
Sejak tahun 1920-an, sejumlah sineas telah menghasilkan karya berupa film dokumenter yang mengagumkan. Tidak hanya menghibur, genre film ini juga memberi banyak pengetahuan bagi khalayak yang menontonnya. Berikut ini kami sajikan sepuluh film dokumenter terbaik sepanjang masa yang patut kamu tonton.
Jika kamu bosan dengan film-film mainstream, mungkin ada baiknya untuk menonton film dokumenter. Bagi kamu yang sedang bingung mau menonton apa, artikel ini menyajikan sepuluh rekomendasi film dokumenter terbaik sepanjang masa.
Ketahuilah terlebih dahulu, film dokumenter tidak sama seperti halnya film fiksi. Dokumenter, dokumentasi, dokumen, dan kata-kata sejenisnya berasal dari bahasa Latin, documentum, yang berarti bukti. Sederhananya, sinema dokumenter harus berangkat dari peristiwa yang nyata dan sungguh terjadi, bukan cerita rekaan.
Oleh karena bertumpu pada peristiwa yang nyata terjadi, maka film dokumenter juga bisa disebut sebagai karya jurnalistik. Boleh dibilang pula genre ini adalah penggabungan antara seni dan jurnalistik. Pokok bahasannya biasanya berkutat dengan peristiwa sejarah, perilaku manusia, hingga kisah tentang penemuan-penemuan yang unik dan menarik.
Mungkin sebagian dari kalian menganggap film dokumenter membosankan, tapi percayalah film-film di bawah ini berbeda dan layak untuk ditonton. Ditambah lagi, film-film yang disebutkan dalam artikel ini sempat menggemparkan dunia. Penasaran? Langsung saja simak sepuluh film dokumenter terbaik sepanjang masa berikut ini.
1. Jagal – The Act of Killing (2012)
Sumber: YouTube – FilmOfficialTrailers
- Sutradara
- Joshua Oppenheimer
- Produser
- Signe Byrge Sørensen, Werner Herzog
- Pemeran
- Anwar Congo, Herman Koto, Syamsul Arifin
- Bahasa
- Indonesia
- Tanggal edar
- 31 Agustus 2012 (Telluride Film Festival), 8 September 2012 (Toronto International Film Festival), 1 November 2012 (Indonesia)
- IMDb user ratings
- 8,2
The Act of Killing, atau dalam versi bahasa Indonesia berjudul Jagal, adalah film dokumenter karya sutradara asal Amerika Serikat, Joshua Oppenheimer. Film dokumenter ini menyoroti kejadian sejarah pada kisaran tahun 1965–1966 di Indonesia yang sangat kontroversial dari kacamata para algojo pada masa itu.
Sinema dokumenter ini berpusat pada Anwar Congo, seorang preman kelas teri yang “naik pangkat” menjadi pemimpin pasukan pembantai. Di dalam film, Anwar Congo bercerita bagaimana cara ia menjagal orang-orang yang terdaftar sebagai anggota maupun simpatisan PKI. Ia serta teman-teman sesama algojonya berpendapat bahwa apa yang dilakukannya itu juga merupakan sumbangsih terhadap masa depan Indonesia.
Film ini diputar secara perdana di Toronto Internasional Film Festival pada September 2012. Di Indonesia sendiri, Jagal rilis pada 1 November 2012 dan tidak dikomersilkan sehingga setiap orang bisa mengadakan pemutaran tanpa harus membayar biaya lisensi, royalti, dan screening fee. Jika kamu ingin menonton film ini di rumah, kamu bisa mengunduh gratis di situs resminya atau menontonnya lewat YouTube.
Salah satu film dokumenter sejarah terbaik sepanjang masa ini disambut banyak pujian di seluruh dunia. Jagal memperoleh penghargaan Best Documentary pada perhelatan British Academy Film and Television Arts Awards 2013. Namun di ajang Academy Awards ke-86 tahun 2014, The Act of Killing hanya sebatas menjadi nominasi Best Documentary karena kalah dengan 20 Feet from Stardom.
Baca juga: Mengulik Sejarah Melalui Film Perang Terbaik Sepanjang Masa Ini
2. The Cove (2009)
Sumber: YouTube – Movieclips Classic Trailers
- Sutradara
- Louie Psihoyos
- Produser
- Fisher Stevens, Paula DuPré Pesmen
- Penulis
- Mark Monroe
- Pemeran
- Ric O’Barry, Hayden Panettiere, Scott Baker, Isabel Lucas, Hardy Jones
- Bahasa
- Inggris, Jepang
- Tanggal edar
- 31 Juli 2009 (Amerika Serikat, terbatas), 7 Agustus 2009 (Amerika Serikat), 21 Oktober 2009 (Tokyo International Film Festival)
- IMDb user ratings
- 8,4
Sewaktu kecil, apakah kamu pernah diajak orang tuamu menyaksikan pertunjukan lumba-lumba? Hewan lucu ini memang jadi idola bagi anak-anak kecil karena kecerdasan dan ketangkasannya. Bahkan, jika kamu generasi 90-an, mungkin kamu tidak asing dengan lagu anak berjudul Si Lumba-Lumba yang dinyanyikan oleh Bondan Prakoso.
Nah, di urutan kedua dalam daftar film dokumenter terbaik sepanjang masa ini, kita akan membahas soal lumba-lumba. Judul filmnya adalah The Cove, karya sutradara Louie Psihoyos yang rilis tahun 2009. The Cove adalah sebuah dokumenter yang menyoroti masalah perburuan terhadap lumba-lumba yang terjadi di Jepang.
Film ini menampilkan Richard O’Barry, seorang mantan pelatih lumba-lumba yang memutuskan menjadi aktivis lumba-lumba setelah ia sadar bahwa mengeksploitasi mereka bukanlah hal yang benar. Mendengar desas-desus tentang pembantaian lumba-lumba di Jepang, Richard, Louie, beserta para kru memutuskan untuk mencari kebenaran sekaligus menjadikannya sebuah film dokumenter.
Film ini dianugerahi penghargaan Best Documentary Feature dalam ajang Academy Awards ke-82 tahun 2010. Kemenangan ini bukan sekadar kesuksesan saja, tapi juga membakar amarah beberapa masyarakat Jepang. Pasalnya, pengambilan gambar The Cove dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan tanpa izin dari pihak terkait.
3. Fahrenheit 9/11 (2004)
Sumber: YouTube – Movieclips Classic Trailers
- Sutradara
- Michael Moore
- Produser
- Michael Moore, Jim Czarnecki, Kathleen Glynn
- Penulis
- Michael Moore
- Narator
- Michael Moore
- Bahasa
- Inggris
- Tanggal edar
- 17 Mei 2004 (Cannes Film Festival), 25 Juni 2004 (Amerika Serikat)
- IMDb user ratings
- 7,5
Urutan ketiga dalam daftar film dokumenter terbaik sepanjang masa ditempati oleh Fahrenheit 9/11. Judulnya diambil dari novel karya Ray Bradbury tahun 1953 yang berjudul Fahrenheit 451, tentang masa depan Amerika Serikat yang menyerupai distopia (suatu tempat yang sangat buruk di mana masyarakatnya tidak bahagia). Sementara penamaan 9/11 mengacu pada tragedi terorisme di Amerika Serikat pada 11 September 2001.
Fahrenheit 9/11 digarap oleh penulis, sutradara, serta komentator politik, Michael Moore. Ia juga berperan sebagai narator di filmnya tersebut. Karya jurnalistik ini mengemukakan opini kritis terhadap kebijakan-kebijakan pada masa pemerintahan presiden George W. Bush.
Karya jurnalistik dengan sedikit sentuhan komedi ini ditayangkan secara perdana di Festival Film Cannes ke-57, tepatnya pada 17 Mei 2004. Usai pemutaran filmnya, penonton memberikan tepuk tangan sambil berdiri (standing ovation) selama kurang lebih 20 menit. Tepuk tangan berdiri itu termasuk salah satu yang terlama sepanjang sejarah festival tersebut.
Tidak hanya tepuk tangan saja, Fahrenheit 11/9 juga sukses memenangkan Palme d’Or. Bagi kamu yang belum tahu, Palme d’Or adalah penghargaan tertinggi dalam ajang bergengsi Festival Film Cannes, yang mana jarang sekali film dokumenter bisa memenangkannya.
4. Nanook of the North (1922)
Sumber: YouTube – FilmStruck
- Sutradara
- Robert J. Flaherty
- Produser
- Robert J. Flaherty
- Penulis
- Robert J. Flaherty
- Pemeran
- Allakariallak, Nyla, Cunayou
- Bahasa
- Film bisu, Inggris (narasi)
- Tanggal edar
- 11 Juni 1922 (Amerika Serikat)
- IMDb user ratings
- 7,7
Film dokumenter terbaik sepanjang masa selanjutnya adalah Nanook of the North karya Robert Flahert. Nanook of the North banyak diakui oleh sejarawan sebagai tonggak awal munculnya sinema dokumenter, serta menjadi pionir film-film etnografi lainnya. Secara garis besar, film tersebut menggambarkan kehidupan masyarakat Eskimo di wilayah Kutub Utara.
Lebih dari setahun, tepatnya 16 bulan, Robert Flaherty merekam kehidupan salah satu orang Eskimo bernama Nanook bersama istri dan kedua anaknya. Ia mendokumentasikan bagaimana mereka makan, berburu, serta tidur. Kamu akan disuguhi adegan di mana mereka memancing, berburu walrus, membangun iglo, dan beberapa rutinitas lain yang biasa dilakukan oleh masyarakat Eskimo.
Sinema dokumenter ini juga merupakan film bisu, jadi tidak ada dialog sama sekali. Untuk memperjelas setiap adegannya, ditampilkan teks narasi. Robert Flaherty juga menambahkan musik pengiring di sepanjang film untuk membangun emosi di setiap adegannya.
Nanook of the North rilis pada tahun 1922, maka jangan mengharapkan sinema ini memiliki gambar yang HD. Gambar yang ditampilkan masih hitam putih dengan teknik yang mungkin bisa dibilang “ketinggalan zaman”. Namun, bukan di situlah keseruannya, melainkan pada pengetahuan yang bisa kamu dapat setelah menyaksikan karya jurnalistik yang sarat akan antropologi ini.
Baca juga: Film Komedi Terbaik Sepanjang Masa Super Lucu buat Menghibur Harimu
5. Grey Gardens (1975)
Sumber: YouTube – HD Retro Trailers
- Sutradara
- Albert Maysles, David Maysles, Ellen Hovde, Muffie Meyer
- Produser
- Albert Maysles, David Maysles, Susan Froemke
- Pemeran
- Edith “Big Edie” Ewing Bouvier Beale, Edith “Little Edie” Bouvier Beale
- Bahasa
- Inggris
- Tanggal edar
- 27 September 1975 (New York Film Festival), 19 Februari 1976 (Amerika Serikat)
- IMDb user ratings
- 7,7
Grey Gardens merupakan film dokumenter karya empat sutradara, Albert Maysleys, David Maysleys, Ellen Horde, dan Muffie Meyer, yang rilis tahun 1975. Ceritanya berkisar pada kisah hidup dua wanita, ibu dan anak, yang memiliki garis keluarga aristokrat Amerika Serikat. Grey Gardens sempat diputar di Festival Film Cannes pada tahun 1976, tapi tidak masuk dalam kompetisi utama.
Boleh dibilang sinema dokumenter ini adalah proyek yang tidak disangka-sangka. Pada mulanya, David Maysles dan Albert Maysles bermaksud menelisik kehidupan First Lady (Ibu Negara Amerika Serikat), Jacqueline Kennedy Onassis (Istri John F. Kennedy). Niat ini malah mempertemukan mereka dengan bibi dan sepupu dari Jacqueline Kennedy Onassis yang tinggal di sebuah kota kecil di pinggir pantai, Edith Ewing Bouvier Beale (Big Edie) dan Edith Bouvier Beale (Little Edie).
Pertemuan itu pun membuat David dan Albert Maysles membelokkan niat awal mereka. Kehidupan ibu dan anak tersebut sangat eksentrik dan cenderung tidak lazim sehingga dianggap lebih menarik untuk diangkat menjadi sebuah dokumenter. Bayangkan saja, dua orang wanita yang semula merupakan orang berada memilih tinggal di rumah yang kotor dan tak layak huni.
Big Edie dan Little Edie tinggal di sebuah rumah besar dengan 28 kamar di kawasan sepi yang bernama Grey Gardens. Mereka berdua seolah-oleh hidup dalam dunia mereka sendiri dan terpisah dari dunia luar. Keseharian mereka adalah sibuk dengan bertengkar, berbaikan, bernyanyi, mengenang sesuatu, serta melakukan percakapan yang sulit dicerna akal sehat.
6. Man on Wire (2008)
Sumber: YouTube – Movieclips Classic Trailers
- Sutradara
- James Marsh
- Produser
- Simon Chinn
- Penulis
- Philippe Petit (berdasarkan buku To Reach the Clouds)
- Pemeran
- Philippe Petit, Jean François Heckel, Jean-Louis Blondeau
- Bahasa
- Inggris, Prancis
- Tanggal edar
- 22 Januari 2008 (Sundance Film Festival), 1 Agustus 2008 (Inggris), 29 Agustus 2008 (Amerika Serikat)
- IMDb user ratings
- 7,8
Pada tanggal 7 Agustus 1974, terjadi peristiwa yang menakjubkan dan menegangkan di menara kembar World Trade Center (WTC), New York. Seorang pria berkebangsaan Prancis bernama Philippe Petit terlihat sedang berjalan melintasi kawat baja yang terhubung di antara kedua menara tertinggi di dunia tahun 70-an.
Petit yang pada saat itu masih berusia 25 tahun sangat berambisi untuk menyeberangi menara yang memiliki 110 lantai tersebut. Ia merencanakan aksi nekatnya yang ilegal itu selama sekitar delapan bulan. Bayangkan, ia harus mencari jalan untuk bisa melewati keamanan WTC dan mempersiapkan segala perlengkapan untuk melancarkan aksinya.
Aksi Petit diabadikan oleh sutradara asal Inggris bernama James Marsh. Pada tahun 2008, rilislah film dokumenter besutan James Marsh tersebut dengan judul Man on Wire. Salah satu film dokumenter terbaik sepanjang masa ini pun memenangkan penghargaan Best Documentary dalam ajang Academy Awards tahun 2009.
Sinema berdurasi 90 menit ini berisi wawancara bersama Philippe Petit dan orang-orang yang ikut merencanakan peristiwa yang sangat berisiko itu. Di dalam Man on Wire, Petit juga menceritakan bagaimana ia melalui 45 menit yang menegangkan di atas kawat baja yang menghubungkan dua gedung pencakar langit tersebut.
Baca juga: Film Action Barat Terbaik yang Bisa Bikin Kamu Ikut Deg-Degan
7. Searching for Sugar Man (2012)
Sumber: YouTube – Movieclips Trailers
- Sutradara
- Malik Bendjelloul
- Produser
- Malik Bendjelloul, Simon Chinn
- Penulis
- Malik Bendjelloul
- Pemeran
- Rodriguez
- Bahasa
- Inggris
- Tanggal edar
- 26 Juli 2012 (Inggris), 24 Agustus 2012 (Swedia), 22 Februari 2013 (Finlandia)
- IMDb user ratings
- 8,2
Searching for Sugar Man adalah salah satu film dokumenter biografi terbaik seputar dunia musik. Film ini bercerita tentang Sixto Rodriguez, seorang musisi misterius tahun 70-an asal Detroit, Amerika. Sugar Man sendiri adalah salah satu judul lagu karya Rodriguez.
Sixto Rodriguez adalah musisi asal Detroit, Amerika Serikat, yang kurang populer di negaranya sendiri. Album perdananya, Cold Fact, hanya laku sekitar 50 keping saja, sangat meleset dari prediksi sang produser yang menggadang-gadangnya sebagai musisi yang sukses. Namun berbeda ceritanya di belahan bumi yang lain, yaitu Afrika Selatan, lagu-lagunya menjadi simbol perjuangan bagi rakyat untuk menentang politik Apartheid.
Sayangnya, tetap saja tidak ada yang tahu kisah hidup musisi tersebut meskipun lagunya dinyanyikan oleh banyak orang di Afrika Selatan. Orang-orang hanya tau kisah Rodriguez melalui lirik lagu-lagunya saja, bahkan muncul rumor bahwa Rodriguez telah mati. Stephen “Sugar” Segerman dan Craig Bartholomew Strydom, dua orang penggemarnya kemudian mencari tau tentang informasi mengenai dirinya dan dibuatlah sinema dokumenter ini.
Searching for Sugar Man menjadi pembuka Sundance Film Festival, Januari 2012, sekaligus memenangkan Penghargaan Juri Khusus dan Penghargaan Pemirsa untuk film dokumenter internasional terbaik. Pada 10 Februari 2013, Searching for Sugar Man memenangkan penghargaan Film Dokumenter Terbaik di British Academy of Film and Television Arts (BAFTA) ke-66 di London. Dua minggu kemudian, film ini memenangkan piala Oscar di perhelatan Academy Awards ke-85 di Hollywood.
Baca juga: Film Komedi Thailand Terpopuler & Terlucu yang Bikin Ngakak Sampai Lemas
8. Man with a Movie Camera (1929)
Sumber: YouTube – BFI
- Sutradara
- Dziga Vertov
- Penulis
- Dziga Vertov
- Sinematografi
- Mikhail Kaufman
- Bahasa
- Film bisu
- Tanggal edar
- 8 Januari 1929 (Uni Soviet), 12 Mei 1929 (Amerika Serikat)
- IMDb user ratings
- 8,4
Film dokumenter terbaik sepanjang masa berikutnya adalah Man with a Movie Camera. Sinema ini disutradarai oleh Dziga Vertov yang sebenarnya bernama asli David Abelevich Kaufman. Dalam pembuatan filmnya, ia dibantu oleh saudara lelakinya, Mikhail Kaufman.
Man with a Movie Camera pertama kali rilis di Uni Soviet (sekarang Rusia) pada Januari 1929. Kemudian rilis pula di Amerika Serikat pada Mei 1929. Bayangkan, sudah sangat jadul, bukan? Bahkan tahun rilisnya tersebut sangat jauh sebelum Indonesia merdeka. Meskipun jadul, Man with a Movie Camera memiliki user ratings di IMDb yang cukup tinggi, yakni 8,4.
Sama seperti Nanook of the North yang sudah lebih dulu disebutkan di atas, Man with a Movie Camera merupakan film bisu. Jadi, jangan harap kamu akan mendengarkan percakapan para aktor seperti film-film masa kini pada umumnya. Man with a Movie Camera dibuat tanpa adanya aktor atau narator, bahkan tidak ada teks narasi di sepanjang filmnya, melainkan hanya berisi potret kehidupan orang-orang urban di Uni Soviet pada saat itu.
Pada tahun 2012, melalui majalah Sight & Sound yang diterbitkan oleh British Film Institute (BFI), para kritikus memilih Man with a Movie Camera untuk masuk ke dalam daftar film terbaik yang pernah dibuat. Karya Vertov itu kemudian ditetapkan menjadi film dokumenter terbaik sepanjang masa oleh majalah tersebut.
Baca juga: Film Drama Terbaik Sepanjang Masa yang Patut Ditonton
9. Grizzly Man (2005)
Sumber: YouTube – Movieclips Classic Trailers
- Sutradara
- Werner Herzog
- Produser
- Kevin Beggs, Billy Campbell, Phil Fairclough, Andrea Meditch, Erik Nelson, Tom Ortenberg
- Penulis
- Werner Herzog
- Pemeran
- Timothy Treadwell, Werner Herzog
- Bahasa
- Inggris
- Tanggal edar
- 24 Januari 2005 (Sundance Film Festival), 2 September 2005 (Amerika Serikat)
- IMDb user ratings
- 7,8
Pernahkah kamu membayangkan hidup di tengah-tengah kumpulan beruang grizzly? Beruang memang sering digambarkan dalam wujud kartun sebagai hewan yang lucu dan lembut. Namun, mengingat kenyataan bahwa beruang grizzly merupakan hewan karnivora, taring serta cakarnya yang tajam tentu menyeramkan, bukan?
Meskipun begitu, nyatanya ada juga orang yang memutuskan untuk tinggal bersama beruang-beruang grizzly di alam liar. Ia adalah seorang laki-laki bernama Timothy Treadwell. Oleh Werner Herzog, kisah manusia yang hidup berdampingan dengan karnivora darat terbesar itu dijadikan sebuah film dokumenter berjudul Grizzly Man.
Salah satu film dokumenter terbaik sepanjang masa ini mengisahkan bagaimana kedekatan Treadwell dengan beruang-beruang grizzly di suatu taman nasional. Treadwell mengklaim dirinya sudah “mendapat kepercayaan” dari beruang tertentu di taman itu. Namun, keyakinannya untuk bisa menjinakkan beruang liar kandas dan mengakibatkan kematian baginya.
Herzog menampilkan beberapa rekaman video yang diambil oleh Treadwell sendiri selama lima tahun terakhir dalam hidupnya. Selain itu, Herzog juga merekam sesi wawancara terhadap keluarga, teman-teman Treadwell, serta ahli beruang.
10. Oceans (2009)
Sumber: YouTube – Walt Disney Studios
- Sutradara
- Jacques Perrin, Jacques Cluzaud
- Produser
- Jacques Perrin, Romain Legrand, Nicolas Mauvernay, Jake Eberts
- Penulis
- Christophe Cheysson, Jacques Cluzaud, Laurent Debas, Stéphane Durand, Laurent Gaudé, Jacques Perrin, François Sarano
- Narator
- Jacques Perrin (Prancis), Pierce Brosnan (Inggris)
- Bahasa
- Prancis, Inggris
- Tanggal edar
- 13 Oktober (Middle East International Film Festival), 27 Januari 2010 (Prancis), 22 April 2010 (Amerika Serikat)
- IMDb user ratings
- 7,8
Oceans adalah salah satu film dokumenter terbaik sepanjang masa asal Prancis yang dibuat pada tahun 2009. Sinema dokumenter yang disutradarai, diproduseri, dan dinaratori oleh Jacques Perrin ini menggambarkan kehidupan di lautan yang begitu indah dan mengagumkan. Kamu akan disuguhi pemandangan bawah laut yang menakjubkan dan mungkin belum pernah kamu lihat sebelumnya.
Biaya serta proses pembuatannya saja juga tidak tanggung-tanggung. Bujet yang dianggarkan untuk biaya pembuatan Oceans adalah sekitar 80 juta dolar. Sementara pengambilan gambarnya dilakukan di lebih dari 50 tempat yang berbeda sehingga memakan waktu empat tahun untuk syuting.
Oceans, dalam asosiasinya dengan Census of Marine Life (Sensus Biota Laut), mengeksplorasi spesies laut dari lima samudera di bumi. Namun, indahnya misteri bawah laut harus bersanding dengan aspek negatif dari aktivitas manusia terhadap lingkungan di lautan.
Di Amerika Utara, Oceans didistribusikan oleh Walt Disney Studios Motion Pictures di bawah label Disneynature. Disney memotong beberapa bagian yang menggambarkan pembantaian hewan laut. Pemotongan yang berjumlah kira-kira 20 menit ini dimaksudkan agar filmnya lebih bersahabat bagi penonton di bawah umur.
Baca juga: Film Romantis Indonesia Terbaik Sepanjang Masa yang Bikin Baper
Perkaya Wawasanmu dengan Menonton Film Dokumenter Terbaik Sepanjang Masa Ini
Itulah kesepuluh film dokumenter terbaik sepanjang masa yang kami pilah dan rekomendasikan untuk kamu tonton. Bagaimana? Tertarik menonton karya-karya dokumenter yang disebutkan di atas? Sesekali, tontonlah sinema dokumenter agar bertambah kaya wawasanmu akan peristiwa-peristiwa yang nyata terjadi.
Memang, film fiksi pun bisa diilhami dari kisah nyata atau berdasarkan biografi seseorang. Namun, sajian filmnya masih dibumbui dengan unsur rekaan. Sementara pada film dokumenter, tidak ada unsur rekaan tersebut karena segalanya berpangkal pada fakta-fakta yang ada.
Semoga artikel ini bisa membantumu mencari tontonan yang tidak hanya menghibur, tapi juga memperkaya pengetahuan. Di kanal ini pula ada bahasan mengenai film-film bergenre lain, seperti horor, romansa, laga, dan lain sebagainya. Sempatkan waktumu untuk membacanya, ya.