
Indonesia Raya merupakan lagu kebangsaan Indonesia yang wajib dinyanyikan pada setiap upacara resmi. Apakah kamu mengenal sosok sang pencipta lagunya, Wage Rudolf Supratman? Kalau penasaran, simak biografi sosok pahlawan yang lebih dikenal dengan nama WR Supratman di artikel ini.
- Nama
- Wage Rudolf Supratman
- Tempat, Tanggal Lahir
- Purworejo, 19 Maret 1903
- Meninggal
- Rabu Wage, 17 Agustus 1938
- Warga Negara
- Indonesia
- Orang Tua
- Djoemeno Senen Sastrosoehardjo (Ayah), Siti Senen (Ibu)
Setiap orang Indonesia tentu mengetahui kalau lagu yang selalu dinyanyikan pada setiap upacara kebangsaan, Indonesia Raya, itu diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman. Namun, beberapa orang Indonesia kurang begitu mengenal sosok WR Supratman lebih dekat hingga berusaha mencari biografinya.
Meskipun ia lebih dikenal sebagai pencipta lagu Indonesia Raya, tapi sebenarnya ia menciptakan banyak lagu dan karya sastra yang berhubungan dengan perjuangan. Bahkan, ia sampai menjadi buronan yang dikejar-kejar oleh pemerintah Belanda karena karya-karyanya.
Sebenarnya, apa yang mendasari Wage Rudolf Supratman sehingga mulai membuat lagu kebangsaan untuk Indonesia? Kira-kira sebesar apakah rasa cinta WR Supratman pada musik dan Indonesia? Apalagi kabarnya ia meninggal dunia sebelum sempat merasakan kemerdekaan Indonesia.
Jadi semakin penasaran dengan sosok Wage Rudolf Supratman, kan? Simak biografi WR Supratman yang sudah kami siapkan di artikel ini. Selamat membaca!
Kehidupan Pribadi WR Supratman
Sumber: Wikimedia Commons
Sebelum mengetahui lebih lanjut tentang proses bagaimana WR Supratman menciptakan lagu Indonesia Raya dalam biografi ini, kamu perlu mengetahui tentang kehidupan pribadinya terlebih dahulu. Di sini kamu bisa mengenal lebih dekat tentang latar belakang keluarga dan juga pendidikannya.
1. Masa Kecil
WR Supratman lahir di Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Satu-satunya putra dari pasangan Djoemeno Senen Sastrosoehardjo dan Siti Senen ini terlahir pada hari Kamis Wage tanggal 19 Maret 1903.
Karena kelahiran putranya bertepatan dengan pasaran Jawa Wage, maka Siti memberi nama Wage pada putranya itu. Barulah beberapa hari kemudian, ketika sang ayah yang merupakan sersan di KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger atau Kesatuan Tentara Hindia Belanda) kembali dari tugasnya, ia menambahkan nama belakang Supratman untuk putranya.
Saat Wage berusia enam tahun, ibundanya meninggal dunia karena sakit parah. Sang ayah pun merasa kesulitan karena harus mengurus keenam anaknya yang beberapa di antaranya masih kecil-kecil.
Ketika Wage berusia sebelas tahun, kakak sulungnya yang bernama Roekiyem Soepratiyah menikah dengan laki-laki keturunan Belanda yang bernama Willem van Eldik. Saat itu, Roekiyem dibawa oleh suaminya untuk tinggal di Makassar. Demi meringankan beban ayahnya serta ingin memberikan masa depan yang lebih baik untuk adik laki-lakinya, Roekiyem membawa serta Wage ke ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan itu.
2. Pendidikan yang Ditempuh
Karena tujuan Roekiyem membawa serta adik laki-lakinya itu ke Makassar adalah agar bisa mendapat masa depan yang lebih cerah dan mengangkat martabat keluarga, maka ia dan suaminya berusaha memasukkan Wage ke sekolah Belanda. Namun, saat itu masih ada peraturan kalau hanya anak-anak keturunan Belanda atau Eropa saja yang bisa menempuh pendidikan di sekolah itu.
Meskipun begitu, Roekiyem dan Willem tidak kehabisan akal. Mereka mengangkat Wage sebagai anak kemudian menambahkan nama Rudolf sehingga namanya menjadi Wage Rudolf Supratman. Kemudian, ia disekolahkan di ELS (Europese Lagere School atau sekolah dasar Hindia Belanda).
Sayangnya, karena penampilannya yang tidak terlihat seperti anak keturunan lainnya, banyak sekali temannya di sekolah yang mem-bully. Pihak sekolah pun mulai curiga dan setelah terbukti kalau WR Supratman tidak memiliki darah Eropa di tubuhnya, ELS pun mengeluarkan Wage dari sekolah.
Setelah keluar dari ELS, Wage Rudolf Supratman pindah ke sekolah untuk anak melayu yang bernama Sekolah Dasar Angka Dua (2 Inlandsche School) di Makassar. Selepas lulus pada tahun 1917, ia melanjutkan pendidikan dengan mengambil kursus bahasa Belanda. Kursus tersebut bisa ia selesaikan hanya dalam waktu dua tahun saja.
Semangat belajar Wage Rudolf Supratman yang tinggi membuatnya kembali melanjutkan pendidikan ke Normaal School. Dengan kemampuannya dalam berbahasa Belanda, ia diterima di sekolah yang mempersiapkan calon guru untuk sekolah Belanda.
Baca juga: Biografi Mahatma Gandhi, Sang Pejuang Kemerdekaan Anti-Kekerasan
Perkenalan WR Supratman dengan Musik
Karena WR Supratman banyak dikenal sebagai seorang pencipta lagu-lagu kebangsaan, tentu biografi ini nggak akan lengkap kalau nggak membahas tentang perkenalannya dengan musik. Karena kecintaannya pada musik itu tak akan terjadi kalau dia nggak dikenalkan dengan musik.
Wage terbiasa mendengarkan musik berkat kakak sulung dan kakak iparnya, Roekiyem dan Willem yang sangat menyukai lagu. Mereka sering kali mendengarkan lagu melalui piringan hitam dan bermain biola untuk menghabiskan waktu. Bahkan, tak jarang Roekiyem mengajak Wage untuk menonton pertunjukkan sandiwara.
Setelah melihat kalau kecintaan Wage pada musik mulai tumbuh, Willem pun memberikan biola sebagai kado ulang tahun ke-17 untuk adik iparnya itu. Tak lupa, Willem pun mengajarinya cara bermain biola.
Ketika mendapati kalau adiknya itu memiliki bakat dalam bidang musik, Willem pun mengajaknya untuk bergabung dalam band jazz bernama Black & White. Ketenaran band tersebut membuat mereka sering tampil di gedung Societeit, tempat dansa dan pesta kaum elite di Makassar.
Proses Pembuatan Lagu Indonesia Raya
Salah satu hal penting yang perlu dibicarakan dalam biografi WR Supratman adalah tentang proses penciptaan lagu Indonesia Raya. Karena pada akhirnya lagu itulah yang membuat namanya dikenal oleh seluruh warga negara Indonesia.
1. Awal Mula Penciptaan Lagu Indonesia Raya
Saat tinggal di Jakarta, Wage Rudolf Supratman tanpa sengaja melihat sebuah iklan di majalan Timboel. Iklan tersebut sedang mencari orang yang bisa membuat lagu pembakar semangat rakyat Indonesia.
Wage pun tergugah untuk membuat lagu yang awalnya ia beri judul Indonesia, Indonesia, Merdeka, Merdeka. Namun, lagu yang sudah selesai ia buat pada tahun 1926 itu tidak langsung ia perkenalkan pada publik.
Padahal, saat itu bertepatan dengan diadakannya Kongres Pemuda I yang diadakan pada tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926. Kurangnya rasa percaya diri dalam diri Wage membuatnya mengurungkan niat memperdengarkan lagu tersebut.
2. Memperkenalkan Lagu Indonesia Raya pada Kongres Pemuda II
Dua tahun kemudian, Kongres Pemuda II diadakan pada tanggal 27–28 Oktober 1928. Pada malam penutupan, Wage Rudolf Supratman mendatangi sang ketua kongres, Soegondo Djojopoespito. Ia meminta izin agar bisa membawakan lagu ciptaannya pada jam istirahat.
Karena lagu tersebut memiliki sebuah lirik yang berbunyi “Indonesia, Merdeka,” Soegondo khawatir polisi Hindia Belanda akan membubarkan kongres tersebut. Demi dapat memperkenalkan lagunya, Wage mengusulkan untuk memainkan lagu ciptaannya menggunakan instrumen saja tanpa menyanyikan liriknya.
Meskipun hanya dimainkan musiknya saja, tapi semangat perjuangan dalam lagu Indonesia Raya itu bisa menggetarkan hati setiap orang yang hadir dalam kongres. Bahkan, Wage sampai dihubungi oleh Firma Tio Tek Hong untuk merekam lagu Indonesia Raya dalam bentuk piringan hitam.
Namun, adanya kata merdeka yang diulang dalam lagu Indonesia Raya membuat pemerintah Hindia Belanda tidak menyukai lagu tersebut. Akhirnya, lagu tersebut pun dilarang dinyanyikan oleh semua orang.
Karier di Bidang Selain Musik
Sebelum dikenal sebagai seorang pencipta lagu kebangsaan, WR Supratman pernah menjalani berbagai macam pekerjaan demi kelangsungan hidupnya. Beberapa pekerjaan yang dilakoni oleh WR Supratman itu akan kami rangkumkan di biografi ini.
Sebagai lulusan Normaal School, Wage bekerja sebagai guru di sebuah sekolah di Kota Singkang. Namun, karena saat itu ibu kota Kabupaten Wajo tersebut tengah dilanda kerusuhan, Wage memutuskan untuk berhenti menjadi guru dan pindah kembali ke Makassar.
Wage Rudolf Supratman kemudian bekerja sebagai pramuniaga di Firma Nedem. Sayangnya, pekerjaan itu tidak berlangsung lama dan ia pun pindah bekerja sebagai pegawai di kantor advokat milik teman Willem van Eldik.
Beberapa bulan kemudian, Wage kembali keluar dari pekerjaannya karena merindukan keluarganya yang di Jawa. Ia kemudian tinggal bersama kakak keduanya yang bernama Roekinah Soepratirah di Surabaya, Jawa Timur.
Setelah tinggal di Surabaya selama beberapa saat, Wage kemudian pindah ke Bandung untuk menemui Ayahnya. Di Bandung, ia bekerja sebagai wartawan di sebuah surat kabar bernama Kaoem Moeda. Satu tahun bekerja di sana, Wage diajak temannya untuk membangun kantor berita di Jakarta dengan nama Alpena.
Selama bekerja di Alpena, Wage mulai berkenalan dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional. Jiwa nasionalisme WR Supratman pun mulai terpupuk dan tanpa ragu ia membantu mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Sayangnya, karena terlalu menentang pemerintah Hindia Belanda, surat kabar Alpena harus ditutup. Wage pun kemudian bekerja di surat kabar Sin Po dengan tugas membuat liputan rapat pemuda tentang pergerakan nasional.
Karena sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pergerakan nasional, artikel-artikel yang diterbitkan oleh Wage selalu menyudutkan pemerintah Hindia Belanda. Sejak saat itu, ia pun mulai menjadi buronan polisi Hindia Belanda.
Walau sudah menjadi buronan, Wage Rudolf Supratman masih terus berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Bahkan, ia mulai sering menyumbangkan pemikiran dan pendapat pada setiap rapat pemuda.
Baca juga: Biografi Bob Sadino, Pengusaha Sukses yang Memulai Usaha dari Telur Ayam Negeri
Karya yang Sudah Diciptakan WR Supratman
Kamu pasti sudah tahu kalau WR Supratman adalah pencipta lagu Indonesia Raya. Namun, rupanya lagu tersebut bukanlah satu-satunya karya yang dia buat, lho! Kalau ingin tahu, kamu sudah rangkumkan beberapa karya WR Supratman di biografi ini.
Di tahun yang sama ketika diperkenalkannya Indonesia Raya (1928), Wage Rudolf Supratman juga membuat Indonesia Iboekoe dan Bendera Kita Merah Poetih. Ia juga sempat membuat lagu berjudul Bangunlah Hai Kawan (1929), Raden Adjeng Kartini (1929), Di Timur Matahari (1931), Matahari Terbit Agustus (1938), dan sebuah lagu yang belum sempat ia selesaikan berjudul Selamat Tinggal (1938). Selain lagu-lagu kebangsaan, WR Supratman juga menggubah beberapa lagu mars seperti KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia), Surya Irawan, dan Parindra (Partai Indonesia Raya).
Selain menciptakan lagu, WR Supatman rupanya juga pernah menerbitkan buku. Tidak jauh berbeda dengan lagu-lagunya, buku ciptaannya juga terinspirasi dari situasi pergerakan rakyat Indonesia dalam melawan penjajah.
Bahkan, salah satu buku karyanya yang berjudul Perawan Desa (1929) sampai ditarik dan dilarang beredar oleh pemerintah. Alasannya adalah karena Pemerintah khawatir kisah dalam buku tersebut akan menjadi provokasi rakyat untuk melawan penjajah. Untungnya, karya Wage lainnya yang berjudul Dara Moeda, Kaoem Panatik (1930) masih bisa beredar di kalangan masyarakat.
Baca juga: Biografi Ahmad Yani, Jenderal TNI AD yang Tegas dan Penuh Kasih
Akhir Hayat WR Supratman
Setelah lagu-lagu dan karya-karya buatannya banyak dikecam oleh pemerintah Hindia Belanda, Wage Rudolf Supratman pun menjadi buronan. Ia terpaksa harus sering berpindah tempat tinggal demi dapat menyelamatkan diri.
Saat sampai di Surabaya, Wage sakit cukup parah. Namun hal itu tidak mengurangi semangatnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Wage masih sempat memimpin paduan suara di jalan Embong, Malang yang disiarkan oleh NIROM (Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatschappij atau Maskapai Siaran Radio Hindia Belanda). Saat itu, polisi Hindia Belanda menangkap lalu memasukkan Wage ke penjara Kalisosok.
Berada di penjara membuat kesehatan Wage semakin memburuk. Pada tanggal 17 Agustus 1938, tepat tujuh tahun sebelum Indonesia merdeka, Wage Rudolf Supratman meninggal dunia.
Jenazah WR Supratman awalnya dimakamkan di Pemakaman Kapas Kampung di Jalan Kenjeran Surabaya. Tanggal 20 Mei 1953, makamnya dipindah ke Pemakaman Jalan Tambak Segaran Wetan.
Pada tanggal 25 Oktober 1953 Wage mendapatkan pengakuan sebagai pahlawan nasional dari pemerintah Indonesia. Makamnya pun dipindahkan ke Pemakaman Jalan Kenjeran, Desa Rangkah, Kecamatan Tambaksari, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
Fakta Menarik seputar WR Supratman
Setelah mengetahui kehidupan pribadi dan jasa-jasa WR Supratman untuk Indonesia dalam biografi ini, kamu perlu mengetahui fakta menariknya. Mulai dari kontroversi seputar tempat dan tanggal lahirnya, hingga tentang kisah cintanya.
1. Sempat Muncul Kontroversi seputar Tempat dan Tanggal Lahir
Saat Megawati Soekarnoputri menjadi presiden Republik Indonesia, ia menetapkan tanggal 9 Maret sebagai Hari Musik Nasional. Alasan pemilihan tanggal itu adalah karena bertepatan dengan tanggal kelahiran WR Supratman.
Namun, beberapa buku sejarah menyebutkan kalau Wage Rudolf Supratman lahir tanggal 19 Maret 1903. Yang membuat semakin membingungkan, tanggal 9 dan 19 Maret pada tahun 1903 sama-sama jatuh pada pasaran Wage, sesuai dengan kelahiran WR Supratman.
Tak hanya tanggal lahirnya, tempat kelahirannya pun sempat menimbulkan perdebatan. Karena beberapa buku sejarah menyebutkan kalau Wage lahir di Surabaya, sementara buku lainnya menyebutkan kalau ia dilahirkan di Jakarta.
Untungnya, kakak perempuannya yang bernama Roekijem Soepratijah memberikan kejelasan. Ia menjelaskan kepada penulis buku biografi WR Supratman, Matumona, kalau adiknya itu lahir di Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 19 Maret 1903. Menurut Roekijem, beberapa buku yang menyebutkan tempat kelahiran Wage di Jakarta itu kemungkinan karena catatan sang ayah yang menginginkan putra satu-satunya dicatatkan terlahir di kota besar.
Agar lebih resmi, Pemerintah dan Pengadilan Negeri Purworejo pun membuat ketetapan kalau WR Supratman lahir pada hari Kamis Wage tanggal 19 Maret 1903. Tak hanya tanggalnya, tempat lahirnya juga secara resmi ditetapkan di Desa Somongari, Kabupaten Purworejo.
2. Lagu Indonesia Raya Dituduh Menjiplak Lagu Lain
Pada tahun 1991, salah satu pengamat musik, dramawan, dan penulis novel Indonesia yang bernama Remy Sylado menulis sebuah artikel tentang lagu Indonesia Raya yang menjiplak sebuah lagu Belanda. Artikel yang dirilis di surat kabar Kompas itu menyebutkan kalau lagu yang berjudul Lekka Lekka Pinda Pinda itu diciptakan pada tahun 1600-an.
Namun, seorang pengamat musik bernama Kaye A. Solapung langsung membantah tuduhan tersebut. Menurutnya, artikel Remy Sylado itu hanya mengulang tuduhan dari Amir Pasaribu yang diucapkan pada tahun 1950-an.
Kaye kemudian membedah lagu Lekka Lekka Pinda Pinda dan Indonesia Raya secara bersamaan. Menurutnya, kedua lagu tersebut tidak memiliki kord yang sama. Satu-satunya persamaan dari kedua lagu tersebut hanyalah adanya delapan ketukan, sehingga kesimpulannya lagu Indonesia Raya bukanlah jiplakan.
3. Tidak Memiliki Pasangan atau Keturunan
Sepanjang hidupnya selama 35 tahun, WR Supratman tidak memiliki istri atau anak sama sekali. Meskipun ada artikel yang menyebutkan kalau ia pernah beberapa kali memiliki kekasih, tapi tidak ada satu pun yang diajaknya hingga ke pelaminan.
Menariknya, pada bulan Juni 2019, ada seorang penyanyi dan pencipta lagu asal Indonesia yang mengikuti sebuah kompetisi musik di Inggris. Anak perempuan bernama Andrea Turk itu mengaku-aku sebagai cicit buyut dari Wage Rudolf Supratman.
Ayah Andrea yang bernama Dario Turk menyatakan kalau pengakuan tersebut hanyalah pemberitaan yang menyesatkan dari media. Karena sebenarnya, Andrea adalah cicit dari kakak perempuan WR Supratman yang bernama Ngadini Soepratini. Ibu Andrea, Endang Turk merupakan cucu Ngadini.
Namun, pada sebuah postingan akun Instagram tanggal 9 April 2019, Andrea menuliskan kalau ia adalah cicit buyut WR Supratman. Bahkan, setelah ada beberapa orang yang mengingatkannya untuk mengoreksi kalimat tersebut, tetap saja Andrea memperkenalkan diri sebagai cicit buyut Wage Rudolf Supratman.
Baca juga: Biodata Merry Riana, Motivator yang Mendapat Julukan Wanita Sejuta Dolar
Mengenal Sosok Pencipta Lagu Indonesia Raya melalui Biografi WR Supratman
Setelah membaca biografi WR Supratman di artikel ini, pesan apakah yang kamu dapatkan? Apakah kamu terinspirasi untuk tidak pernah berhenti belajar meskipun ada halangan di depan mata seperti halnya Wage ketika masih muda? Ataukah rasa cintamu pada Indonesia dan lagu Indonesia Raya menjadi semakin bertambah?
Kalau kamu masih ingin mencari informasi dan biografi pahlawan selain WR Supratman, coba cek kanal Tokoh di website KepoGaul.com ini. Selain biografi para pahlawan, kamu juga bisa menemukan biografi orang-orang sukses yang bisa menginspirasimu, seperti Bob Sadino, Nelson Mandela, Steve Jobs, dan masih banyak lagi. Selamat membaca!