
Chairil Anwar merupakan penyair berdarah Minangkabau yang menjadi salah satu pelopor Angkatan '45 dan puisi modern Indonesia. Karya-karyanya tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga dunia. Penasaran seperti apa kumpulan puisi karya Chairil Anwar yang sangat populer dan melegenda itu? Simak artikel ini hingga habis, ya!
Para pecinta puisi barangkali sudah tidak asing lagi dengan nama Chairil Anwar. Penyair yang lahir dan besar di Medan ini telah menulis puluhan puisi yang digandrungi banyak orang. Misalnya adalah karya berjudul Aku, Karawang-Bekasi, dan kumpulan puisi Chairil Anwar lainnya.
Beberapa kumpulan puisi karya Chairil Anwar yang berhasil diterbitkan, yaitu Deru Campur Debu (1949), Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949 (1986), Derai-derai Cemara (1998), dan sebagainya. Sedangkan karya-karya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing di antaranya Sharp gravel, Indonesian poems (1960), Chairil Anwar: Selected Poems (1963), The Complete Poems of Chairil Anwar (1974), dan masih banyak lagi.
Berkat kepiawaiannya dalam menciptakan puisi, sosok Chairil Anwar mampu menginspirasi banyak orang. Beberapa penulis pun menghasilkan buku yang membahas tentang dirinya, seperti Chairil Anwar: memperingati hari 28 April 1949 (1953), Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan (1976), Mengenal Chairil Anwar (1995), dan lain-lain. Luar biasa, bukan?
Makin penasaran dengan kumpulan puisi karya Chairil Anwar yang kami rangkum di sini? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini! Semoga saja sajak-sajak dari penyair kenamaan Indonesia itu mampu memberimu banyak inspirasi.
Kumpulan Puisi Karya Chairil Anwar tentang Perjuangan
1. Aku
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kauTak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuangBiar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjangLuka dan bisa kubawa berlari
BerlariHingga hilang pedih perih
Dan akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Mungkin kamu sudah familier dengan salah satu karya dari kumpulan puisi Chairil Anwar berjudul Aku tersebut karena memang sangat terkenal. Sajak yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris itu pertama kali dibaca Chairil pada Juli 1943 di Pusat Kebudayaan Jakarta.
Secara keseluruhan, sajak di atas berisi tentang keberanian dalam berjuang walaupun banyak risiko yang menghadang. Dapat pula mengandung makna keteguhan hati atas kebenaran yang telah diyakini.
2. Karawang-Bekasi
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan mendegap hati?Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kamiKami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawaKami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakanAtau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan,
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkataKami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetakKenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung SyahrirKami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impianKenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
Karawang-Bekasi merupakan puisi Chairil Anwar yang mungkin juga tak asing lagi di telingamu. Karya sastra tersebut menyiratkan perjuangan para pahlawan yang telah gugur dalam peperangan yang kemudian dikebumikan di antara Kota Karawang dan Bekasi.
Sajak di atas juga menggambarkan betapa beratnya memperjuangkan kemerdekaan yang hendak diproklamirkan Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Meski sudah merdeka, sayangnya banyak dari kita yang mengabaikan perjuangan para pahlawan. Lewat puisi di atas, Chairil berpesan kepada generasi penerus agar senantiasa mengenang dan menghargai jasa pejuang-pejuang yang telah gugur.
Baca juga: Kumpulan Contoh Pantun Jenaka dan Maknanya untuk Meramaikan Suasana
3. Diponegoro
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembaliDan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.Sekali berarti
Sudah itu mati.MAJU
Bagimu negeri
Menyediakan api.Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindasSungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasaiMaju.
Serbu.
Serang.
Terjang.
Dalam penulisannya, puisi berjudul Diponegoro tersebut menggunakan persamaan bunyi (rima) yang dapat dibaca pada bait pertama hingga terakhir. Selain itu, beberapa bagian sajak ini juga menggunakan kalimat konotasi. Misalnya adalah kalimat “Ini barisan tak bergenderang-berpalu,” yang bermakna semangat dan frasa “menyediakan api” sebagai simbol kekuatan dan keberanian.
Dari segi makna, sajak ini kurang lebih bercerita tentang perjuangan Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah Belanda di Indonesia. Walau senjata yang dipakai kalah modern, sang pahlawan tetap tak gentar dan terus maju memerangi Belanda.
4. Persetujuan dengan Bung Karno
Ayo! Bung Karno kasih tangan, mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
Dipanggang di atas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tanggal 17 Agustus 1945Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api, Aku sekarang lautBung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu, di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu, di uratku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh
Dalam sajak berjudul Persetujuan dengan Bung Karno di atas, Chairil Anwar berusaha menggambarkan kedekatan emosionalnya dengan presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Bait pertama mengungkapkan sikap setuju sang penyair terhadap ucapan-ucapan yang disampaikan Bung Karno.
Baris selanjutnya juga menunjukkan dukungan Chairil pada Soekarno ketika berusaha mempertahankan Republik Indonesia (RI). Sedangkan di bait terakhir, penyair yang mendapat julukan Si Binatang Jalang ini berusaha mengingatkan Soekarno kalau beliau tidak sendirian karena banyak yang sepemahaman dengannya.
5. Prajurit Jaga Malam
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu…
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
Tema yang diangkat dalam sajak berjudul Prajurit Jaga Malam ini adalah kepahlawanan. Penulis berusaha mengungkapkan kekagumannya kepada para prajurit yang tak lelah melakukan jaga malam untuk mengantisipasi serangan Belanda.
Mereka tak gentar sedikit pun pada ancaman penjajah meski nyawa menjadi taruhan. Keberanian dan tekad kuat para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan tersebut mengajarkan kita agar senantiasa cinta tanah air dan rela berkorban untuk negara ini.
Baca juga: Contoh Puisi tentang Guru sebagai Rasa Terima Kasih
Kumpulan Puisi Karya Chairil Anwar tentang Cinta
1. Senja di Pelabuhan Kecil
Kepada Sri Ayati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpautGerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
Tak hanya menghasilkan karya bertema perjuangan dan kepahlawanan, Chairil Anwar juga menulis kumpulan puisi yang berisi percintaan. Salah satunya sajak berjudul Senja di Pelabuhan Kecil di atas yang berkisah tentang kandasnya sebuah cinta.
Tak seperti sajak-sajak sebelumnya yang selalu bernada optimis, rangkaian puisi Chairil kali ini menyiratkan rasa pesimis dan kemuraman. Perasaan sedih sang pengarang terlukiskan lewat pemilihan kata-kata seperti kelam, muram, sendiri, dan sendu.
2. Tak Sepadan
Aku kira:Beginilah nanti jadinyaKau kawin, beranak dan berbahagiaSedang aku mengembara serupa AhasverosDikutuk-sumpahi ErosAku merangkaki dinding butaTak satu juga pintu terbukaJadi baik juga kita padamiUnggunan api iniKarena kau tidak kan apa-apaAku terpanggang tinggal rangka
Sedangkan bait-bait selanjutnya berisi tentang keputusasaan sang penyair terhadap hubungan yang sedang dijalani. Rasa sakit tak tertahan membuatnya memilih untuk mengakhiri hubungan yang dijalani karena merasa tak sejalan. Dirinya pun berpikir telah disumpahi dan dikutuk Dewa Eros karena kekecewaan dan kemalangan cinta yang menimpanya.
Baca juga: Kumpulan Puisi Singkat tentang Ibu yang Membuatmu Rindu untuk Pulang
3. Cintaku Jauh di Pulau
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiriPerahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak kan sampai padanya.Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama kan merapuh!
Mengapa ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!Manisku jauh di pulau,
kalau kumati, dia mati iseng sendiri.
Sekilas, salah satu karya dari kumpulan puisi Chairil Anwar di atas seolah mengisyaratkan kebahagiaan. Namun tak jauh beda dengan sajak cinta sebelumnya, puisi berjudul Cintaku Jauh di Pulau tersebut ternyata mengisahkan kesedihan karena kasih tak sampai.
Cerita bermula dari kecintaan tokoh aku pada gadis di seberang pulau yang senang menghabiskan waktu sendirian. Malangnya, tokoh tersebut harus menjemput ajal ketika hendak menyeberangi pulau untuk bertemu kekasihnya. Setelah meninggal, dia pun masih khawatir dengan sang kekasih yang mungkin akan menghabiskan sisa hidupnya dalam penantian yang sia-sia.
4. Cinta dan Benci
Aku tidak pernah mengerti
Banyak orang menghembuskan cinta dan benci
Dalam satu napasTapi sekarang aku tahu
Bahwa cinta dan benci adalah saudara
Yang membodohi kita, memisahkan kitaSekarang aku tahu bahwa
Cinta harus siap merasakan sakit
Cinta harus siap untuk kehilangan
Cinta harus siap untuk terluka
Cinta harus siap untuk membenciKarena itu hanya cinta yang sungguh-sungguh mengizinkan kita
Untuk mengatur semua emosi dalam perasaanSetiap emosi jatuh… Keluarlah cinta
Sekarang aku mengetahui implikasi dari cinta
Cinta tidak berasal dari hati
Tapi cinta berasal dari jiwa
Dari zat dasar manusiaYa, aku senang telah mencintai
Karena dengan melakukan itu aku merasa hidup
Dan tidak ada orang yang dapat merebutnya dariku
Sajak Chairil Anwar ini seolah mengamini perkataan banyak orang yang menyebutkan bahwa cinta dan benci itu beda tipis. Menurutnya, cinta dan benci adalah saudara yang dapat membodohi atau memisahkan sepasang kekasih.
Ketika jatuh cinta, sang penyair pun sadar harus siap sakit, kehilangan, terluka, dan membenci. Meski begitu, dia tetap bahagia lantaran bisa mencintai karena itu artinya emosi dan jiwanya benar-benar hidup.
5. Sajak Putih
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyiMalam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh akuHidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita mati datang tidak membelah
Pengambilan judul Sajak Putih pada puisi di atas mengisyaratkan kejujuran, keikhlasan, dan ketulusan si aku dalam menyampaikan suara hatinya yang diam-diam mengagumi seseorang gadis. Dia merasakan cinta yang tulus dari sang pujaan hati sehingga membuatnya begitu terharu. Pria tersebut berharap si wanita mencintainya sama seperti apa yang dirasakannya.
Namun, baik si laki-laki maupun perempuan belum juga menyatakan perasaannya dan hanya diam tanpa berbicara sepatah kata pun. Dalam diam, mereka juga berjanji akan setia dan tak terpisahkan meski maut datang menjemput.
Baca juga: Kumpulan Puisi Cinta Romantis untuk Pacar Tersayang yang Memiliki Makna Mendalam
Kumpulan Puisi Karya Chairil Anwar untuk Renungan
1. Doa
Kepada Pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamuBiar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruhCahaya-Mu panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelam sunyiTuhanku
Aku hilang bentuk remukTuhanku
Aku mengembara di negeri asingTuhanku
Di pintu-Mu aku bisa mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
Doa merupakan salah satu karya dari kumpulan puisi Chairil Anwar yang mengambil tema ketuhanan. Hal ini dapat dilihat dari pemilihan judul dan beberapa kata, seperti Tuhanku, mengingat Kau, cahaya-Mu, dan pintu-Mu.
Sajak tersebut dapat menjadi renungan bahwa keberadaan manusia tak terlepas dari campur tangan Tuhan. Dalam bait-baitnya, sang penyair seolah sedang melakukan dialog dengan Tuhan tentang permasalahan hidup yang dihadapinya.
2. Selamat Tinggal
Ini muka penuh luka
Siapa punya?Kudengar seru menderu
Dalam hatiku
Apa hanya angin lalu?Lagi lain pula
Menggelepar tengah malam butaAh..!!!
Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal..!!!
Selamat tinggal…!!
Dalam puisi berjudul Selamat Tinggal, Chairil Anwar seakan-akan sedang membicarakan dirinya sendiri. Dia seperti sedang melakukan introspeksi diri atas kekurangan-kekurangannya yang dikiaskan dengan frasa “muka penuh luka.”
Bait-bait tersebut dapat pula dimaknai sebagai sikap keras kepala si penyair terhadap komentar-komentar orang lain yang merugikannya. Oleh karenanya, penulis mengucapkan selamat tinggal pada hal-hal negatif yang menghinggapinya, lalu melangkah dengan percaya diri.
Baca juga: Kumpulan Kata-Kata Pantun Cinta Romantis untuk Pacar, Gebetan, dan Mantan
3. Sebuah Kamar
Sebuah jendela menyerahkan kamar ini
pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam
mau lebih banyak tahu.
“Sudah lima anak bernyawa di sini,
Aku salah satunya!”Ibuku tertidur dalam tersendu,
Keramaian penjara sepi selalu,
Bapakku sendiri terbaring jemu
Matanya menatap orang tersalib di batu!Sekeliling dunia bunuh diri!
Aku minta adik lagi pada
Ibu dan bapakku, karena mereka berada
di luar hitungan: Kamar begini,
3 x 4 m, terlalu sempit buat meniup nyawa!
Sajak yang ditulis Chairil Anwar pada tahun 1946 ini menggambarkan ironi yang terjadi dalam sebuah keluarga. Mereka yang terdiri dari ayah, ibu, dan lima orang anak harus tinggal di sebuah kamar petak berukuran 3×4 meter.
Sudah keadaan susah, ditambah si aku ingin menambah kesulitan lagi lantaran meminta adik pada orangtuanya. Padahal untuk ditinggali tujuh orang saja kamar itu sudah terlalu pengap dan sempit.
4. Kepada Peminta-minta
Baik, baik, aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi bekuJangan lagi kau bercerita
Sudah tercacar semua di muka
Nanah meleleh dari muka
Sambil berjalan kau usap jugaBersuara tiap kau melangkah
Mengerang tiap kau memandang
Menetes dari suasana kau datang
Sembarang kau merebahMengganggu dalam mimpiku
Menghempas aku di bumi keras
Di bibirku terasa pedas
Mengaum di telingakuBaik, baik, aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
Dalam puisinya ini, Chairil Anwar menggambarkan salah satu fenomena sosial yang mungkin kerap terabaikan masyarakat. Lewat Kepada Peminta-minta, penyair berusaha menunjukkan sikapnya terhadap para pengemis.
Tokoh aku merasa iba pada si peminta-minta meski sebenarnya dia kurang setuju dengan cara orang itu mencari uang. Di sisi lain, si aku juga kerap berpikir tentang kesulitan hidup yang dihadapi si pengemis dan berharap mereka dapat mencari nafkah dengan cara yang lebih baik.
5. Rumahku
Rumahku dari unggun timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halamanAku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senja kala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun timbun sajakDi sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi
Tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu
Sesuai judulnya, sajak Chairil Anwar di atas melukiskan pandangan penulis tentang rumah yang ditinggalinya. Pada bait pertama, penyair beranggapan jika rumahnya bagaikan api unggun yang hangat serta dapat mengusir dinginnya malam. Artinya, rumah itu penuh dengan kehangatan yang membuat si aku betah tinggal di sana.
Bait selanjutnya menceritakan tentang pencarian suasana baru di luar rumah tanpa arah dan tujuan. Dapat pula diartikan sebagai masa muda yang kerap kali diisi dengan kesia-siaan. Setelah melewati masa pencarian, si penyair akhirnya kembali ke tempat asal dan menghabiskan masa tuanya di sana.
Baca juga: Yuk, Baca Kumpulan Puisi Roman Picisan yang Bikin Baper di Sini!
Manakah Kumpulan Puisi Karya Chairil Anwar yang Paling Menginspirasimu?
Setelah membaca kumpulan puisi karya Chairil Anwar di atas, apa yang kamu pikirkan? Kira-kira, manakah sajak yang paling menginspirasi serta meninggalkan kesan terdalam di hatimu? Kamu bisa mencatatnya, lalu mengirimkannya pada orang-orang terdekat atau membaginya di media sosial.
Tak hanya karya Chairil Anwar, di sini kamu juga dapat membaca kumpulan puisi lainnya dengan tema yang beragam. Misalnya adalah puisi tentang ibu, guru, cinta romantis, dan sebagainya. Selamat membaca!