seluruh rakyat Banjar. Kira-kira apa alasannya, ya? Langsung lanjutkan membaca biografi Pangeran Antasari ini, yuk!
Saat menyerang Pengaron, secara diam-diam pemerintah Belanda menyandera keluarga Pangeran Hidayatullah Khalilullah. Agar keluarganya itu tak terbunuh, secara terpaksa Pangeran Hidayatullah keluar dari arena gerilya. Namun, keputusan itu justru membuat sang pangeran ditangkap lalu dikucilkan di Cianjur.
Karena adanya kekosongan kekuasaan di Kesultanan Banjar, Pangeran Antasari diangkat sebagai pemimpin. Upacara penobatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 1862 atau bertepatan dengan tanggal 13 Ramadhan 1278 Hijriah. Seruan yang ia lakukan saat penobatan itu, Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah, menjadi terkenal hingga sekarang.
Dengan jabatan sebagai pemimpin, ia diberi gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin yang berarti pemimpin pemerintahan, panglima perang, dan pemuka agama tertinggi. Para kepala suku Dayak dan adipati wilayah Dusun Atas, Kahayan, dan Kapuas turut serta menghadiri penobatan tersebut.
Ia tak hanya menjadi pemimpin untuk wilayah suku Banjar saja, tetapi juga suku-suku lain di sekitarnya. Di antaranya adalah suku Ngaju, Maanyan, Siang, Kutai, Sihong, Murung, Pasir, Bakumpai, dan suku-suku lain di sekitar sungai Barito. Suku-suku yang dipimpinnya juga bukan hanya yang mayoritas warganya beragama Islam saja, tetapi juga pemilik keyakinan Kaharingan.
Baca juga: Biografi Sultan Hasanuddin, Raja Gowa yang Disegani Prajurit Belanda
Akhir Hayat Pangeran Antasari
Sumber: Wikimedia Commons
Nah, kalau sudah membaca perjalanan hidup Pangeran Antasari, hal selanjutnya yang perlu kamu baca di biografi ini adalah tentang akhir hayatnya. Salah satu pemimpin Kesultanan Banjar ini meninggal dunia saat tengah berjuang mengusir Belanda dari kampung halamannya.
Saat itu usianya memang sudah tak lagi muda, tetapi tetap saja semangat juangnya masih menggebu-gebu. Bahkan, ia masih merencanakan penyerangan-penyerangan selanjutnya. Namun, mendadak ia menderita sakit paru-paru dan cacar setelah pulang dari pertempuran di kaki Bukit Bagantung, Tundakan.
Pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampiran, Pangeran Antasari meninggal dunia. Perjuangannya yang masih belum berakhir dilanjutkan oleh putranya, Sultan Muhammad Seman.
Setelah dimakamkan di daerah hulu Sungai Barito selama 96 tahun, kerangkanya yang tersisa dipindahkan pada tanggal 11 November 1958. Sisa tulang tengkorak, tempurung lutut, dan beberapa helai rambutnya dimakamkan ulang di Taman Makam Pahlawan Perang Banjar yang terletak di Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin.
Baca juga: Biografi Laksamana Malahayati, Pahlawan Asal Aceh yang Menjadi Laksamana Wanita Pertama di Dunia
Penghargaan dari Pemerintah Indonesia
Hal terakhir yang perlu kamu baca di biografi Pangeran Antasari ini adalah seputar penghargaan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia. Berkat jasa-jasanya dalam memperjuangkan tanah Banjar dari Belanda, ia mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Gelar tersebut diberikan pada tanggal 27 Maret 1968 berdasarkan Surat Keputusan No. 06/TK/1968. Pemerintah Indonesia juga mengabadikan namanya sebagai julukan untuk Kalimantan Selatan, yaitu Bumi Antasari.
Pada tahun 2009, pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia mengabadikan nama dan gambarnya pada uang kertas nominal Rp2.000. Tak hanya itu, pemerintah daerah Kalimantan Selatan juga menggunakan nama sang pahlawan dari Banjar itu sebagai nama Komando Resort Militer (Korem) 101 Antasari dan Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari di Banjarmasin.
Baca juga: Biografi HOS Cokroaminoto, Guru Tokoh Besar Nasional yang Dijuluki Raja Jawa Tanpa Mahkota
Nilai-Nilai Perjuangan Pangeran Antasari yang Didapatkan dalam Biografi Ini
Itulah tadi biografi sang pahlawan dari tanah Banjar yang bernama Pangeran Antasari. Setelah membaca artikel ini, kira-kira nilai perjuangan seperti apakah yang bisa kamu dapatkan?
Apakah kamu bisa merasakan semangatnya dalam mengusir Belanda dari tanah kelahirannya? Kira-kira, maukah kamu memperjuangkan tanah kelahiranmu dari orang-orang yang mengganggu?
Di masa modern ini, kamu mungkin berpikiran berjuang untuk mengusir penjajah dari Indonesia sudah tidak diperlukan lagi. Namun, kamu tetap harus menjaga lingkunganmu. Karena hal tersebut bisa menjadi salah satu usahamu di masa modern ini untuk berjuang demi kampung halaman tercinta.
Terkadang masalah akan menghambat segala usahamu itu, tetapi tidak berarti kamu bisa langsung menyerah begitu saja. Akan lebih baik jika kamu bersabar dan mengingat kutipan bijak dari Pangeran Antasari yang kini menjadi moto Provinsi Kalimantan Selatan: “Haram menyarah, waja sampai kaputing,” yang memiliki arti “Haram (atau pantang) menyerah, berjuanglah sampai titik darah penghabisan.”
Kalau kamu mencari biografi orang-orang yang nggak kalah menginspirasi seperti Pangeran Antasari, cek kanal Tokoh di KepoGaul.com. Kamu bisa mendapatkan biografi presiden pertama Indonesia, pendiri Kesultanan Demak, pencipta lagu Indonesia Raya, dan masih banyak lagi.