
Hayo ngaku, siapa yang sering mengira Rasuna Said adalah seorang pahlawan laki-laki? Jika kamu termasuk salah satunya, sebaiknya simak biografi HR Rasuna Said ini sampai selesai. Dengan demikian, kamu akan tahu bahwa ia adalah pahlawan wanita yang hebat dan berani berjuang demi kemerdekaan bangsa Indonesia dan emansipasi kaum perempuan.
- Nama Lenkap
- Hajjah Rangkayo Rasuna Said
- Nama Panggilan
- Rasuna Said
- Tempat, Tanggal Lahir
- Maninjau, 14 September 1910
- Meninggal
- Jakarta, 2 November 1965
- Pasangan
- Duski Samad (suami pertama), Bairun AS (suami kedua)
- Anak
- Auda, Darwin
- Orang Tua
- Muhammad Said (Ayah)
Bicara tentang pahlawan wanita, Indonesia memiliki banyak srikandi yang dengan gagah berani turut berjuang demi kemerdekaan bumi pertiwi. Salah satu pahlawan wanita yang hidup di masa pergerakan nasional adalah HR Rasuna Said yang profilnya dikupas tuntas dalam biografi ini.
Rasuna merupakan sosok pahlawan asal Sumatra Barat yang sangat aktif di bidang pendidikan dan politik. Ya, meski seorang wanita, ia memang bisa menikmati pendidikan sampai jenjang yang cukup tinggi berkat latar belakang keluarganya yang berada dan terpandang.
Dan tentunya, sebagai seorang perempuan ia juga berperan aktif dalam memperjuangkan emansipasi wanita. Melalui tulisan-tulisannya, ia mengedukasi para perempuan untuk melek politik dan berwawasan luas agar bisa setara dengan kaum pria.
Setelah menyimak ulasan singkat tentang HR Rasuna Said di atas, apakah kamu jadi makin tertarik membaca biografi lengkapnya? Jika ya, tunggu apalagi? Yuk, simak uraian di bawah ini!
Kehidupan Pribadi
Sebelum menyimak lebih jauh tentang sepak terjang HR Rasuna Said dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan emansipasi kaum wanita dalam biografi ini, mari kita bahas latar belakang dan kehidupan asmaranya terlebih dulu.
1. Latar Belakang dan Pendidikan
Hajjah Rangkayo Rasuna Said yang kerap dipanggil Rasuna Said lahir pada tanggal 14 September 1910 di Desa Panyinggahan, Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Ia terlahir dari kalangan keluarga bangsawan.
Sang ayah yang bernama Muhammad Said memiliki perusahaan bernama CV Tunaro Yunus yang didirikan bersama paman Rasuna. Perusahaan tersebut berkembang dengan pesat sehingga mampu menjadikan keluarga mereka memiliki harta yang berkecukupan.
Ketika berusia enam tahun, ia belajar di sekolah desa Maninjau hingga tamat di kelas 5. Setelah itu, Rasuna melanjutkan sekolahnya ke Diniyah School yang berada di Padang Panjang. Sekolah tersebut dipimpin oleh Zainudin Lebai El Yunusi.
Diniyah School Padang Panjang memiliki kebiasaan yang mewajibkan siswa tingkat atas mengajar di kelas yang lebih rendah. Dengan demikian, Rasuna pun mendapat pengalaman mengajar yang pada akhirnya sangat berguna untuk kehidupannya.
Kemudian ketika berusia 13 tahun, ia diangkat sebagai pengajar pembantu di Madrasah Diniyah Putri yang pendiriannya diprakarsai oleh Rahmah El Yunusiyah. Ya, Rahmah yang merupakan tokoh emansipasi wanita asal Minangkabau, mendirikan madrasah yang menjadi sekolah wanita pertama di Indonesia.
Walaupun aktif sebagai pengajar pembantu, Rasuna masih sempat belajar pada Dr. H. Abdul Karim Amrullah, ayah Buya Hamka, yang merupakan pemimpin terkemuka Kaum Muda di Padang Panjang. Selain itu, ia juga bersekolah di Sekolah Meses, lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu pengaturan rumah tangga dan masak-memasak.
Tahun 1926, gempa hebat mengguncang Padang Panjang sehingga Rasuna memilih untuk kembali ke Maninjau, kampung halamannya. Berada di Maninjau, Rasuna yang senang belajar memutuskan untuk menimba ilmu pada H. Abdul Majid yang dikenal sebagai pemimpin golongan Kaum Tua. Namun, ia tak lama belajar pada H. Abdul Majid karena merasa tidak cocok.
Ia kemudian lebih memilih untuk belajar ke Sekolah Thawalib di Panyinggahan Maninjau yang didirikan oleh perkumpulan Sumatra Thawalib. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan yang harusnya ditempuh selama empat tahun hanya dalam waktu dua tahun.
2. Kehidupan Percintaan
Di zaman Rasuna Said hidup, perjodohan masih menjadi hal yang lumrah. Malah, banyak di antara wanita yang kemudian dijodohkan keluarganya dengan pria beristri. Rasuna pun sebenarnya hampir mengalami kejadian serupa, tapi ia dengan berani menolak tradisi tersebut. Berikut kisahnya dalam biografi HR Rasuna Said ini.
a. Menikah dengan Pria Pilihannya Sendiri
Rasuna berasal dari keluarga bangsawan dan berkecukupan. Oleh sebab itu, orang tuanya berusaha memilihkan pasangan hidup yang sepadan untuknya. Akhirnya, dipilihlah seorang lelaki yang sebenarnya telah memiliki istri untuk dijodohkan dengannya. Di kalangan masyarakat Minang saat itu, poligami merupakan suatu hal yang marak terjadi.
Meski demikian, Rasuna yang cerdas dan berani tak mau menerima perjodohan itu begitu saja. Ia tak sudi dipoligami karena menurutnya, tingginya angka perceraian di Minangkabau disebabkan oleh banyaknya poligami yang terjadi.
Setelah sebelumnya menolak dijodohkan, Rasuna memutuskan untuk menikah dengan pria pilihannya sendiri pada tahun 1929. Ya, ia menerima pinangan Duski Samad, laki-laki yang tak direstui keluarganya.
Duski Samad sebenarnya merupakan seorang pemuda yang cerdas dan taat beragama. Namun, karena Duski berasal dari keluarga yang biasa saja, keluarga Rasuna yang terpandang dan berkecukupan merasa Duski kurang sesuai jika harus bersanding dengan Rasuna.
Walau begitu, toh Rasuna Said tetap nekad menikah dengan Duski hingga dikaruniai satu anak lelaki bernama Darwin dan satu anak perempuan bernama Auda. Sayangnya, pernikahannya dengan Duski tak bisa bertahan lama karena mereka akhirnya bercerai. Konon katanya, perpisahan mereka disebabkan karena komunikasi yang kurang.
Baca juga: Biografi Ibnu Rusyd, Filsuf Muslim Asal Kordoba yang Menafsirkan dan Merangkum Karya Aristoteles
b. Tetap Menjalin Hubungan Baik dengan Mantan Suami
Meski menurut kabar yang beredar ia dan Duski berpisah karena hambatan komunikasi, nyatanya setelah bercerai, Rasuna jadi tambah lantang menentang poligami. Malah ia juga pernah berkata bahwa ia lebih memilih untuk bercerai daripada dipoligami. Hal tersebut membuat orang-orang di sekelilingnya berpikir bahwa ia bercerai dengan Duski karena pria tersebut berniat poligami.
Terlepas dari masalah yang menyebabkan keduanya bercerai, hubungan Rasuna dan Duski tetap terjalin dengan baik. Padahal, mereka memiliki pandangan politik yang berbeda. Ya, pada masa pemberontakan PRRI di Sumatra Barat, Duski berdiri sebagai pendukung PRRI, sedangkan Rasuna lebih memilih untuk memihak Soekarno.
Keakraban yang terjalin antara ia dan Duski sangat terlihat karena Duski sering mengunjunginya di Jakarta. Bahkan, Duski sering menginap di rumah HR Rasuna Said selama beberapa hari.
Mengetahui hal tersebut, Mohammad Natsir, tokoh nasional asal Sumatra Barat yang merupakan keponakan jauh Duski merasa risau. Natsir khawatir jika sang paman terkena fitnah akibat menginap di rumah mantan istri. Menanggapi kekhawatiran Natsir, Duski menegaskan bahwa dirinya adalah seorang yang mengerti agama sehingga tahu mana yang halal dan haram.
c. Menikah untuk yang Kedua Kali
Setelah menjanda selama beberapa waktu, HR Rasuna Said menikah lagi dengan seorang pria yang bernama Bairun AS. Sejak awal pernikahan, mereka berdua sepakat untuk tak menjadikan pernikahan sebagai penghalang kegiatan berorganisasi.
Namun, kesibukan Rasuna dan Bairun akhirnya membuat hubungan mereka retak. Akhirnya, sama seperti pernikahannya dengan Duski, pernikahannya dengan Bairun juga berujung perceraian. Dari pernikahan ini, ia tak dikaruniai buah hati.
Baca juga: Biografi Laksamana Malahayati, Pahlawan Asal Aceh yang Menjadi Laksamana Wanita Pertama di Dunia
Sepak Terjang HR Rasuna Said di Zaman Belanda
Sumber: Dictio Community
Di masa penjajahan, gerak masyarakat pribumi sangatlah terbatas, terutama kaum wanitanya. Namun, Rasuna yang cerdas dan berani tak mau ketinggalan berjuang di bidang politik untuk memperjuangkan nasib bangsa. Jika kamu penasaran dengan sepak terjang HR Rasuna Said di saat Belanda masih menguasai bumi pertiwi, tetap simak biografi ini, ya!
1. Menjadi Sekretaris Sarekat Rakyat
Sejak menuntut ilmu di Sekolah Thawalib, Rasuna semakin tertarik dengan politik. Bahkan, pernah juga ia mengusulkan agar politik dimasukkan sebagai mata pelajaran tambahan. Sayangnya, hal tersebut tidak terwujud sehingga ia lebih memilih menyalurkan semangatnya di bidang politik dengan bergabung menjadi anggota Sarekat Rakyat (pecahan Sarekat Islam yang berhaluan komunis).
Kemudian saat ia berusia 16 tahun, tepatnya pada tahun 1926, ia diangkat sebagai sekretaris Sarekat Rakyat cabang Sumatra Barat. Dan tak lama setelah itu, Partai Komunis Indonesia melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda di Silungkang, Sumatra Barat.
Mendapatkan pemberontakan, Belanda tak tinggal diam, mereka pun mengerahkan polisi rahasia untuk melakukan pengejaran terhadap aktivis PKI. Meski target utama Belanda adalah PKI, Sarekat Rakyat yang juga berhaluan komunis juga terkena dampaknya dan ikut diawasi dengan ketat. Karena semakin sulit bergerak, Rasuna memutuskan untuk keluar dari Sarekat Rakyat.
2. Berjuang Bersama Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI)
Sebenarnya Rasuna sudah menjadi anggota Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) sejak ia masih menjadi anggota Sarekat Rakyat. Namun, begitu kondisi di Sarekat Rakyat tak lagi mendukung, ia memutuskan untuk fokus berjuang bersama PERMI. Inilah kisahnya dalam biografi Rasuna Said.
a. Banyak Bergerak di Bidang Pendidikan
Persatuan Masyarakat Indonesia (PERMI) didirikan oleh perkumpulan Sumatra Thawalib pada tanggal 22–27 Mei 1930 di Bukittinggi. Dengan didirikannya PERMI, Sumatra Thawalib yang awalnya lebih fokus ke bidang pendidikan mulai bergerak di bidang politik.
Dua tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1932, PERMI pun menyatakan diri sebagai partai politik. Tak hanya itu, organisasi yang bersifat non-kooperatif (tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda) ini pun juga mengubah kepanjangan nama organisasinya menjadi Partai Muslimin Indonesia.
Selama bergabung dengan PERMI, Rasuna yang memiliki pengalaman mengajar turut aktif menjadi guru di sekolah-sekolah yang didirikan Sumatra Thawalib. Misalnya saja Sekolah Thawalib Puteri dan Kursus Puteri di Bukittinggi.
Selain mengajar, HR Rasuna Said juga memprakarsai berdirinya Sekolah Menyesal yang merupakan kursus pemberantasan buta huruf dan Sekolah Thawalib Rendah yang berada di Padang.
b. Terjerat Hukum Speek Delict
Di luar kegiatannya sebagai pengajar di sekolah-sekolah yang didirikan Sumatra Thawalib, HR Rasuna Said yang kita bahas dalam biografi ini juga aktif berpidato di tiap-tiap acara PERMI. Dalam setiap kesempatan berpidato, ia selalu menyampaikan pemikiran-pemikiran yang memicu semangat audiens untuk bangkit melawan penindasan.
Karena merasa pidato-pidatonya perlu diwaspadai, Polisi Urusan Politik Hindia Belanda (Politike Inlichtingen Dienst/PID) pun turun tangan untuk menanggulangi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya saja pemberontakan yang sebelumnya dilakukan PKI.
Sejak PERMI dilirik oleh PID, setiap rapat umum yang diselenggarakan PERMI pasti dihadiri oleh perwakilan dari PID. Bila sekiranya ada pidato yang dianggap perwakilan PID melanggar ketentraman umum, maka mereka akan mengetok palu dan memperingatkan pembicara.
Ketika Rasuna kebagian jatah untuk berpidato, ia kerap mendapat teguran dari perwakilan PID. Setelah berulang kali hanya mendapat teguran, ia akhirnya diperintahkan untuk berhenti ketika berpidato di Payakumbuh pada tahun 1932. Saat itu, isi orasinya dianggap terlalu keras dan menimbulkan kebencian pada pemerintah Hindia Belanda.
Ia pun menjadi wanita pertama di Indonesia yang terjerat hukuman speek delict, yaitu hukum kolonial yang menyatakan bahwa siapa saja dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda. Ia dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 2 bulan di Semarang, Jawa Tengah.
Mendekam di balik jeruji besi tak membuat semangat perjuangannya luntur. Buktinya, setelah bebas dari penjara ia kembali ke Sumatra Barat dan menetap di Padang. Ia sebenarnya ingin melanjutkan perjuangannya di bidang politik bersama PERMI.
Sayangnya, pergerakan PERMI jadi makin terbatas setelah pemerintah Hindia Belanda menangkap para pemimpin utamanya, yaitu Muchtar Luthfi, Jalaluddin Thaib, dan Ilyas Yakub. Ketiganya diadili pada tahun 1933 dan dibuang ke Digul, Irian pada 1934.
Baca juga: Biografi Ratna Sari Dewi Soekarno, Istri Presiden Pertama Republik Indonesia yang Penuh Kontroversi
c. Meneruskan Pendidikan di Sekolah yang Didirikan PERMI
Sementara belum bisa melanjutkan perjuangannya melalui kegiatan politik, Rasuna yang masih berusia 23 tahun memilih mengisi waktunya dengan menimba ilmu di Islamic College, lembaga pendidikan yang dipimpin Muchtar Yahya dan didirikan pada tahun 1931 oleh Dewan Pengajaran PERMI.
Islamic College memiliki majalah bernama Raya yang diterbitkan khusus untuk kalangan mahasiswa. Dan saat menjadi mahasiswa di Islamic College, Rasuna yang terkenal dengan tulisan-tulisannya tentang cita-cita pendidikan, sosial, dan politik bagi bangsa Indonesia, kemudian terpilih menjadi pemimpin redaksi Raya.
Setelah beberapa tahun berjuang bersama PERMI di kancah non politik, ia akhirnya harus merelakan partai tersebut bubar pada tanggal 28 Oktober 1937. Pembubaran ini terpaksa dilakukan karena pemerintah Hindia Belanda semakin gencar mengintimidasi para pengikut PERMI.
3. Pindah ke Medan, Sumatra Utara
Pendidikannya di Islamic College yang ditempuh selama empat tahun selesai pada 1937. Ya, ia lulus di tahun yang sama dengan bubarnya PERMI. Karena tak lagi mengikuti organisasi apa pun di Sumatra Barat, ia memilih untuk hijrah ke Medan, Sumatra Utara.
Di masa-masa awal ia menetap di Medan, Rasuna memfokuskan perjuangannya di bidang pendidikan dengan cara mendirikan sekolah yang dinamakan Perguruan Puteri pada tahun 1937. Selain terjun sebagai tenaga pengajar, ia juga menerbitkan majalah yang dinamakan Menara Puteri.
Majalah yang diprakarsai pendiriannya oleh HR Rasuna Said tersebut memiliki slogan yang mirip dengan Soekarno, yaitu “ini dadaku, mana dadamu”. Sedangkan dari segi isi, majalah Menara Puteri yang terbit mingguan banyak membahas tentang kewanitaan dan kesadaran tentang semangat mengenai antikolonialisme. Rasuna sendiri mengelola rubrik Pojok dengan menggunakan nama samaran Seliguri yang tulisan-tulisannya dikenal tajam dan tepat sasaran.
Kebesaran nama Menara Puteri rupanya tak hanya diketahui masyarakat Medan dan Sumatra saja. Bahkan, koran Penyebar Semangat yang terbit di Surabaya pernah memberi ulasan tentang majalah tersebut.
Ini isi ulasannya, “Di Medan ada sebuah surat kabar bernama Menara Poetri. Isinya dimaksudkan untuk jagad keputrian. Bahasanya bagus, dipimpin oleh Hajjah Rangkayo Rasuna Said, seorang putri yang pernah masuk penjara karena berkorban untuk pergerakan nasional.”
Meski telah dikenal masyarakat luas, Menara Puteri tak bisa bertahan lama. Rasuna terpaksa menghentikan produksi majalah tersebut karena hanya sekitar 10 persen dari pembacanya yang membayar tagihan.
Baca juga: Biografi HOS Cokroaminoto, Guru Tokoh Besar Nasional yang Dijuluki Raja Jawa Tanpa Mahkota
Perjuangan di Era Penjajahan Jepang
Belanda kalah perang dan terpaksa menyerahkan wilayah kekuasaan atas Indonesia kepada Jepang pada tahun 1942. Sejak saat itu, ia memilih untuk kembali ke Padang, Sumatra Barat. Ini kisah lengkapnya dalam biografi HR Rasuna Said berikut.
Setelah menetap di Padang, Rasuna bersama Chotib Sulaeman mendirikan organisasi bernama Pemuda Nippon Raya yang awalnya bekerja sama dengan pemerintah Jepang. Para pengurus organisasi ini memang menyembunyikan cita-cita sebenarnya dari penjajah karena tak ingin dibubarkan begitu saja.
Namun, pada suatu ketika, Rasuna yang sedang berhadapan dengan seorang pembesar Jepang bernama Mishimoto, malah mengatakan, “Boleh Tuan menyebut Asia Raya karena Tuan menang, tetapi Indonesia Raya pasti ada di sini.” Ya, ia mengatakannya sambil menunjuk dadanya sendiri.
Mishimoto yang terkejut mendengar perkataan Rasuna pun langsung melaporkan hal tersebut pada petinggi Jepang yang lain. Akhirnya, pemerintah Jepang memutuskan untuk membubarkan Perkumpulan Nippon Raya dan menangkap para pemimpinnya.
Namun, tak lama setelah penangkapan tersebut, Rasuna dan kawan-kawannya yang dinilai Jepang memiliki pengaruh besar pada rakyat kemudian dibebaskan. Jepang saat itu sedang gencar-gencarnya menarik hati masyarakat Indonesia untuk membantu mereka berperang menghadapi sekutu. Jadi, mereka tak ingin jika rakyat pribumi jadi kehilangan simpati hanya gara-gara mereka menangkap para tokoh masyarakat.
Pada tahun 1943, pemerintah Jepang secara resmi membentuk Pembela Tanah Air (PETA) di Jawa. Mendengar hal itu, para pemimpin rakyat Sumatra Barat mengusulkan pada Jepang untuk membentuk Gya Gun atau Laskar Rakyat.
Tak dinyana, usulan tersebut diterima sehingga terbentuklah Laskar Rakyat yang tugas pelaksanaannya diserahkan kepada Chotib Sulaeman, orang yang membentuk Pemuda Nippon Raya bersama HR Rasuna Said. Sedangkan Rasuna sendiri diperintahkan untuk menjabat sebagai pimpinan bagian putri yang dijuluki Tubuh Ibu Pusat Laskar Rakyat.
Baca juga: Biografi Raden Patah, Keturunan Raja Majapahit yang Menjadi Pendiri Kesultanan Demak
Perjuangan di Masa Setelah Kemerdekaan
Sumber: Wikimedia Commons
Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Mereka mengambil langkah tersebut setelah dua kota pentingnya, yaitu Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak dijatuhi bom atom oleh Sekutu.
Setelah itu, pemerintah Jepang yang ada di Indonesia ikut sibuk mengurus kekacauan yang terjadi di negara asalnya. Di masa vacuum of power, bangsa Indonesia yang diwakili Soekarno memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Meski telah merdeka, perjuangan Rasuna bukan berarti telah usai.
Sebab, pascamerdeka banyak permasalahan dalam negeri maupun luar negeri yang harus ditangani bersama. Seperti apa kisah wanita asal Minangkabau ini setelah negara Indonesia berdiri? Berikut ulasannya dalam biografi HR Rasuna Said ini.
Setelah Indonesia merdeka, Rasuna membentuk KNI Kawedanan dan Nagari. Hal ini dilakukan dalam rangka melebarkan sayap Komite Nasional Indonesia (KNI) Sumatra Barat.
Selain itu, ia bersama para kepala daerah di Sumatra Barat juga menjadi anggota Panitia Pembentukan Dewan Perwakilan Nagari. Kemudian, ia terpilih untuk mewakili Sumatra Barat sebagai salah satu anggota Dewan Perwakilan Sumatra (DPS) yang dibentuk pada tanggal 17 April 1946.
Karier politiknya makin cemerlang setelah menjabat sebagai anggota DPS. Malah, dalam rapat pleno kedelapan yang diselenggarakan KNI Sumatra Barat pada 4–6 Januari 1947, ia terpilih sebagai anggota KNI Pusat di Jakarta. Hebatnya lagi, perempuan asli Minangkabau ini juga menjabat sebagai anggota pengurus Front Pertahanan Nasional sebagai anggota seksi kewanitaan.
Pada 4 Januari 1946, ibu kota Indonesia pindah ke Yogyakarta. Saat itu, ia dipercaya untuk menduduki posisi sebagai Badan Pekerja KNIP yang berpusat di Yogyakarta. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 27 Desember 1949, Indonesia mengubah bentuk negara menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai hasil keputusan Konferensi Meja Bundar. Saat itu, Rasuna dipercaya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Serikat.
Saat Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) diberlakukan pada 17 Agustus 1950, ia dilantik untuk mengisi posisi sebagai anggota DPR sementara. Sembilan tahun kemudian, yaitu tanggal 5 Juli 1959, Soekarno mengumumkan Dekrit Presiden.
Pengumuman tersebut menandai berlakunya kembali UUD 1945 sebagai konstitusi resmi Republik Indonesia. Ketika itu, HR Rasuna Said dipercaya menjabat sebagai Dewan Pertimbangan Agung.
Akhir Hayat HR Rasuna Said
Tibalah di akhir kisah perjalanan HR Rasuna Said dalam biografi ini. Sejak usia muda, ia telah memulai perjuangannya demi kemerdekaan bangsa. Bahkan, meski akhirnya harus merasakan dinginnya jeruji besi selama 1 tahun 2 bulan, jiwa patriotnya sama sekali tak luntur.
Pun ketika Indonesia telah merdeka, ia tetap memberikan sumbangsih yang berarti untuk bangsa dengan berperan aktif dalam menjalankan kegiatan kenegaraan. Setelah sekitar 20 tahun menduduki posisi penting dalam pemerintahan, Rasuna pun akhirnya tumbang akibat penyakit kanker yang menggerogoti tubuhnya.
HR Rasuna Said menghembuskan napas terakhir di Jakarta pada tanggal 2 November 1965 dalam usia 55 tahun dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Saat meninggal, ia masih berstatus sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung.
Untuk menghargai jasa-jasanya, Hajjah Rangkayo Rasuna Said resmi ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 13 Desember 1974 melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 084/TK/Tahun 1974.
Hikmah Membaca Biografi HR Rasuna Said
Itu tadi adalah biografi HR Rasuna Said yang telah kami sajikan secara lengkap, mulai dari latar belakang keluarga, pendidikan kisah asmara, perjuangan di era penjajahan maupun kemerdekaan, hingga akhir hayatnya. Apakah kamu sudah merasa puas dengan sajian di atas?
Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dengan membaca biografi HR Rasuna Said di atas. Salah satunya, mungkin kamu akan memahami bahwa tidak ada usaha yang sia-sia. Dengan sikap yang gigih dan pantang menyerah, kamu akan semakin dekat dengan apa yang kamu cita-citakan. Oleh sebab itu, tetaplah berjuang sesulit apa pun jalan yang ada di hadapanmu.
Kalau kamu ingin mendapatkan inspirasi dan motivasi dari biografi tokoh-tokoh selain HR Rasuna Said, terus simak KepoGaul.com. Sebab, selain tentang tokoh pahlawan nasional seperti Rasuna, ada juga biografi tentang para pengusaha sukses, seperti Steve Jobs dan Larry Page, atau tokoh cendekiawan, seperti Albert Einstein, Ibnu Sina, hingga Ibnu Rusyd.