
Haji Agus Salim adalah pahlawan diplomasi yang menjadi perwakilan Indonesia dalam beberapa perundingan. Berkat jasa-jasanya, kemerdekaan Indonesia dapat diakui oleh negara-negara lain di Indonesia. Nah, kalau kamu ingin mengenal sosoknya lebih jauh, langsung saja baca biografi KH Agus Salim yang ada di artikel ini!
- Nama Asli
- Masyhudal Haq
- Nama Terkenal
- KH Agus Salim
- Tempat, Tanggal Lahir
- Koto Gadang, 8 Oktober 1884
- Meninggal Dunia
- 4 November 1954
- Pekerjaan
- Menteri Luar Negeri Indonesia, Menteri Muda Luar Negeri Indonesia
- Pasangan
- Zaenatun Nahar (1912–1954)
- Anak
- Theodora Atia, Jusuf Taufik, Violet Hanifah, Maria Zenobia, Ahmad Sjauket, Islam Basari, Abdul Hadi, Siti Asiah, Zuvhra Adiba, dan Sidik Salim.
- Orang Tua
- Soetan Salim gelar Soetan Mohamad Salim (Ayah), Siti Zainab (Ibu)
Kamu tentu sudah pernah membaca di buku sejarah kalau setelah Indonesia merdeka ada banyak proses diplomasi yang perlu dilakukan agar republik ini bisa diakui oleh negara lain. Nah, di biografi ini kami akan mengupas tuntas perjalanan hidup salah satu diplomat yang cukup terkenal dan disegani, yaitu KH Agus Salim.
Meskipun KH Agus Salim termasuk sosok penting dalam proses pengakuan kemerdekaan Indonesia, sayangnya tidak banyak orang yang mengetahui seperti apa perannya yang sesungguhnya. Kebanyakan orang mungkin hanya pernah mendengar namanya saja
Padahal, salah satu hal yang membuatnya disegani adalah kemampuannya berpidato dalam berbagai macam bahasa asing. Sehingga delegasi dari negara-negara lain pun terkesan dan akhirnya memberikan pengakuan akan kemerdekaan Indonesia.
Kalau ingin mengenal sosoknya lebih dekat, langsung saja simak biografi KH Agus Salim yang sudah kami siapkan di artikel ini, yuk! Kamu bisa mengetahui perjalanan hidupnya dan jasa-jasanya untuk Indonesia. Selamat membaca!
Kehidupan Pribadi
Sumber: Instagram – gerilyasastra
Untuk memulai pembahasan di biografi KH Agus Salim ini, kamu perlu mengetahui masa mudanya terlebih dahulu. Mulai dari masa kecil, pendidikan yang ditempuh, hingga pekerjaan yang pernah dilakoninya.
1. Keluarga KH Agus Salim
Pria yang lahir pada tanggal 8 Oktober 1884 ini sebenarnya memiliki nama asli Masyhudal Haq, yang berarti pembela kebenaran. Nama tersebut terinspirasi dari seorang tokoh di salah satu buku favorit sang ayah.
Ketika masih kecil, Masyhudal Haq memiliki seorang pengasuh yang berasal dari Jawa Timur dan suka memanggilnya “den bagus”. Panggilan yang dipendekkan menjadi “gus” itu lama kelamaan menjadi panggilan dari sahabatnya juga.
Karena terlalu terbiasa dengan dengan panggilan itu, lama-lama Masyhudal Haq jauh lebih dikenal sebagai Agus. Setelah ditambahkan nama belakang ayahnya, namanya kemudian menjadi Agus Salim.
Putra keempat dari pasangan Soetan Mohamad Salim dan Siti Zainab ini cukup beruntung karena terlahir dari keluarga yang berkecukupan. Ayahnya merupakan Kepala Jaksa di Pengadilan Tinggi Riau dan pamannya yang bernama Syaikh Ahmad Khatib Al-Minakabauwi adalah seorang ulama terkenal di Mekkah.
2. Pendidikan
Dengan kedudukan tinggi sang ayah di pemerintahan, KH Agus Salim beruntung dapat bersekolah di sebuah sekolah dasar bergengsi bernama Europeesche Lagere School atau ELS. Pada tahun 1897, ia melanjutkan pendidikannya ke Hoogere Burger School (HBS) di Batavia.
Di antara kaum kolonial dan terpelajar di Hindia Belanda, nama KH Agus Salim cukup banyak dikenal juga disegani. Alasannya adalah karena ia menjadi siswa terbaik dengan nilai tertinggi. Tak hanya itu, saat lulus dari HBS ia juga sudah menguasai tujuh bahasa asing.
Setelah lulus, ia berniat melanjutkan pendidikannya ke sekolah kedokteran terbaik di Belanda. Namun, cita-cita itu harus ia padamkan karena beasiswa pendidikan yang ia ajukan ditolak oleh pemerintah.
Ketika RA Kartini mengetahui kabar bahwa ada seorang siswa cerdas yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya, ia langsung merekomendasikan beasiswa miliknya sebesar 4.800 gulden dialihkan untuk siswa yang bernama KH Agus Salim itu. Lagipula pahlawan emansipasi wanita itu sudah akan menikah dan sudah dipastikan calon suaminya tidak akan merestui untuk melanjutkan sekolah.
Pihak pemerintah Hindia Belanda sebenarnya sudah menyetujui rekomendasi dari RA Kartini. Namun, Haji Agus Salim justru menolak usulan tersebut karena beranggapan kalo beasiswa itu bukanlah atas hasil jerih payahnya sendiri.
3. Pekerjaan
Selanjutnya, pada biografi ini kamu bisa mengetahui tentang pekerjaan-pekerjaan yang pernah dilakoni KH Agus Salim. Karena gagal melanjutkan pendidikan ke sekolah kedokteran, KH Agus Salim kemudian bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris di sebuah perusahaan pertambangan. Atas rekomendasi dari pamannya, ia pindah ke Jeddah dan bekerja di Konsulat Belanda.
Selama berada di Jeddah, ia memanfaat kesempatan untuk mempelajari cara berdiplomasi dan memperdalam agama Islam pada pamannya. Ia juga beberapa kali menjalankan ibadah haji hingga akhirnya mulai dikenal sebagai Haji Agus Salim.
Lima tahun bekerja di Jeddah, ia kembali ke Indonesia dan mendirikan sekolah Hollandsche Inlandsche School (HIS). Sekolah tersebut ditujukan untuk anak pribumi tetapi mengajarnya menggunakan bahasa Belanda.
Pada tahun 1915, KH Agus Salim mulai bekerja di bidang jurnalistik dengan menjadi redaktur di Harian Neratja kemudian memimpin koran Hindia Baroe di Jakarta. Namun, setelah banyak artikel-artikel yang ditulisnya dianggap terlalu menyerang pemerintah Hindia Belanda hingga akhirnya dikeluarkan dari kantor-kantor tersebut, Haji Agus Salim memutuskan untuk mendirikan surat kabar Fadjar Asia.
Ketika pindah ke Yogyakarta, ia kembali bekerja di bidang jurnalistik sebagai redaktur koran Moestika. Di Jogja, ia membuka kantor Adivies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO).
Kehidupan Berpolitik KH Agus Salim
Sumber: Instagram – wartasejarah
Hal menarik selanjutnya yang perlu kamu ketahui di biografi ini adalah seputar karier politik KH Agus Salim. Karier itulah yang membuat namanya dikenal oleh rakyat Indonesia hingga sekarang.
1. Sebelum Kemerdekaan Indonesia
Pada tahun 1915, Haji Agus Salim bergabung dengan Volksraad (Dewan Rakyat) bersama HOS Tjokroaminoto. Kemudian mereka bergabung dengan Sarekat Islam (SI), sebuah organisasi yang mengumpulkan para pedagang Islam dan baru saja barubah menjadi partai politik.
Sebagai perwakilan Sarekat Islam, ia sering melakukan berbagai macam cara untuk dapat memperjuangkan hak pedagang Islam dari pedagang asing yang masuk ke Indonesia. Salah satunya adalah ketika ia mendirikan Persatuan Pergerakan Kaum Buruh dengan tujuan menuntut pemerintah Belanda membuat Dewan Perwakilan Rakyat.
Kemudian, ia juga mengorganisasi aksi pemogokan buruh untuk menuntut kenaikan gaji. Aksi tersebut tak hanya dilakukan di Jakarta, tetapi juga Surabaya, Cirebon, dan Semarang.
Pada tahun 1923, perpecahan terjadi di dalam Sarekat Islam. Saat itu Semaun dan Darsono meminta agar SI lebih condong ke arah sosialisme dan komunisme, tetapi tidak disetujui oleh KH Agus Salim dan HOS Tjokroaminoto. Perpecahan itu membuat SI terbelah menjadi dua, yaitu Sarekat Rakyat yang nantinya berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Sarekat Islam yang dipimpin oleh KH Agus Salim.
Awalnya, masih ada beberapa anggota yang bergabung dengan Sarekat Islam sekaligus Sarekat Rakyat. KH Agus Salim yang tidak menghendaki hal tersebut lalu membuat aturan kalau anggota SI dilarang memiliki keanggotaan ganda.
Selain mengurus SI, KH Agus Salim juga merupakan salah satu pendiri Jong Islamieten Bond (Perhimpunan Pemuda Islam). Organisasi yang bertujuan untuk menyatukan para pemuda dan pelajar Islam di Hindia Belanda itu memiliki anggota yang tersebar di Jakarta, Yogyakarta, Solo, dan Madiun.
Di awal tahun 1945, pemerintah Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang nantinya berganti menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). KH Agus Salim pun bergabung menjadi salah satu anggota dan memiliki tugas mempersiapkan dan merancang Undang Undang Dasar (UUD).
2. Setelah Kemerdekaan Indonesia
Setelah Indonesia merdeka, Presiden Soekarno membentuk sebuah lembaga bernama Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang tugasnya adalah memberikan masukan atau pertimbangan kepada presiden. Anggota DPA itu berjumlah sebelas orang, salah satunya adalah KH Agus Salim.
Karena saat itu DPA tidak memiliki banyak tugas dan Haji Agus Salim diketahui menguasai banyak bahasa asing, Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai Menteri Luar Negeri. KH Agus Salim menjabat selama masa periode Kabinet Syahrir I, Kabinet Syahrir II, dan Kabinet Hatta.
Berkat kepiawaiannya dalam melakukan diplomasi, ia dipercaya untuk menjalin hubungan dengan negara-negara lain, salah satunya adalah Mesir. Tak hanya itu, bersama Sutan Syahrir, Soemitro Djojohadikusumo, Prof. Sudjatmoko, dan Charles Tambu, ia menjadi perwakilan Indonesia untuk Persatuan Bangsa-Bangsa.
Setelah beberapa lama menunjukkan kemampuan diplomasi dengan negara-negara lain, Haji Agus Salim semakin disegani oleh banyak orang. Bahkan, banyak orang memberinya julukan The Grand Old Man.
Baca juga: Biografi Raden Patah, Keturunan Raja Majapahit yang Menjadi Pendiri Kesultanan Demak
Kehidupan Pernikahan KH Agus Salim
Sumber: Instagram – info.sejarah
Hal selanjutnya yang perlu kamu ketahui pada biografi KH Agus Salim adalah seputar istri dan anak-anaknya. Tak hanya itu, kamu juga bisa mengetahui seputar prinsip yang selalu ia ajarkan pada buah hatinya.
Setelah kembali dari Jeddah, KH Agus Salim berkenalan dengan seorang perempuan bernama Zaenatun Nahar. Pada tahun 1912, keduanya memutuskan untuk menikah. Mereka dikaruniai sepuluh anak, tetapi dua di antaranya meninggal dunia saat masih bayi.
Nama delapan anaknya adalah Theodora Atia (Dolly), Jusuf Taufik (Totok), Violet Hanifah (Jojet), Maria Zenobia (Adek), Ahmad Sjauket, Islam Basari, Abdul Hadi, Siti Asiah, Zuvhra Adiba, dan Sidik Salim.
Pada anak-anaknya, KH Agus Salim selalu mengajarkan komunikasi menggunakan bahasa Belanda. Selain itu, ia juga mendidik anak-anaknya sendiri di rumah atau yang dikenal dengan istilah homeschooling. Ia sendiri yang menyusun kurikulumnya dan menjadi guru untuk anaknya.
Salah satu kakak KH Agus Salim yang bernama Kutiniyati Mochtar sempat menentang keputusan homeschooling itu. Namun, sang diplomat tetap bisa membuktikan kalau buah hatinya bisa sama cerdasnya dengan anak-anak lain yang sekolah formal. Faktanya, banyak orang yang terkejut ketika mengetahui Theodora Atia dan adik-adiknya bisa mengobrol menggunakan bahasa Belanda dengan lancar.
Setelah anak-anaknya dewasa, Haji Agus Salim selalu memberitahu mereka untuk tidak menikahi orang dari satu kampungnya. Saat itu, orang-orang Kota Gadang terbiasa menikah dengan anggota keluarganya sendiri. Kebiasaan tersebut bisa membuat terjadinya degenerasi keturunan dan KH Agus Salim tak menginginkan hal itu terjadi pada keluarganya.
Untungnya, lima anaknya, Theodora Atia, Jusuf Taufik, Islam Basari, Siti Asiah, dan Sidik Salim mengikuti saran dari sang ayah. Theodora menikah dengan seorang rektor Universitas Islam Jakarta dan pendiri Universitas Nasional yang bernama Soedjono Hardjodoediro, Jusuf menikah dengan Agustine Budiarti, seorang wanita dari Jawa. Islam Basari juga menikah dengan seorang wanita jawa yang bernama Arsyana, Siti Asiah menikah dengan laki-laki Jawa bernama Soenharyo, sementara Sidik Salim menikah dengan Anak Agung Ayu Okka yang berasal dari Bali.
Baca juga: Biografi Nyi Ageng Serang, Pejuang Wanita yang Berperan Besar dalam Perang Diponegoro
Karya-Karya yang Diterbitkan
Sumber: Instagram – fadliramadhanil
Setelah membahas tentang jasa-jasa KH Agus Salim dalam bidang politik, hal menarik selanjutnya yang perlu kamu ketahui di biografi ini adalah karya-karya yang sudah dibuatnya. Ia tak hanya menulis buku sendiri tetapi juga menerjemahkan beberapa karya.
Sebagai seorang yang menguasai banyak bahasa, KH Agus Salim memiliki ketertarikan untuk menerjemahkan karya sastra ke dalam bahasa Indonesia. Beberapa di antaranya adalah The Taming of the Shrew karya Shakespeare (diterjemahkan menjadi Menjinakkan Perempuan Garang), The Jungle Cook karya Rudyard Kipling (diterjemahkan menjadi Cerita Mowgli Anak Didikan Rimba), Alewijn de Lijfeigene: Historisch Verhaal Uit de Twaalfde Eeuw karya E. Molt (diterjemahkan menjadi Sejarah Dunia).
Selain menerjemahkan karya sastra lain, ia juga menulis buku dalam berbagai bahasa. Beberapa karyanya yaitu Riwayat Kedatangan Islam di Indonesia, Dari Hal Ilmu Quran, Muhammad voor en na de Hijrah, Gods Laatste Boodschap, dan Keterangan Filsafat tentang Tauchid, Takdir, dan Tawakal. Beberapa kumpulan artikelnya juga dikumpulkan kemudian diterbitkan dengan judul Jejak Langkah Haji Agus Salim (1954).
Baca juga: Biografi WS Rendra, Kisah Penyair Legendaris Asal Surakarta
Akhir Hayat KH Agus Salim
Sumber: Wikimedia Commons
Jika ingin membicarakan tentang akhir hayat KH Agus Salim pada biografi ini, kamu perlu mengetahui tentang keputusannya untuk mengundurkan diri dari dunia politik pada tahun 1953. Keputusan itu diambil karena ia merasa usianya sudah terlalu lanjut dan akan lebih baik jika jabatannya sebagai penasihat Kementrian Luar Negeri digantikan oleh orang-orang yang lebih muda.
Setelah pensiun, ia mengajak istrinya untuk menemui sahabat lamanya, Prof. Kahin di Universitas Cornell, Amerika Serikat. Selain itu, ia juga berusaha untuk menyelesaikan buku yang berjudul Bagaimana Takdir, Tawakal, dan Tauchid Harus Dipahamkan?
Sepulangnya ke tanah air, Haji Agus Salim jatuh sakit. Awalnya, pihak keluarga mengira itu adalah penyakit biasa yang akan segera sembuh. Namun, siapa sangka pada tanggal 8 November 1954 ia menghembuskan napas terakhirnya di RSU Jakarta. KH Agus Salim kemudian menjadi pahlawan pertama yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Pada tanggal 27 Desember 1961, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden nomor 657 tahun 1961 untuk memberikan gelar pahlawan nasional pada KH Agus Salim. Sekarang, namanya diabadikan menjadi nama jalan di beberapa kota dan nama sebuah stadion di Padang, Sumatra Barat.
Baca juga: Biografi Abdul Haris Nasution, Jenderal Angkatan Darat yang Dianggap Saingan Politik oleh Soeharto
Fakta Menarik seputar KH Agus Salim
Sumber: Instagram – rooktobacco
Kamu masih semangat membaca biografi KH Agus Salim ini, kan? Hal selanjutnya yang bisa kamu ketahui adalah fakta-fakta menarik seputar diplomat pertama Indonesia.
1. Memahami dan Menguasai Sembilan Bahasa
Sejak masih sekolah, Haji Agus Salim selalu menunjukkan ketertarikan pada bahasa asing. Sehingga ketika lulus dari Hoogere Burger School (HBS) yang setara dengan SMA , ia menguasai tujuh bahasa asing, yaitu Perancis, Belanda, Inggris, Arab, Turki, Jerman, dan Jepang. Kalau ditambah dengan bahasa Indonesia dan Minang, bisa dibilang ia menguasai total sembilan bahasa.
Kefasihan berbahasa itu rupanya tidak hanya bisa dilakukan dalam satu bahasa saja, tetapi ia bisa mengobrol bersama empat orang dengan empat bahasa yang berbeda dalam waktu bersamaan. Buktinya adalah pada tahun 1945 ketika menghadiri sebuah acara, ia terlihat mengobrol menggunakan bahasa Minang dengan Buya Hamka, bahasa Inggris dengan Ismail Jamil, bahasa Arab dengan M. Zain Djambek, dan bahasa Belanda dengan M. Syah Syafi’i.
Tak hanya bisa mengobrol menggunakan empat bahasa sekaligus, diplomat yang memiliki perawakan kecil ini juga bisa membuat candaan lucu dalam setiap bahasa yang dikuasainya. Mereka yang memahami candaan tersebut biasanya akan tertawa lepas.
Tak hanya menggunakan kemampuannya berbahasa dalam percakapan sehari-hari, KH Agus Salim juga sering kali berpidato menggunakan bahasa asing, seperti pidato berbahasa Inggris di Konferensi Buruh Internasional pada tahun 1930, juga pidato berbahasa Inggris, Prancis, dan Arab di Mesir pada tahun 1947.
2. Hidupnya Sederhana
Ketika masih kecil, hidup KH Agus Salim dapat dibilang berkecukupan. Namun setelah dewasa, ia memutuskan untuk hidup dalam kesederhanaan.
Hal tersebut ia dapatkan setelah dekat dengan HOS Tjokroaminoto di Volksraad. Setelah menikah dan memiliki anak, ia meneruskan ilmu kesederhanaan itu pada buah hatinya, bahkan ketika memiliki jabatan dalam pemerintah sekalipun.
Ketika beberapa pahlawan membeli rumah sendiri, Haji Agus Salim tetap memilih untuk mengontrak rumah. Ia bahkan berpindah dari satu rumah kontrakan ke lainnya, mulai dari daerah Karet, Tanah Abang, Jatinegara, Petamburan, Tuapekong, Kernolong, Gang Listrik, dan masih banyak lagi.
Kesederhanaan itu tidak hanya berlaku pada rumah tinggal dan keluarganya saja, tetapi juga ke prinsip politiknya. Hal tersebut terbukti ketika ia menjadi delegasi Indonesia pada perundingan Linggarjati.
Karena ia dikenal sebagai negosiator yang tangguh dan pandai berdebat, ketua delegasi Belanda yang bernama Willem Schermerhorn berusaha untuk memberinya uang demi memudahkan negosiasi. Namun, dengan kesederhanaannya, Haji Agus Salim menolak sogokan itu.
3. Mudah Akrab dengan Semua Orang
KH Agus Salim termasuk orang yang sangat luwes dan tidak pernah canggung dalam situasi apa pun. Bahkan, ia bisa mengobrol bersama orang-orang berjabatan tinggi dengan santai.
R. Brash, duta besar Inggris untuk Indonesia pada tahun 1982–1984 pernah menjadi saksi atas keluwesan itu. Pada tahun 1953, Haji Agus Salim mendatangi acara penobatan Ratu Elizabeth II sebagai Ratu Inggris dan didampingi oleh R. Brash.
Awalnya, sang diplomat yang memiliki kebiasaan merokok kretek diingatkan untuk tidak merokok di dalam gedung Westminster Abbey. Permintaan itu dituruti dengan mudah dan ia hanya merokok ketika berada di mobil saja.
Namun, ketika pesta penobatan dimulai, ia melihat suami Ratu Elizabeth II, Pangeran Phillip terlihat sangat canggung bertemu dengan seluruh hadirin yang ada di sana. Dengan santainya KH Agus Salim mendekati pangeran yang masih berusia 32 tahun itu kemudian menunjukkan rokok kretek miliknya. Kemudian ia menanyakan apakah sang pangeran mengenali aroma tersebut.
Dengan polosnya, Pangeran Phillip menyebutkan kalau ia tidak mengenali bau rokok itu sama sekali. Agus Salim kemudian memberitahunya kalau rokok kretek itulah yang membuat bangsa Inggris datang jauh hingga ke Indonesia. Mendengar hal tersebut, sang pangeran langsung tersenyum dan menjadi lebih santai ketika menemui tamu-tamunya.
4. Mendapatkan Hinaan dengan Panggilan Kambing
Haji Agus Salim sering kali terlihat berkacamata, berkopiah, dan berjanggut panjang berwarna putih. Ia sering sekali mendapatkan hinaan karena penampilannya itu. Salah satu tokoh yang pernah memberikan hinaan itu adalah Musso, seorang tokoh SI yang menjadi orang penting di Partai Komunis Indonesia.
Ketika melakukan pidato di hadapan anggota-anggota SI, Musso bertanya pada para hadirin tentang orang yang berkumis dan berjenggot itu menyerupai hewan apa. Beberapa anggota SI memberikan jawaban “kambing”.
Saat gilirannya berpidato mulai, tanpa menunjukkan kekesalan sama sekali Haji Agus Salim bertanya pada hadirin tentang orang yang tidak memiliki kumis atau jenggot itu menyerupai hewan apa. Ketika beberapa anggota SI memberikan jawaban “anjing”, KH Agus Salim hanya tersenyum kemudian memulai pidatonya.
Selain Musso, Sutan Syahrir juga pernah memberikan hinaan itu pada sang diplomat. Ketika Haji Agus Salim tengah melakukan pidato, Syahrir dan beberapa pemuda lain berusaha mengacau dengan menirukan suara kambing yang mengembik.
Mendengar suara kambing itu, KH Agus Salim langsung mengucapkan kalau beliau senang ada beberapa kambing yang turut serta datang untuk mendengarkan pidatonya. Kemudian ia melanjutkan dengan permintaan agar para “kambing” keluar dari ruangan terlebih dahulu karena pidatonya itu ia tujukan pada para manusia.
Menariknya, ia mengizinkan para “kambing” itu kembali ke ruangan ketika ia berpidato menggunakan bahasa kambing. Ia seolah ingin menunjukkan kalau selain menguasai sembilan bahasa manusia, ia juga menguasai bahasa hewan. Ucapan itu langsung membuat para pemuda yang melakukan hinaan langsung merasa malu tetapi tidak berani keluar dari ruangan.
Baca juga: Biografi Martha Christina Tiahahu, Salah Satu Pahlawan Nasional Muda yang Gugur di Medan Perang
Mengenal Lebih Dekat Sosok Diplomat Pertama Indonesia melalui Biografi KH Agus Salim
Setelah membaca biografi KH Agus Salim di atas, apakah kamu semakin mengenali sosoknya? Apakah ada inspirasi yang kamu dapatkan dari diplomat yang menguasai sembilan bahasa ini?
Layaknya KH Agus Salim yang bisa mempelajari bahasa asing sambil tetap memperdalam ilmu agama, kamu pun juga bisa melakukan hal yang sama. Karena dengan begitu kamu tetap membuat kehidupan dunia dan akhiratmu seimbang.
Kalau kamu ingin mencari biografi pahlawan nasional lainnya yang bisa menginspirasimu seperti halnya KH Agus Salim, langsung cek artikel-artikel di kanal Tokoh website KepoGaul.com ini. Kamu bisa mendapatkan biografi presiden pertama Indonesia, bapak tentara Indonesia, pahlawan emansipasi wanita, dan masih banyak lagi.