
Coba sebutkan siapa saja pahlawan emansipasi wanita yang kamu kenal. Apakah R.A. Kartini atau Dewi Sartika yang berasal dari Pulau Jawa? Padahal, sebenarnya ada juga pahlawan emansipasi wanita yang berasal dari Minahasa. Kalau ingin tahu lebih lanjut, simak biografi Maria Walanda Maramis yang sudah kami siapkan di artikel ini, yuk!
- Nama
- Maria Josephine Catherine Maramis
- Tempat, Tanggal Lahir
- Desa Kema, 1 Desember 1872
- Meninggal
- 22 April 1924
- Warga Negara
- Indonesia
- Pasangan
- Joseph Frederick Caselung Walanda (m. 1890–1924)
- Anak
- Wilhelmina Grederika, Paul Alexander, Anna Palona Matuli, Albertine Pauline
- Orangtua
- Bernardus Maramis (Ayah), Sarah Rotinsulu (Ibu)
Jika membicarakan tentang pahlawan emansipasi wanita, biasanya nama pertama yang terlintas di pikiran orang-orang adalah R.A. Kartini. Padahal, ada pahlawan lainnya yang juga memperjuangkan hak-hak wanita, seperti Maria Walanda Maramis. Kalau penasaran, kamu bisa mengenalinya lebih lanjut di biografi Maria Walanda Maramis di artikel ini.
Wanita yang terlahir dengan nama Maria Josephine Catherine Maramis ini memiliki peran yang sangat penting untuk masyarakat Minahasa, khususnya para wanita. Meskipun ia tidak terlahir dari keluarga kaya raya atau bangsawan seperti halnya pejuang emansipasi lainnya, hal itu nggak menghentikan semangatnya untuk terus mendapatkan ilmu pengetahuan.
Semangatnya untuk mendapatkan pendidikan lebih tinggi membuat perubahan besar bagi para wanita di Minahasa. Salah satu organisasi untuk memajukan pendidikan wanita yang didirikannya, PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya) bahkan masih berdiri hingga sekarang.
Semakin penasaran dengan informasi lebih lanjut seputar pahlawan wanita dari Sulawesi Utara yang satu ini? Simak biografi Maria Walanda Maramis yang sudah kamis siapkan di sini!
Perjalanan Hidup
Sebelum membahas tentang usaha Maria Walanda Maramis dalam memperjuangkan hak-hak wanita di biografi ini, kamu perlu mengetahui tentang kehidupan pribadinya terlebih dahulu. Karena dengan mengenali kehidupan pribadinya, kamu dapat lebih mengenali apa saja yang membentuk kepribadiannya.
1. Masa Kecil
Maria Walanda Maramis lahir pada tanggal 1 Desember 1872 di Desa Kema, Minahasa Utara. Ia merupakan putri bungsu dari pasangan Bernardus Maramis dan Sarah Rotinsulu. Bernardus adalah seorang pedagang di desanya, sementara Sarah adalah seorang ibu rumah tangga.
Maria memiliki dua orang kakak. Seorang kakak perempuan bernama Aantje Maramis dan seorang kakak laki-laki bernama Andries Alexander Maramis.
Sayangnya, ketika usianya masih 6 tahun, Maria menjadi yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal dunia karena terjangkit penyakit kolera yang melanda Minahasa. Maria dan kedua kakaknya kemudian diasuh oleh Ezam Rotinsulu, pamannya yang tinggal di Maumi, Minahasa Utara.
2. Pendidikan
Jika ingin membicarakan biografi Maria Walanda Maramis, seseorang yang berjuang untuk pendidikan para wanita di Minahasa, maka kamu perlu mengetahui pendidikannya sejak kecil. Karena dengan mengetahui latar belakang pendidikannya, kamu jadi mengetahui apa yang membuatnya terdorong untuk memiliki cita-cita memperjuangkan pendidikan bagi wanita.
Seperti halnya anak perempuan dari keluarga sederhana lainnya, Maria hanya bisa meraih pendidikan hingga tingkat Sekolah Dasar. Setelah lulus, ia dan Aantje tidak dapat melanjutkan studinya, sementara Andries Alexander masih dapat melanjutkan sekolah ke Hoofden School di Tondano.
Meskipun merasa kesal, Maria tidak bisa mengubah aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah saat itu. Namun, tidak berarti aturan tersebut menghentikan niatnya untuk belajar lebih banyak dan lebih tinggi. Salah satu cara yang diambilnya adalah dengan memanfaatkan jabatan pamannya.
Pamannya adalah orang yang cukup disegani di Minahasa dan memiliki banyak teman dari kalangan terpelajar dan orang Belanda. Oleh karena itu, Maria berusaha memanfaatkan kesempatan tersebut untuk dapat belajar lebih tinggi.
Maria menjadi cukup akrab dengan salah satu rekan pamannya, pendeta Ten Hoeven. Dari sang pendeta dan istrinya, Maria mendapatkan semakin banyak ilmu yang memperluas pandangannya tentang pendidikan. Dari sana, cita-citanya untuk memajukan perempuan Minahasa pun semakin berkembang.
Baca juga: Biografi & Profil Ir Soekarno
3. Kehidupan Pernikahan
Setelah mengetahui tentang masa kecil dan pendidikan yang ditempuh oleh Maria, kamu mungkin ingin mengetahui tentang keluarganya. Tenang saja, informasi terkait suami dan anak-anaknya bisa kamu dapatkan di biografi Maria Walanda Maramis ini.
Pada tahun 1890, Maria Walanda Maramis menikah dengan Joseph Frederick Caselung Walanda yang berasal dari desa Tenggiri. Ia adalah seorang guru bahasa di Hollandsch Inlandsche School (HIS), yaitu sebuah sekolah Belanda untuk orang Indonesia.
Dari pernikahan Maria Walanda Maramis dengan Joseph Walanda, keduanya dianugerahi empat orang anak, tiga perempuan dan satu laki-laki. Mereka adalah Wilhelmina Frederika, Anna Pawlona Matuli, Albertine Pauline, dan Paul Alexander. Sayangnya, sang putra, Paul Alexander, meninggal dunia ketika masih berusia dua tahun karena penyakit sawan.
Sebagai seseorang yang berusaha memperjuangkan pendidikan untuk wanita, memiliki tiga anak perempuan seolah menjadi sebuah tantangan atas keinginan untuk membuat perempuan Minahasa mendapatkan pendidikan tinggi. Demi menunjukkan hal tersebut, Maria berusaha membuat putri-putrinya bersekolah setinggi mungkin.
Maria pun menyekolahkan ketiga putrinya di sekolah Kristen untuk anak perempuan di Tomohon, Chistelijke Meisjesschool. Setelah satu tahun di sana, mereka dipindahkan ke Europe Lagere School (ELS) di Manado.
Pada saat itu, sebenarnya tidak ada pribumi yang dapat bersekolah di ELS, apalagi Maria Walanda Maramis dan suaminya bukanlah pasangan yang kaya. Namun, hal tersebut tidak menghentikan semangatnya untuk menyekolahkan putrinya.
Maria berusaha menghubungi pemerintah Minahasa untuk mengizinkan putri-putrinya bersekolah di ELS. Putri-putri Maria dan Joseph kemudian diberikan ujian kemahiran bahasa Belanda sebagai syarat bersekolah di ELS.
Sayangnya, saat itu Wilhelmina tidak bisa mengikuti ujian dan melanjutkan sekolahnya karena sakit parah. Namun, Anna dan Albertine dapat menyelesaikan ujian masuk ELS dengan baik dan lolos.
Tidak berhenti sampai di situ saja, Maria juga berniat mengirimkan putrinya untuk bersekolah di Pulau Jawa. Namun sayangnya, kali ini ia tidak mendapatkan restu dari suaminya. Baru setelah Kepala Sekolah ELS meyakinkan Joseph kalau menyekolahkan Anna dan Albertine ke Pulau Jawa itu akan menjadi hal yang baik bagi masa depan putri-putrinya, Joseph pun setuju.
Namun, Joseph memberikan izin tidak dengan cuma-cuma. Ia memberikan syarat pada kedua putrinya agar kembali ke Manado tiga tahun kemudian dengan mengantongi ijazah Europese Lager Onderwijs (Pendidikan Guru Rendah Belanda).
4. Akhir Hayat
Mulai tahun 1920-an, kesehatan Maria Walanda Maramis mulai menurun. Padahal, saat itu ada banyak kegiatan yang tengah ia perjuangkan, termasuk berlangsungnya organisasi Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT).
Meskipun kesehatan Maria mulai menurun dan ia mulai jarang mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh PIKAT, tapi ia tidak berhenti memperjuangkan cita-citanya. Ia terus saja memberikan petunjuk dan nasihat ke cabang-cabang PIKAT melalui surat.
Ia juga sempat menulis surat permohonan beasiswa untuk sekolah perempuannya. Surat permohonan itu dititipkan pada Kepala Sekolah PIKAT, Nona H. Sumelang, dengan pesan terakhir “Jangan lupakan PIKAT, anak bungsuku.”
Pada tanggal 22 April 1924, Kartini dari Minahasa ini akhirnya menghembuskan napas terakhirnya. Jenazahnya dikemubikan di pemakaman keluarga di Maumi, 9 km dari Kota Manado.
Pada masa kepemimpinan Gubernur Sulawesi Utara, Cornelis John Rantung, makam sang pahlawan emansipasi dari Minahasa ini dipindahkan ke sebuah pemakaman di jalur utama Jalan Raya Maumi, Kabupaten Minahasa Utara. Lokasi pemakaman tersebut tak jauh dari makam yang lama, tapi berada di lokasi yang lebih strategis. Di depan area pemakaman tersebut terdapat sebuah monumen berbentuk segi lima dengan patung Maria di atasnya.
Baca juga: Biografi & Profil Ki Hajar Dewantara
Perjuangan sebagai Pahlawan Emansipasi Wanita
Jika membahas biografi Maria Walanda Maramis, tak akan lengkap jika kita tidak membicarakan perjuangannya dalam memperjuangkan hak-hak wanita. Kalau ingin tahu, simak ulasan yang sudah kami persiapkan di bawah ini!
1. Menulis untuk Surat Kabar
Upaya Maria dalam memperjuangkan hak-hak wanita dimulai ketika ia pindah ke Manado mengikuti suaminya. Selama di Manado, ia sering membaca surat kabar Tjahaja Siang dan mendapati kalau koran tersebut memiliki sebuah kolom opini.
Mengetahui hal tersebut, Maria mulai mengirimkan artikel-artikel opini ke Tjahaja Siang. Dalam setiap artikel, ia menuliskan tentang pentingnya peran seorang ibu di dalam keluarga, tak hanya untuk mengasuh dan menjaga kesehatan anggota keluarganya, tapi juga sebagai guru pertama bagi anak-anaknya. Ia juga selalu menekankan pentingnya bagi para wanita muda untuk memiliki bekal cukup sebagai seorang pengasuh keluarga.
2. Kelahiran PIKAT
Setelah berusaha menyadarkan para wanita tentang pentingnya peran seorang ibu di dalam keluarga melalui artikel di surat kabar, Maria berusaha semakin melebarkan sayapnya. Ia mulai mengumpulkan teman-temannya dan mengusulkan tentang pendirian organisasi yang berhubungan dengan pendidikan wanita.
Dengan perencanaan yang cukup matang, akhirnya organisasi yang diberi nama Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT) itu resmi didirikan. Pada rapat terbuka yang diadakan tanggal 8 Juli 1917, masyarakat Minahasa menunjukkan sambutan positif dan antusiasmenya.
Dengan keberhasilan PIKAT di Manado, Maria mengajak wanita-wanita dari daerah lain untuk berusaha meraih pendidikan yang jauh lebih tinggi. Ia tak hanya mengirimkan surat pada wanita-wanita di sekitar Minahasa, seperti Kota Sangitalaud, Gorontalo, dan Poso, tapi juga hingga ke kota-kota besar di Pulau Jawa dan Sumatera. Beberapa kotanya adalah Jakarta, Bogor, Malang, Surabaya, Bandung, Cimahi, Magelang, Balikpapan, Sangu-sangu, Kotaraja, dan Ujungpandang.
Di dalam surat tersebut, Maria menyebutkan tentang cita-cita dan tujuannya mendirikan PIKAT. Tak hanya itu, ia juga menyebutkan apa saja yang diperlukan untuk mendirikan organisasi PIKAT. Wanita-wanita yang cukup terkemuka di daerah itu menyetujui usulan Maria dan mulai mendirikan cabang PIKAT di beberapa kota besar di Indonesia.
Baca juga: Biografi & Profil Jendral Sudirman Lengkap
3. Terbentuknya Sekolah Keterampilan Perempuan
Dengan dibukanya cabang PIKAT di beberapa kota, organisasi itu pun semakin berkembang dengan pesat. Maria memiliki ide mendirikan sekolah keterampilan untuk perempuan.
Setelah dibahas dengan anggota cabang-cabang PIKAT lainnya, ia akhirnya mendirikan dan meresmikan Huishoud School pada tanggal 2 Juli 1918. Sekolah ini didirikan untuk memfasilitasi anak-anak perempuan yang baru saja lulus Sekolah Dasar dan ingin melanjutkan studinya.
Di Huishoud School, mereka diajari berbagai macam hal terkait rumah tangga. Seperti memasak, membuat kue, menjahit, membuat pakaian, merapikan rumah dan pekarangan, mengurus bayi, juga memberi pertolongan pertama pada kecelakaan.
Saat itu yang menjadi gurunya adalah sang pemrakarsa PIKAT sendiri dengan dibantu oleh salah satu putrinya, Anna Pawlona. Setelah sekolahnya semakin maju, Kartini dari Minahasa ini mengundang guru yang berkompeten untuk murid-muridnya.
4. Memasuki Ranah Politik
Kepedulian Maria Walanda Maramis pada perempuan tak hanya ditunjukkan di bidang pendidikan, tapi juga di bidang politik. Hal tersebut dimulai pada tahun 1919, ketika ia menyadari kalau anggota badan perwakilan rakyat yang bernama Minahasa Raad hanya dapat dipilih oleh laki-laki saja.
Kartini dari Minahasa itu merasakan ketidakadilan dalam hak memilih dewan perwakilan rakyat itu. Ia pun kemudian berusaha untuk memperjuangkan hal tersebut.
Pada tahun 1921, usahanya untuk memperjuangkan hak memilih wakil rakyat untuk perempuan di Minahasa pun membuahkan hasil. Pemerintah pusat di Batavia pada akhirnya mengeluarkan surat keputusan untuk memberikan hak pada wanita memilih anggota Minahasa Raad. Tak hanya itu, para wanita pun kemudian mendapat kesempatan untuk menjadi badan perwakilan rakyat lainnya, seperti Locale Raad dan Gemeentse Raad.
Baca juga: Biografi & Profil Moh Hatta
Penghargaan sebagai Pahlawan Nasional
Membahas tentang biografi Maria Walanda Maramis ini tentu saja kurang lengkap jika tidak menyebutkan penghargaan yang didapatkannya. Kira-kira dari mana saja penghargaan itu?
1. Pengakuan dari Pemerintah Indonesia
Pengakuan resmi dari Pemerintah Indonesia muncul dengan keluarnya Surat Keputusan Presiden RI No. 12/K/1969 pada tanggal 20 Mei 1969. Surat yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto tersebut berisi tentang penganugerahan gelar Pahlawan Pergerakan Nasional untuk Maria Walanda Maramis.
Baca juga: Biografi & Profil Lengkap Bung Tomo
2. Pengakuan di Minahasa
Beriringan dengan penghargaan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia, pemerintah Minahasa juga memberikan penghargaan untuk Maria Walanda Maramis. Pada masa pemerintahan Gubernur Cornelis John Rantung, makam Maria dan suaminya dipindahkan ke lokasi yang lebih strategis dan mudah didatangi oleh warga.
Tak hanya itu, pemerintah Minahasa juga membuatkan patung Maria Walanda Maramis di Kecamatan Komo Luar, Kecamatan Wenang. Namanya pun diabadikan sebagai nama salah satu rumah sakit umum daerah di Airmadidi, Sarongsong, Minahasa Utara.
Sebagai bentuk penghargaan, masyarakat Minahasa juga memperingati tanggal 1 Desember sebagai Hari Ibu Maria Walanda Maramis. Tanggal tersebut bertepatan dengan hari kelahirannya.
3. Pengakuan di Google Doodles
Salah satu bentuk penghargaan yang mungkin sedikit tidak terduga muncul pada tanggal 1 Desember 2018. Saat itu, Google Doodles, logo Google yang dimodifikasi sedemikian rupa berkaitan dengan momen atau event tertentu, menampilkan wajah seorang perempuan. Beberapa orang mungkin mulai bertanya-tanya siapa perempuan pada Google Doodles tersebut.
Jika orang-orang yang penasaran tersebut mencoba untuk mengeklik gambar perempuan itu, mereka akan menemukan informasi kalau perempuan tersebut bernama Maria Walanda Maramis. Google memasang doodles tersebut pada tanggal 1 Desember karena tanggal tersebut bertepatan dengan tanggal kelahiran sang pahlwan wanita dari Minahasa .
Baca juga: Biografi & Profil BJ Habibie
Mengenang Jasa-Jasa Maria Walanda Maramis Melalui Biografi-nya
Setelah membaca biografi Maria Walanda Maramis di artikel ini, kira-kira nilai apa saja yang bisa kamu dapatkan? Apakah kamu bisa memahami perjuangan yang sudah dilalui olehnya? Bagi para perempuan, apakah kalian semakin menghargai pendidikan yang didapatkan di sekolah?
Kebebasan untuk menimba ilmu di sekolah adalah sebuah anugerah yang dapat dirasakan oleh setiap wanita di masa kini. Anugerah itu dapat terwujud berkat jasa-jasa para pahlawan emansipasi wanita, termasuk Maria Walanda Maramis.
Sebagai bentuk penghormatan, kita jangan sampai melupakan sejarah dan jasa-jasa para pahlawan. Bahkan, sudah sepatutnya kita merasa bangga dengan nilai-nilai kebangsaan yang melekat pada jati diri kita, seperti bahasa daerah, pakaian daerah, dan masih banyak lagi. Karena sama seperti quotes dari Maria Walanda Maramis sendiri, “Pertahankanlah bangsamu, pergunakanlah bahasa daerahmu dan pakailah pakaian daerahmu”