
Kehadiran sosok ibu teramatlah penting dalam sebuah keluarga, terutama bagi anak-anaknya. Seberapa besar kasih sayang dan perhatian yang beliau berikan akan sangat berpengaruh pada perkembangan si buah hati. Well, ingin tahu seperti apa ungkapan cinta seorang anak kepada ibu yang telah membesarkannya? Simak kumpulan puisi singkat tentang ibu ini hingga habis, ya!
Ingatkah kamu dengan peribahasa yang berbunyi, “Kasih sayang ibu sepanjang masa, kasih sayang anak sepanjang galah?” Agaknya, kalimat tersebut benar adanya. Tidak percaya? Baca saja kumpulan puisi singkat tentang ibu dari para penyair ternama yang terangkum di sini!
Puisi-puisi di artikel ini menggambarkan kasih sayang ibu yang tiada habisnya. Selain itu, isinya juga mampu mewakili kecintaan seorang anak pada ibunya saat masih hidup maupun telah tiada. Misalnya saja tentang seorang anak yang merindukan masa kecilnya ketika bersama sang ibu atau menyadari betapa besar pengorbanan beliau.
Ada pula penyair yang menulis puisi tentang keistimewaan sosok ibu di mata Tuhan. Saking spesialnya, sajak itu seolah berpesan jika ingin mendapat kebahagiaan dari Tuhan, maka carilah rida dari ibumu.
Penasaran apa saja puisi singkat tentang ibu yang bisa kamu baca di sini serta makna di baliknya? Yuk, simak penjelasan lengkapnya di bawah ini! Setelah membacanya, siapa tahu kamu jadi rindu untuk pulang dan selalu berbakti pada ibumu. Selamat membaca!
Puisi Singkat tentang Ibu yang Menyentuh Hati
1. Suara Ibu
Sebuah senja. Dedaun mersik digumul angin
Selendang tua dan bola mata yang jauh. Ia lihat musim merapuh
Sampai juga, anakku. Sampai juga sesiapa pada tujuan
Jika kau gagap memberi arti pada sepi, bukankah sudah kukisahkan waktu
di setiap cemas dan sendirimu.Sebuah senja. Dan sebentar lagi tentu malam
Kulihat tetesan yang sabar. Mungkin air mata dari pilu yang terakhir
Sampai juga, anakku. Usia tak lebih sepenggalan
Jika tak lagi kaudengar suara ibu esok pagi, di sebuah keabadian lain
Kita berjanji.(Iyut Fitra, Ibu)
Puisi singkat tentang ibu yang menyentuh hati dari penyair Iyut Fitra tersebut memuat pesan perpisahan sedih menjelang kematian. Suatu senja, seorang anak berusaha melukiskan kondisi ibunya yang mulai melemah karena pertambahan usia.
Di sisi lain, sang ibu mencoba menghibur anaknya agar ia tak perlu cemas semisal beliau tiada. Katanya, usia hanyalah sepenggalan, akan ada keabadian lain yang akan mempertemukan mereka berdua.
2. Permohonan Maaf
Nafas
yang berhembus di jiwa
Memanjangkan akal kehidupan adalah dari keberadaanmu.Seberapa
panjang malam melalui berkat usapan lembut
jemari yang kau letak di atas ubun keadaanku.Alangkah
jauh dan sangat melelahkan ternyata
menjadi pengasuh buat si biji mata.(Aku minta maaf mak, jika akal-pikirku melukai jiwa)
(Sulaiman Juned, Menziarahi Makammu Mak)
Sajak dari Sulaiman Juned berjudul Menziarahi Makammu Mak tersebut mungkin hanya bisa diresapi oleh mereka yang telah ditinggalkan oleh ibunya. Puisi itu berkisah tentang seorang anak yang pergi ke makam ibunya untuk berziarah.
Di tempat itu, pikiran si anak mulai melayang pada kenangan masa lalu ketika sang ibu masih hidup. Pengorbanan serta kasih sayang beliau dalam membesarkannya memunculkan rasa haru di dada. Lalu, ia pun mulai mengucapkan kata maaf untuk wanita yang telah tiada itu.
3. Rindu Masa Lalu
Bunda, bagi anak-anak yang akan lahir dari rahim waktu
aku telah menyusun rakit, bila badai itu datang
cepat panaskan pagi hari kita, hingga kenangan bukan
sejarah kepahitan demi kepahitanBunda, lihatlah langit meminang matahari
saat aku menyentuh hari berkabut, hujankah yang turun
hingga aku teramat rindu pada kanak-kanak itu
dan lanjutkanlah dongeng-dongeng yang tak usai
sepanjang perjalanan.(Iyut Fitra, Bunga Puti Lembayung)
Satu lagi puisi dari Iyut Fitra yang mengisahkan kecintaan seorang anak pada ibunya. Pada bait pertama, sang anak berucap pada sang ibu bahwa ia telah berjaga-jaga agar bisa menghadapi segala permasalahan keluarga. Ia juga berharap semoga keadaan semakin membaik agar sejarah yang tercipta terang benderang dan tak melulu kepahitan.
Di bait kedua, si anak pun mulai membayangkan kenangan masa kecilnya yang telah lewat. Ia rindu tatkala sang ibu membacakan dongeng-dongeng yang kemungkinan akan diingatnya sepanjang hidup.
4. Air Mata Ibu
Kalau engkau menangis,
Ibundamu yang meneteskan air mata
Dan Tuhan yang akan mengusapnyaKalau engkau bersedih,
Ibundamu yang kesakitan
Dan Tuhan yang menyiapkan hiburan-hiburanMenangislah banyak-banyak untuk Ibundamu
Dan jangan bikin satu kalipun untuk membuat Tuhan
naik pitam kepada hidupmuKalau Ibundamu menangis, para malaikat menjelma
butiran-butiran air matanya
Dan cahaya yang memancar dari airmata ibunda
membuat para malaikat itu silau dan marah
kepadamuDan kemarahan para malaikat adalah kemarahan suci
sehingga Allah tidak melarang mereka tatkala
menutup pintu sorga bagimu(Emha Ainun Najib, Bunda Air Mata)
Mungkin banyak dari kita yang tak asing dengan sosok Emha Ainun Najib. Beliau adalah seorang tokoh intelektual Islam, budayawan, penyair, dan juga pemikir yang gagasan-gagasannya berhasil menginspirasi banyak orang.
Salah satu karya Emha adalah puisi singkat tentang ibu berjudul Bunda Air Mata di atas. Secara umum, sajak tersebut berisi tentang posisi seorang ibu di mata Tuhan yang begitu istimewa. Sehingga, sudah selayaknya seorang anak berbakti pada wanita yang telah melahirkannya.
5. Kuziarahi Makammu, Mak
Entah dengan apa dapat melukiskan kesetiaan.
Bahasa yang bagaimana mampu melahirkan
sajak tentang keagungan cinta.Mak,
telah berton-ton ajaran tersimpan di jiwa belum juga
dapat menyiram wangi Seulanga ke dadamu
(Aku ziarahi kuburmu dalam mimpi panjang).(Sulaiman Juned, Potret Diri)
Tak berbeda dari karya sebelumnya, sajak dari Sulaiman Juned satu ini juga bercerita tentang anak yang sedang menziarahi makam ibunya. Hanya saja, kata ziarah dalam puisi ini sepertinya menyimpan makna kiasan.
Maksud dari kata itu adalah berkunjung ke kenangan masa lalu yang telah ia lewati bersama sang ibu. Pikiran si anak melayang pada kebaikan dan ajaran-ajaran yang telah diberikan wanita itu padanya.
Baca juga: Kumpulan Puisi Cinta Romantis untuk Pacar Tersayang yang Memiliki Makna Mendalam
Puisi Singkat tentang Ibu sebagai Wujud Rasa Terima Kasih
1. Bagaikan Cahaya Bulan
Ibu
Cintamu bagaikan cahaya bulan
mengubah sesuatu yang sangat kasar menjadi keindahan,
sehingga jiwa-jiwa kecil yang masam
saling mencerminkan satu sama lain dengan samar
seperti cermin yang retakMelihat rohmu yang bercahaya
refleksi dari diri mereka
Dimuliakan seperti di dalam sungai kecil yang bersinar,
dan mencintaimu apa adanya.Engkau tak lebih banyak tergambar di pikiranku
daripada kilauan
Aku melihatmu dalam sinar
pucat seperti cahaya bintang di dinding abu-abu
lenyap bagai cerminan angsa putih
berkilauan di air yang beriak(Lola Ridge, Ibu)
Tahukah kamu siapa Lola Ridge? Wanita kelahiran Irlandia, 12 Desember 1873 ini merupakan penyair yang mengusung aliran anarkisme. Beberapa karya Lola terangkum dalam sebuah buku berjudul Light in Hand: Selected Early Poems (2007).
Berbeda dengan aliran yang biasa dibawakannya, sepertinya puisi berjudul Ibu di atas lebih mengarah pada aliran romantisme karena penulis lebih mengutamakan perasaannya. Rasa cinta pada sang ibu diungkapkan Lola melalui perumpamaan yang indah, seperti cahaya bulan, berkilauan, cahaya bintang, dan angsa putih.
2. Kehangatan Ibu
Mengingat ibu,
Aku membaca luka kehidupanTersenyumlah dan lihatlah
Sepasang malaikat kecil ini
Bermain bersama ibunyaSeperti aku dulu padamu
Berlari ke dalam pelukanmu
Mencari kehangatan abadi(Wiratmadinata, Mengingat Ibu)
Puisi menyentuh hati yang ditulis oleh penyair Wiratmadinata tersebut juga disedikasikan untuk sang ibunda tercinta. Saat mengingat masa lalu, si penulis seolah turut merasakan pengorbanan yang telah dilakukan oleh wanita yang telah melahirkannya itu.
Pikirannya pun melayang pada kenangan masa kecil saat ia bermain bersama ibunya. Meski terkesan sederhana, saat itu dirinya benar-benar merasakan cinta dan kehangatan sang ibu.
3. Memberi Kabar
Mataku. Batu yang jatuh
ke lubuk mabuk
Dipeluk dingin
hening merayap tebingMenadah senyap dasar
dari situ aku ingin bergemuruh
berkabar
mengaliri jejak yang tertinggalBu, mataku boleh tak pulang
ke liangnya
tapi airnya yang leleh
jadi penyejuk hatimu
penawar luka agar tak dalamMataku. Kembar sepasang
direnggut arus menderas
dimabuk peluk
memecah diamBu, engkau ada di mataku
walau sekadar bayang di kulit air(Raudal Tanjung Banua, Sepasang Mata yang Berkabar)
Sekilas, apa yang kamu pikirkan setelah membaca puisi berjudul Sepasang Mata yang Berkabar dari sastrawan Raudal Tanjung Banua tersebut? Kira-kira, sajak tersebut berisi tentang kerinduan seorang anak pada ibunya.
Entah berapa lama keduanya tak bertemu, tapi dalam bait-bait itu mengisyaratkan bahwa si anak selalu berusaha berkabar. Meski kedua mata mereka tak bisa beradu atau bertemu, si anak berkata bahwa sang ibu senantiasa menjadi penyejuk hatinya.
4. Cinta Ibu
Sebuah foto kenangan membawaku
Aku melintasi tahun-tahun yang telah lewat dan melihat
Diriku berada di samping lutut ibu
Aku merasakan tangannya yang lembut menahan
Perasaanku yang egois, dan mengerti lagi
Ketidakpekaan seorang anak dari kesalahan dan lukaTapi sekarang lebih bijaksana, seorang pria kelabu telah tumbuh
Kebutuhan masa kecilku telah dipenuhi dengan lebih baik
Cinta tegas ibuku yang aku miliki(John Greenleaf Whittier, Persembahan untuk Ibu)
Saat mendengar namanya, mungkin kamu masih asing dengan sosok satu ini. John Greenleaf Whittier merupakan seorang penyair dan jurnalis asal Amerika Serikat yang lahir pada 17 Desember 1807.
Salah satu karya John yang dikenal dunia adalah puisi berjudul Persembahan untuk Ibu di atas. Sajak ini berkisah tentang seorang anak yang menyadari bahwa sikap tegas sang ibu selama ini berhasil membuatnya menjadi sosok yang lebih bijaksana.
5. Memendam Bara
Bertahun-tahun lewat
Kumemendam bara dalam dada
Kealpaan remeh seolah tak termaafkan
Kau bentak aku, kau maki aku!Kini kusadari
Kujadi makhluk nyaris sempurna karenamu
Pengasih
Pemaaf
Lapang dada
Kini ibu,
Mohon terima maaf dari si durhaka ini
Kusadar kaulah pemberi kasih yang hakiki(Lilian, Untuk Ibu)
Pernahkah di hatimu timbul rasa benci pada wanita yang telah melahirkanmu? Agaknya, itulah yang awalnya dirasakan si penulis pada ibunya. Pada bait pertama, ia merasa tak senang dengan perlakukan buruk sang ibu padanya, seperti membentak dan memaki.
Namun seiring berjalannya waktu, ia menyadari bahwa didikan keras ibunya itu justru mampu menjadikannya sosok yang lebih dewasa dan bijaksana. Di bait terakhir, ia justru meminta maaf pada sang ibu, lalu menyadari jika beliau selama ini sangat menyayanginya.
Baca juga: Yuk, Baca Kumpulan Puisi Roman Picisan yang Bikin Baper di Sini!
Puisi Singkat tentang Pengorbanan Seorang Ibu
1. Tahan Derita
Ibunda
Di mana pun sama
Tahan derita lebih
ketimbang ayahandaGua garbanya
tempat tapa
Janin bayi
yang kelak dilahirkanBagaikan Maria
di Pengadilan
Ia pun pasrah
Jesus disalibkanTidak berontak
dan murka
Tapi sabar dan nrimo
Lego liloPasrah bongkokan
awal kebangkitan
Dalam proses
penjadian kasih sayang(Linus Suryadi AG, Ibunda)
Berbeda dengan penyair sebelumnya, Linus Suryadi AG dalam puisinya berjudul Ibunda ini berusaha menganalogikan sosok ibu dengan Bunda Maria. Menurutnya, keduanya sama-sama memiliki sifat sabar, pasrah, dan legawa.
Disebutkan pula bahwa penderitaan seorang ibu biasanya lebih besar dari ayah. Pengorbanan beliau mulai dari mengandung, melahirkan, dan membesarkan anak-anaknya seolah tak bisa tergantikan dengan apa pun.
2. Tak Pernah Lelah
Di situlah bintang itu, terselip dalam kelopak mata
tetap cerah, tetap indah
dan aku pun larut dalam sinarnyaDi situlah laut, mengalirkan hawa dingin
bagi setiap perjalanan
tetap teduh, tetap biru
membuatku selalu kangen dan terpanaDi situlah sumur,
yang tak pernah lelah memberi
aku adalah gayung,
yang masih tetap menimbanya(Mustafa Ismail, Membaca Wajah Ibu)
Mustafa Ismail dikenal sebagai penulis, cerpenis, penyair, dan pekerja teater yang berasal dari Aceh. Membaca Wajah Ibu merupakan salah satu puisinya yang bercerita tentang pengorbanan seorang ibu.
Dalam bait-baitnya, kehadiran ibu digambarkan sebagai sosok yang hangat dan selalu dirindukan. Lebih dari itu, beliau juga diibaratkan sumber cinta yang tak lelah memberi kasih sayang pada anak-anaknya.
3. Menuju Ibu
Seiring lagu rindu kuketuk pintu hatimu, ibu telah lama aku berjalan menembus kabut di matamu mengurai mbako susur yang melingkar di bibir waktu terasa pahit di lidah, tapi tak juga kaumuntahkan lewat angin semilir kukirim lagu rindu menembus langit biru.
Kini aku melangkah menujumu, ibu aku mengarah hanya pada puting susumu masih kuingat betapa jari jemarimu tak letih menyulam perih luka batinku.
Meski tertatih, kini jemari tanganku tak letih meniti tasbih menguntai jiwa putih mendekap jiwa perih. Ibu, sendirian aku berjalan memasuki gerbang istana-Nya, mengetuk pintu rindu ibu, senjakala berwarna jingga mengurai senyummu.
(Dimas Arika Mihardja, Kidung Rembang Petang)
Puisi singkat tentang ibu yang ditulis sastrawan Dimas Arika Mihardja tersebut mengisahkan tentang kerinduan seorang anak pada ibunya. Ia mengenang kebiasaan wanita itu yang senang mengunyah tembakau atau saat menyusuinya.
Ketika sang ibu tiada, si anak yang telah beranjak tua pun tak pernah lelah mendoakan wanita yang telah melahirkannya itu. Ia berharap semoga beliau kelak bisa memasuki surga serta mendapat kebahagiaan dari-Nya.
4. Izinkan Aku
Dalam kerutan wajah
Ketuaan
Hitam legam
Ah, getirnya hidupmuMak,
Izinkan aku berkaca di dahimu itu(Mustiar AR, Kerut)
Meski singkat, puisi tentang ibu milik Mustiar AR tersebut sepertinya memiliki makna cukup mendalam. Si penulis mencoba menggambarkan kerja keras sang ibu dalam membesarkan dirinya lewat perubahan fisik beliau.
Wajah yang menghitam serta kerutan di permukaannya seolah menjadi saksi bisu betapa keras perjuangan wanita itu. Hingga akhirnya, pengorbanannya pun memunculkan rasa haru tersendiri dalam hati si anak.
5. Perempuan Itu
Perempuan yang bernama kesabaran
‘pabila malam menutup pintu-pintu rumah
masih saja ia duduk menjaga
anak-anak yang sedang gelisah dalam tidurnyaPerempuan itu adalah ibuku…
Perempuan yang menangguhkan segalanya
bagi impian-impian yang mendatang
Telah memaafkan setiap dosa dan kenakalan
anak-anak sepanjang zaman.Perempuan itu adalah ibuku…
Bagi siapa Tuhan menerbitkan matahari surga
Bagi siapa Tuhan memberikan singgasana-Nya
Dan dengan segala ketulusan
ia membasuh setiap niat busuk anak-anaknyaDia adalah ibu…
(Arifin C. Noer, Perempuan Itu Adalah Ibuku)
Karya terakhir yang dibahas di artikel ini adalah puisi berjudul Perempuan Itu Adalah Ibuku milik mendiang Arifin C. Noer. Selama masa hidupnya, laki-laki kelahiran 10 Maret 1941 ini dikenal sebagai sutradara, penulis naskah, dan produser.
Meski bukan penyair, Arifin juga mampu menciptakan puisi yang indah. Sajak untuk ibu yang ditulisnya bercerita tentang kesabaran dan ketulusan seorang ibu dalam membesarkan anak-anaknya.
Baca juga: 15 Contoh Cerpen Singkat untuk Renungan Hidup
Puisi Singkat tentang Ibu yang Mengingatkan Betapa Besar Perjuangan Beliau
Setelah membaca deretan puisi singkat tentang ibu tersebut, apa yang kamu pikirkan? Sajak-sajak itu seolah mengingatkan kita tentang betapa luar biasanya pengorbanan beliau dalam mendidik serta membesarkan anak-anaknya.
Tak hanya membacanya, harapannya kamu juga dapat menghayati makna puisi-puisi dari para penyair ternama itu. Dengan begitu, semoga kecintaan dan rasa bakti kepada ibumu semakin bertambah. Semangat!