
Kita semua tentunya mengenal siapa itu RA Kartini, sang pahlawan emansipasi wanita Indonesia. Siapa sangka semangatnya untuk memajukan pendidikan bagi wanita Indonesia justru timbul pada saat beliau dipingit. Ingin tahu kisah selengkapnya? Simak artikel ini untuk mendapatkan biografi lengkap RA Kartini.
- Nama
- RA Kartini
- Tempat, Tanggal Lahir
- Jepara, 21 April 1879
- Meninggal
- Rembang, 17 September 1904
- Warga Negara
- Indonesia
- Profesi
- Tokoh Emansipasi Wanita
- Pasangan
- K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat (m. 1903–1904)
- Anak
- Soesalit Djojo Adhiningrat
- Orangtua
- R.M. Adipati Ario Sosroningrat (Ayah), M.A. Ngasirah (Ibu)
Buat kamu yang mengagumi sosok RA Kartini tapi tak terlalu mengetahui biodata lengkap beliau, kamu berada di tempat yang tepat. Artikel ini akan membahas tentang biografi dan profil RA Kartini secara lengkap, mulai dari kehidupan pribadi hingga lika-liku perjalanannya untuk mewujudkan keinginannya memajukan bangsa.
Sejak zaman sekolah, mungkin kamu sudah sangat familier dengan lagu Ibu Kita Kartini. Barang kali lagu tersebut adalah awal kamu mengenal sosok pahlawan wanita ini. Nama beliau memang dikenal di seluruh nusantara lantaran jasa-jasanya yang luar biasa untuk bangsa, khususnya bagi para perempuan Indonesia.
Tokoh pelopor kebangkitan perempuan pribumi ini lahir dari pasangan R.M. Adipati Ario Sosroningrat dan M.A. Ngasirah di Jepara pada tanggal 21 April 1879. Sayangnya, beliau wafat di usianya yang terbilang masih muda, yaitu 25 tahun, tepatnya beliau wafat di Rembang pada tanggal 17 September 1904.
Untuk mengetahui biografi dan profil RA Kartini secara lengkap, lebih baik baca informasi di bawah ini. Setelah membacanya, mungkin kamu akan semakin terinpirasi dengan sosok beliau.
Kehidupan Pribadi
Jika membahas biodata RA Kartini, rasanya kurang lengkap jika tidak mengupas tentang kehidupan pribadi beliau. Nah, berikut ini telah kami sajikan informasinya yang mungkin akan menjawab rasa penasaranmu.
1. Lahir dari Kalangan Bangsawan
Salah satu sosok emansipasi wanita Indonesia ini terlahir dari kalangan priyayi atau kaum bangsawan Jawa. Beliau memiliki nama asli Raden Ajeng Kartini Djojo Adiningrat. Gelar Raden Ajeng merupakan gelar yang digunakan sebelum beliau menikah. Setelah menikah, gelar tersebut diganti dengan singkatannya, yaitu RA.
Ayahnya, R.M. Adipati Ario Sosroningrat merupakan putra dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV, seorang bangsawan yang menjabat sebagai Bupati Demak pada tahun 1850. Sang ayah rupanya meneruskan jejak kakeknya lantaran beliau juga menjabat sebagai bupati di Jepara pada tahun 1881.
Sementara itu, sang ibunda, M.A. Ngasirah bukanlah dari keluarga bangsawan. Sang ibu merupakan anak dari pasangan Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Maradono yang merupakan rakyat biasa. M.A. Ngasirah sendiri merupakan seorang guru agama yang mengajar di Telukawur, Jepara.
Beliau merupakan istri pertama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, akan tetapi bukan istri utamanya. Selain dirinya, sang suami memiliki istri lain yang datang dari kalangan bangsawan juga, yaitu Raden Adjeng Woerjan, seorang wanita keturunan langsung dari Raja Madura.
Hal tersebut dilakukan lantaran jika hendak menjadi seorang bupati, beliau harus mematuhi aturan pemerintah Belanda, yaitu menikah dengan wanita dari kalangan bangsawan. Perlu diketahui, sebelum menjadi Bupati Jepara, beliau adalah seorang Wedana (kepala wilayah administrasi kepemerintahan di antara kabupaten dan kecamatan).
RA Kartini sendiri merupakan putri ke-5 dari sebelas bersaudara, yaitu kandung dan tiri. Dari semua saudara kandungnya, beliau merupakan anak perempuan tertua.
Baca juga: Biografi & Profil Ir. Soekarno
2. Riwayat Pendidikan
Dalam pembahasan biodata dan profil RA Kartini ini, kami akan membahas tentang riwayat pendidikan yang ditempuhnya. Karena terlahir dari keluarga terpandang, tokoh emansipasi wanita ini pun mendapatkan kesempatan mengenyam bangku pendidikan di sekolah bergengsi yang tidak bisa dengan mudah didapatkan oleh perempuan lain seusianya.
Beliau bersekolah di Europese Lagere School (ELS). Salah satu pelajaran yang wajib dikuasai oleh siswa di sekolah ini adalah bahasa Belanda. Namun, setelah menginjak usia 12 tahun, beliau harus tinggal di rumah karena sudah masuk usia pingit dan tidak boleh keluar dari rumah.
3. Tak Berhenti Belajar Saat Menjalani Aturan Pingit
Sumber: Wikimedia Commons
Alih-alih berdiam diri di rumah, beliau pun memilih menggunakan waktunya untuk belajar. Karena menguasai bahasa Belanda, beliau juga sering menulis surat untuk teman-teman korespondensi yang berada dari Belanda. Salah satunya adalah seorang teman yang banyak mendukungnya, yaitu Rosa Abendanon.
Beliau kemudian mulai tertarik dengan cara berpikir wanita Eropa yang lebih bebas dan maju dibandingkan wanita pribumi setelah membaca berbagai buku, majalah, dan surat kabar dari Benua Biru ini. Dari hal ini, beliau berkeinginan untuk memajukan kaum wanita pribumi agar bisa menaikkan derajatnya.
Pada saat itu, Kartini juga banyak membaca surat kabar Semarang, yaitu De Locomotief. Selain itu, beliau juga berlangganan paket majalah leestrommel yang di dalamnya terdapat majalah kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan juga majalah wanita yang juga beberapa kali memuat tulisannya, yaitu De Hollandsche Lelie.
Sebelum usianya mencapai 20 tahun, beliau sudah membaca beberapa buku inspiratif dan terbilang cukup berat untuk dipahami wanita seusianya. Beberapa judul di antaranya adalah Max Havelaar karya Eduard Douwes Dekker, Surat-Surat Cinta karya Multatuli, De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) yang ditulis oleh Louis Coperus, dan sederet buku lainnya di mana semuanya berbahasa Belanda.
4. Menikah
Dalam biografi dan profil lengkap RA Kartini, tercatat bahwa beliau menikah dengan seorang Bupati Rembang yang telah memiliki 3 istri, yaitu K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat pada 12 November 1903. Sang suami merupakan seorang pria yang sangat pengertian terhadap keinginan istrinya.
Saat menikah, Kartini tetap semangat untuk menjadi guru dan mendirikan sekolah. Suami RA Kartini pun mendukung dan memberi kebebasan pada istrinya untuk mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Rembang.
Pada tanggal 13 September 1904, pasangan ini dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Soesalit Djojo Adhiningrat. Namun sayangnya, Kartini meninggal empat hari setelah melahirkan. Beliau kemudian dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Lika-Liku RA Kartini untuk Mewujudkan Cita-Citanya
Sumber: Wikimedia Commons
Dalam biografi dan profil RA Kartini lengkap ini, kamu akan mengetahui tentang bagaimana perjuangan keras yang harus ditempuh demi meraih cita-citanya. Saat membacanya, mungkin kamu akan tersentuh sekaligus termotivasi dengan kisah perjuangannya yang penuh lika-liku. Kira-kira seperti apa kisahnya? Mari simak penjelasan berikut ini.
1. Menulis Surat untuk Mengungkapkan Keluhannya
Semasa menjalani masa pingit, Beliau mencoba berjuang lewat surat-suratnya yang sebagian besar berisi keluhan tentang kehidupan wanita pribumi yang sulit untuk maju, terutama wanita Jawa. Dalam surat-suratnya tersebut, beliau menaruh perhatian besarnya pada masalah kebebasan wanita, kesetaraan, otonomi, dan persamaan hukum.
Selain keluhan, beliau juga menulis surat yang berisi harapannya untuk bisa memperoleh pertolongan dari luar. Kepada sahabatnya, Estelle Zeehandelaar atau yang biasa disapa Stella ini, beliau mengungkapkan keinginannya untuk bisa menjadi seperti kaum muda Eropa.
Beliau menggambarkan betapa banyaknya penderitaan wanita Jawa karena kekangan aturan adat, di mana di antaranya adalah tidak bisa dibebaskan untuk bersekolah, harus dipingit, rela dijodohkan dengan laki-laki yang tidak dikenal, dan harus bersedia untuk dimadu. Kartini banyak mengungkapkan tentang berbagai kendala yang harus dihadapi wanita Jawa jika ingin hidup maju.
2. Membatalkan Keinginannya untuk Melanjutkan Sekolah karena Harus Menikah
Dibandingkan wanita seusianya pada saat itu, beliau termasuk seorang anak yang beruntung karena memiliki seorang ayah yang tergolong maju dan bisa menyekolahkan anak-anak perempuannya meskipun hanya sampai usia 12 tahun. Beliau sangat mencintai ayahnya, tapi hal tersebut juga menjadi kendala besar untuk meraih cita-citanya.
Dalam suratnya, beliau mengungkapkan bahwa sang ayah tidak menyetujui rencana studinya ke Belanda, tapi menyetujui niatnya untuk belajar menjadi guru di Jakarta. Para sahabat penanya yang sangat mendukungnya sempat merasa kecewa.
Agar tidak terlalu merasa bersedih, beliau pun mendapatkan sebuah nasihat dari Nyonya Abendanon, istri dari J.H. Abendanon, bahwa bersekolah di Jakarta pada saat itu adalah pilihan terbaik bagi Kartini dan adiknya, Rukmini.
Namun, pada pertengahan tahun 1903, niat untuk bersekolah ke Jakarta pun harus diurungkannya. Beliau menulis surat kepada Nyonya Abandon yang mengungkapkan pembatalannya karena akan menikah. Padahal waktu itu pihak departemen pendidikan pengajaran Belanda sudah memberikan kesempatan Kartini dan Rukmini untuk belajar di Jakarta.
Menjelang pernikahannya, beliau pun menjadi lebih toleran terhadap adat Jawa. Alih-alih menentang perjodohan, beliau memandang dari sudut pandang lain tentang pernikahannya ini.
Pernikahan dianggap membawa keuntungan tersendiri untuk mewujudkan cita-citanya mendirikan sekolah bagi perempuan pribumi pada waktu itu. Terlebih, sang suami juga sangat mendukung niat baiknya tersebut. Perubahan penilaiannya terkait adat Jawa ini menunjukkan bahwa dirinya bisa menanggalkan egonya.
Seperti yang kamu ketahui dari informasi tentang biografi dan profil lengkap RA Kartini sebelumnya, beliau sangat ingin melanjutkan sekolahnya. Namun, beliau lebih memilih untuk mengorbankannya dan mengikuti prinsip patriarki yang selama ini ditentangnya dengan setuju untuk dijodohkan.
Buku-Buku tentang RA Kartini
Sumber: Wikimedia Commons
Selain biodata lengkap RA Kartini, kamu juga wajib mengetahui tentang berbagai judul buku yang akan mengingatkanmu akan jasa, prestasi, hingga keistimewaan RA Kartini. Kira-kira apa saja? Langsung saja simak penjelasannya berikut.
1. Habis Gelap Terbitlah Terang
Saat membicarakan biografi dan profil RA Kartini ini, rasanya akan kurang lengkap jika belum membahas tentang sebuah buku berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku ini merupakan kumpulan surat Kartini yang dibukukan oleh J.H. Abendanon dengan judul Door Dusternis Tot Licht.
Setelah Kartini wafat, J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirim Kartini kepada para sahabatnya di Eropa. Buku yang berisikan kumpulan surat ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1911.
Beberapa tahun setelahnya, tepatnya pada 1922, buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Salah satu sastrawan pelopor Pujangga Baru, yaitu Armijn Pane tercatat sebagai salah satu penerjemahnya.
2. Surat-Surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya
Buku Door Dusternis Tot Licht juga diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno yang kemudian diterbitkan dengan judul Surat-Surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya. Awalnya, ia menerjemahkan buku ini di Universitas Leiden, Belanda, di mana ia melanjutkan sekolahnya di bidang sastra pada tahun 1972.
Menurut Sulastin, meski menekankan pada perempuan Jawa, yang didamba oleh Karini sebenarnya adalah kemajuan untuk seluruh bangsa Indonesia. Selain diterbitkan dalam Surat-Surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya, terjemahannya ini juga dipakai dalam buku Kartini, Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan Suaminya.
3. Letters from Kartini, An Indonesian Feminist
Dalam biografi dan profil RA Kartini lengkap, kamu akan menemukan beberapa judul buku yang isinya adalah terjemahan dari surat-surat yang ditulisnya, salah satunya adalah Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900–1904. Kumpulan surat yang terdapat dalam buku ini diterjemahkan oleh Joost Coté.
Tak hanya menerjemahkan kumpulan surat yang ada dalam Door Dusternis Tot Licht, Joost Coté juga menerjemahkan seluruh surat asli yang ditulis untuk Nyonya Abendanon. Di buku ini juga dapat ditemukan surat yang tergolong sensitif dan tidak terdapat pada Door Dusternis Tot Licht.
4. Panggil Aku Kartini Saja
Selain buku terjemahan surat-suratnya, ada pula sebuah buku yang lebih memusatkan pada pemikiran RA Kartini, salah satunya adalah buku karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Panggil Aku Kartini Saja. Buku ini merupakan hasil pengumpulan data oleh Pramoedya dari berbagai sumber.
Menghargai Jasa RA Kartini Lewat Biografi Lengkap
Itulah tadi informasi tentang biografi dan profil lengkap RA Kartini yang mungkin bisa menambah pengetahuanmu tentang sosok inspiratif satu ini. Setelah membacanya, kamu pun bisa menghargai semua jasa yang beliau torehkan untuk bangsa, terutama untuk kemajuan wanita Indonesia.
Selain biodata RA Kartini, kamu juga bisa mencari tahu informasi tentang tokoh-tokoh hebat lainnya di KepoGaul. Di antaranya adalah B. J. Habibie, Ir. Soekarno, Ki Hajar Dewantara, dan deretan tokoh inspiratif lainnya.